Berawal dari semangat untuk menjadi pemain utama di negeri sendiri, Gufron Syarif bersama tiga rekannya mendirikan PT Inspirasi Bisnis Nusantara (IBN), yang meluncurkan Haus!, merek minuman kekinian yang disebut dengan bubble tea atau boba drink. Latar belakang inisiatif ini, mereka menyadari tingginya antusiasme masyarakat terhadap gaya hidup mengonsumsi makanan dan minuman kekinian yang sedang menjadi tren di beberapa negara.
Didirikan pada 2018, Haus! menyediakan berbagai pilihan produk minuman yang ditargetkan untuk segmen mid-low dengan harga terjangkau. Slogan citra (tagline) yang diusungnya adalah “Semua berhak minum enak”.
Sebelum mendirikan Haus!, Gufron mempelajari data pasar. Sebagai contoh, skala pasar (market size) bisnis minuman di China pada 2015 sudah setara dengan Rp 424 triliun per tahun. Rinciannya, minuman kategori kopi senilai Rp 200 triliun dan kategori new tea and bubble tea/boba sebesar Rp 224 triliun.
Waktu itu, ia sudah melihat bahwa kategori minuman boba akan menjadi pasar besar di Indonesia. “Biasanya apa yang happening di China, dalam lima tahun berikutnya akan happening di Indonesia,” katanya.
Ketika itu, market size bisnis minuman di Indonesia sebesar Rp 10 triliun per tahun. Sudah begitu, product life-cycle minuman boba masih di level shifting dari trend ke habit. Adapun di China konsumsi minuman boba sudah memasuki tahap culture.
“Saya yakin suatu saat minuman boba ini akan menjadi culture juga di Indonesia,” ujar Gufron yang meraih peringkat ke-2 di kategori Young Entrepreneur dalam ajang kompetisi Indonesia Young Business Leaders Award 2022 yang diselenggarakan SWA dan PT PLN (Persero).
Kehadiran Haus! ternyata direspons pasar dengan baik. Pada tahun 2020, Haus! berhasil memperoleh pendanaan Seri A dari BRI Ventures sebesar US$ 2 juta.
Per April 2022, Haus! telah memiliki 186 gerai yang tersebar di seluruh Indonesia dan telah menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 1.300 karyawan. Layanan Haus! telah menjangkau sejumlah kota di Indonesia, seperti kawasan Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Solo, Cirebon, Karawang, Serang, dan Cilegon. Gufron menyebut, penjualan Haus! di tahun 2021 telah mencapai lebih dari Rp 200 miliar.
Meski gerainya sudah relatif banyak, model bisnis yang dijalankan Haus! bukanlah waralaba (franchise). Sebagian besar gerai (outlet) merupakan milik IBN sendiri, sedangkan sebagian kecilnya merupakan investasi pasif dari sejumlah investor.
Gufron berpandangan bahwa biasanya bisnis UMKM melakukan ekspansi menggunakan model franchise. Namun, ia tidak melihat ada yang sustainable.
Menurutnya, dengan model bisnis tersebut, toko-toko lain yang dikelola oleh franchisee secara umum tidak didukung komitmen yang kuat dari pemiliknya, dan umumnya belum punya experience. Ketersediaan SDM juga menjadi kendala bagi franchisee. Di sisi lain, franchisor juga malah mengejar revenue bisnis bukan dari pendapatan toko melainkan dari franchise fee. Gufron menilai kondisi ini tidak sehat dan tidak mendidik.
“Haus! melakukan ekspansi dari keuntungan usaha. Prinsipnya, saya tidak mau untung duluan, sedangkan mitra saya belum untung.”
Gufron Syarif, Founder & CEO Haus!
“Haus! melakukan ekspansi dari keuntungan usaha. Prinsipnya, saya tidak mau untung duluan, sedangkan mitra saya belum untung,” kata alumni Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran ini.
Karenanya, Haus! mencoba sistem yang dinilai lebih fair dan sustain, yaitu menggunakan pola individual investor untuk melakukan ekspansi, di mana yang mengoperasikan gerai toko tetap dari pihak principal. Dari situ ada pembagian keuntungan 50:50 dengan investor. “Apabila toko rugi, kami pun menanggung bersama. Dengan demikian, kami benar-benar memantau toko tersebut agar terus berkinerja baik,” ia menjelaskan.
Dalam membangun bisnis yang besar, diperlukan organisasi yang solid untuk menopangnya. Dengan pertumbuhan bisnis yang sangat cepat, Gufron sadar tidak memiliki “kemewahan waktu”. Karenanya, tiap personel Haus! dituntut untuk menguasai skills dengan cepat agar bisa seiring dengan pertumbuhan bisnis.
Untuk mengatasi masalah pertumbuhan cepat itu, Haus! melakukan mix strategy, antara menyiapkan internal talent untuk menjadi leader dan membawa external talent yang mempunyai kompetensi dan pengalaman belasan tahun di industri sejenis agar membawa value added bagi perusahaan. Talenta internal yang potensial dipersiapkan perusahaan ini untuk menjadi future leader.
“Bagi saya, organisasi yang baik akan terjadi apabila terdapat input people yang baik,” ujar Gufron. “Input people yang baik akan menyerap tiap skill dan knowledge yang di-share, dan yang lebih penting lagi, adanya inisiatif untuk belajar yang berasal dari motivasi diri sendiri,” tambahnya.
Menurut Gufron, perusahaan rintisannya ini berencana melakukan ekspansi guna menjangkau banyak kota di Indonesia, dan menargetkan memiliki 1.000 gerai pada tahun 2025. Sebagai bagian dari target jangka panjang perusahaan untuk menjadi pemimpin di industri F&B asli Indonesia, di tahun 2022 Haus! menargetkan ekspansi agresif untuk menambah sekitar 338 gerai baru. Juga berencana menyuguhkan inovasi produk yang mewakili gaya hidup 70% populasi Indonesia yang merupakan masyarakat dari kalangan aspiring middle class dan middle class.
Sebagai CEO IBN/Haus!, Gufron mengaku gaya kepemimpinannya adalah memberikan kanvas kosong kepada setiap leader agar mereka bisa berkarya dengan gaya masing-masing. “Sebagai pemimpin puncak, saya akan menggabungkan ‘puzzle-puzzle’ tersebut agar terbentuk gambar utuh yang diinginkan,” katanya. (*)
Jeihan K. Barlian
www.swa.co.id
Artikel ini bersumber dari swa.co.id.