BI naikkan suku bunga acuan menjadi 3,75%

Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan alias BI 7-Day Reverse Repo Rate/BI7DRR sebesar 25 basis poin (bps), menjadi 3,75%. Kenaikan ini menjadi yang pertama sejak Februari 2021, yang mana pada saat itu hingga Juli 2022 suku bunga acuan masih bertahan di level 3,50%.

Selain suku bunga acuan, BI juga mengerek suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3% dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 4,50%. “Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi sebagai dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi, inflasi volatile food, serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Agustus 2022, Selasa (23/8).

Seperti yang telah diketahui, perekonomian Indonesia sedikit banyak telah terpengaruh oleh ketidakpastian yang saat ini melanda ekonomi dunia. Hal ini terlihat dari inflasi, utamanya inflasi kelompok pangan bergejolak (volatile food) yang mencapai 11,47% pada Juli 2022. Sementara inflasi kelompok harga yang diatur pemerintah (administrated price) ada di level 6,51%, dan inflasi inti masih relatif terjaga rendah sebesar 2,86%.

Kenaikan inflasi volatile food, kata Perry, tak lain disebabkan oleh kenaikan harga pangan global dan terganggunya pasokan. Sedangkan kenaikan inflasi administrated disebabkan oleh kenaikan harga tiket pesawat dan BBM nonsubsidi. Adapun terjaganya inflasi inti disebut didorong oleh konsistensi kebijakan BI dalam menjaga ekspektasi inflasi.

“Ke depan, tekanan inflasi diprakirakan meningkat, didorong oleh masih tingginya harga energi dan pangan global, serta kesenjangan pasokan. Inflasi inti dan ekspektasi inflasi diprakirakan berisiko meningkat akibat kenaikan harga BBM nonsubsidi dan inflasi volatile food, serta semakin menguatnya tekanan inflasi dari sisi permintaan,” katanya.

Selain itu, berbagai perkembangan tersebut juga dikhawatirkan dapat mendorong inflasi pada tahun 2022 dan 2023 melebihi batas atas sasaran BI dan pemerintah yang sebesar 3,0 ± 1%. Karenanya, untuk menjaga agar inflasi tidak semakin melonjak, Perry memandang perlunya sinergi kebijakan yang lebih kuat antara pemerintah pusat dan daerah dengan Bank Indonesia.

“Memperkuat sinergi antara pusat dan daerah untuk menjaga stabilitas harga dan meningkatkan ketahanan pangan melalui Rapat Koordinasi Tim Pengendalian Inflasi (TPIP dan TPID), serta akselerasi pelaksanaan gerakan nasional pengendalian inflasi pangan (GNPIP),” tegasnya. 

 


Artikel ini bersumber dari www.alinea.id.

Tinggalkan Balasan