Tekad Bela Diri Taiwan Tidak Tergoyahkan

Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, Selasa (23/8), menyebut konflik bersenjata tahun 1958 sebagai contoh tekad pulau itu dalam mempertahankan diri sementara ia bertemu dengan lebih banyak delegasi asing di tengah ketegangan tertinggi dengan China dalam beberapa dasawarsa.

Sejumlah peneliti kebijakan AS dan anggota parlemen Jepang adalah dua delegasi terbaru yang berkunjung, hanya beberapa pekan setelah China bereaksi terhadap kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan dengan mengadakan latihan militer skala besar yang mencakup menembakkan misil ke pulau itu dan mengirim kapal melintasi garis tengah Selat Taiwan.

China mengklaim Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri sebagai wilayahnya sendiri, yang akan diambil paksa jika perlu, dan melihat kunjungan asing tingkat tinggi ke pulau itu sebagai campur tangan dalam urusannya dan pengakuan de facto atas kedaulatan Taiwan.

Sewaktu berbicara kepada para peneliti kebijakan dari lembaga kajian Hoover Institution Universitas Stanford, Presiden Tsai Ing-wen merujuk pada Krisis Selat Taiwan Kedua pada tahun 1958, sebuah konflik di mana militer China melakukan penembakan berkepanjangan di pulau-pulau terpencil Kinmen dan Matsu di Taiwan.

Tentara militer Taiwan menembakkan Howitzer 155 mm selama latihan anti-pendaratan langsung di daerah Pingtung, Taiwan selatan pada 9 Agustus 2022. (Foto: AFP/Sam Yeh)

Tentara militer Taiwan menembakkan Howitzer 155 mm selama latihan anti-pendaratan langsung di daerah Pingtung, Taiwan selatan pada 9 Agustus 2022. (Foto: AFP/Sam Yeh)

Tsai mengatakan militer dan warga sipil bekerja sama saat itu untuk melindungi Taiwan.

”Pertempuran untuk melindungi tanah air kami menunjukkan kepada dunia bahwa tidak ada ancaman apapun yang dapat menggoyahkan tekad rakyat Taiwan untuk membela negara mereka, tidak di masa lalu, tidak sekarang dan tidak di masa depan,” katanya. “Kami juga akan menunjukkan kepada dunia bahwa rakyat Taiwan memiliki tekad dan kepercayaan diri untuk menjaga perdamaian, keamanan, kebebasan, dan kemakmuran bagi diri kami sendiri.”

Belakangan, Tsai mengatakan kepada sejumlah anggota parlemen Jepang bahwa agresi terhadap Taiwan akan berdampak besar terhadap seluruh kawasan Indo-Pasifik.

Delegasi Jepang dipimpin oleh Keiji Furuya, seorang ultrakonservatif yang mengepalai kelompok kemitraan parlemen Jepang-Taiwan. Furuya mengkritik latihan militer China dalam beberapa pekan terakhir dalam pidatonya menjelang pertemuannya dengan Tsai.

“Tindakan China terhadap rakyat Jepang dan Taiwan tidak dapat diterima, Jepang dan Taiwan menjunjung nilai-nilai yang sama dalam kebebasan demokrasi, supremasi hukum dan HAM. Kami menentang ancaman dari China,” katanya.

Furuya juga mengatakan ”yang paling penting bagi Taiwan adalah bekerja sama erat dengan komunitas internasional, dengan Jepang dan AS sebagai pusatnya, untuk sepenuhnya menekan upaya China untuk mengubah status quo.”

Pada hari Senin, Tsai bertemu dengan gubernur negara bagian Indiana, yang datang untuk membahas kerjasama bisnis dan akademik dengan lembaga-lembaga Taiwan mengenai masalah semikonduktor, industri di mana Taiwan mendominasi secara global.

Delegasi mantan pejabat pertahanan Jepang dan delegasi Kongres AS juga mengunjungi Taiwan baru-baru ini setelah lawatan Pelosi. [ab/uh]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan