Suara.com – Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional menyebutkan kenaikan harga telur saat ini karena sedang mencari keseimbangan atau ekuilibrium sebagai akibat kenaikan pada beberapa variabel biaya.
“Contohnya pakan karena beberapa ada yang masih impor sehingga ketika terjadi gejolak mata uang harga ikut naik,” kata Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi saat memberikan arahan pada Rapat Pimpinan Provinsi III/ 2022 Kadin DKI Jakarta di Jakarta, Sabtu (27/8/2022).
Arief menuturkan tak hanya itu banyak variabel yang membuat harga telur mengalami kenaikan, salah satunya yang juga memberi kontribusi besar, antara lain biaya transportasi apalagi telur bukan komoditi yang tahan lama, ungkap Arief.
Arief mengatakan yang pasti harga telur tidak mungkin untuk kembali ke harga Rp19.000 hingga Rp20.000 per kilogram karena bakal mematikan peternak.
Baca Juga:
Harga Telur Kembali Melonjak di Sejumlah Daerah di Jatim, Mulai Madiun, Kediri, Surabaya Sampai Probolinggo
“Kalau harga menjadi Rp19.000 hingga Rp20.000 per kilogram peternak pasti kolaps dan mereka bakal kapok menjadi peternak,” ujar Arief.
Arief mengingatkan ketika harga telur jatuh empat bulan menjelang lebaran, semua peternak lantas memotong ayam petelur untuk menutup kerugian.
“Namun apa yang terjadi setelah harga kembali normal. Pengadaan ayam petelur itu tidaklah mudah. Butuh waktu lima hingga enam bulan agar ayam bisa bertelur kembali,” tutur Arief.
Kondisi demikian, jelas Arief, harus dilakukan koordinasi lintas lembaga dan kementerian agar produksi dan konsumsi dapat sejalan.
Sebagai tindak lanjut, Arief mengatakan telah berkoordinasi dengan Kementerian Sosial untuk memetakan daerah-daerah rawan kemiskinan agar bisa dipasok telur ayam.
Baca Juga:
Bukan Akibat Bansos, Badan Pangan Nasional Mengkonfirmasi Harga Telur Naik Karena Biaya Produksi
“Tidak hanya telur ayam tetapi juga sembilan bahan pangan lainnya kita akan siapkan sebagai upaya tercapainya keseimbangan antara konsumsi dan produksi,” ucap Arief.
Artikel ini bersumber dari www.suara.com.