Merdeka.com – Karantina Pertanian Kelas I Kupang wilayah kerja Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Wini memusnahkan 122,34 kilogram daging mentah dan olahan, yang rentan menularkan penyakit mulut dan kuku (PMK), Senin (15/8).
Daging mentah dan olahan, serta sejumlah jenis tumbuhan sebanyak 11 item itu hasil operasi patuh pencegahan PMK, selama tiga pekan yang disita dari pelintas batas yang hendak memasuki wilayah Indonesia melalui PLBN Wini.
“Kita musnahkan beberapa produk hewan dan tumbuhan, serta makanan olahan yang masuk dari Timor Leste melalui PLBN Wini,” kata Kepala Balai Karantina Kelas I Kupang, Yulius Umbu Hunggar.
Menurutnya, daging mentah dan olahan serta tumbuhan yang disita itu dimusnahkan karena masuk melalui PLBN Wini, tanpa dokumen lengkap (ilegal) yang dibawa oleh pelintas batas.
Bahan makanan olahan daging yang disita adalah barang yang masuk dari Brasil melalui Timor Leste, lalu dibawa ke Indonesia melalui PLBN Wini.
“Semua bahan olahan yang disita petugas kita (karantina) berasal dari Brasil yang termasuk negara zona merah PMK,” Jelas Yulius Umbu Hunggar.
“Bahan daging olahan dan daging mentah lainnya, serta beberapa tumbuhan yang disita dan dimusnahkan karena sangat rentan menyebarkan virus PMK di Indonesia,” tambahnya.
Masih menurut Yulius Umbu Hunggar, produk olahan yang paling banyak disita dan dimusnahkan adalah sosis dan kornet babi, ayam dan sapi. “Ini semua makanan olahan yang bisa menjadi media penyebaran virus PMK apalagi diproduksi di Brasil,” ujarnya.
Dia menegaskan sejak terjangkitnya PMK di Indonesia pada Bulan Mei lalu, pihak Karantina Kupang segera mengambil langkah pencegahan untuk menangkal masuknya PMK, agar tidak menyerang hewan berkuku belah di Nusa Tenggara Timur.
“Kita tegas menolak semua produk olahan atau barang-barang yang bisa menjadi media penyebaran PMK. Nusa Tenggara Timur masih berstatus zona hijau atau terbebas dari PMK,” jelasnya lagi.
Sehingga Yulius Umbu Hunggar dan jajarannya terus melakukan pengetatan di berbagai pintu masuk seperti, pelabuhan, bandara dan juga di Pintu Lintas Batas Negara (PLBN) yang berbatasan dengan Timor Leste.
Dia mencontohkan saat virus ASF pada 2019 lalu, diduga masuk ke wilayah NTT karena ada makanan olahan yang rentan, atau menjadi media pembawa virus ASF yang diduga dibawa oleh pelintas batas ilegal melalui jalur tidak resmi.
“Masuk melalui jalur ilegal dan ini bisa menjadi masalah baru penularan PMK, dan ini sudah terjadi pada virus ASF yang menyerang babi milik masyarakat NTT yang mengakibatkan kerugian bagi peternak,” terang Yulius.
Saat itu kata Yulius, penyebaran ASF sangat cepat dan diduga virus tersebut masuk melalui makanan yang rentan virus ASF, dan diduga dibawa oleh pelintas ilegal dari Timor Leste melalui jalur tidak resmi.
Dia berharap agar seluruh komponen yang ada diperbatasan dapat bersinergi agar kerawanan membawa makanan olahan secara ilegal yang bisa menjadi media penyebaran PMK dapat melakukan pencegahan, agar NTT khususnya Pulau Timor sebagai salah satu gudang ternak tetap terbebas dari virus PMK.
“Karena jika tidak dijaga secara baik maka nantinya bisa memunculkan persoalan ekonomi bagi petani atau peternak dengan masuknya virus PMK. Kasian peternak kalo hewannya tidak bisa dijual keluar lagi apabila terserang PMK,” ujarnya.
[cob]
Artikel ini bersumber dari www.merdeka.com.