Kisah Satu-satunya Anak yang Selamat dari Penembakan Massal Thailand, Tidak Tahu Apa yang Terjadi

tribun-nasional.com – Emmy (3) adalah satu-satunya anak yang selamat dalam pembunuhan massal di sebuah pusat penitipan anak di Thailand pada Kamis (6/10/2022).

Sebelum serangan terjadi, Emmy dan teman-temannya sibuk menggambar dan menulis di pusat penitian anak di Distrik Uthaisawan Na Klang, Provinsi Nong Bua Lamphu.

Sekitar pukul 10.00 waktu setempat, para guru mengirim foto kepada orang tua dari anak-anak di sana tersenyum dengan ceria.

Dua jam kemudian, saat Emmy tidur siang di samping sahabatnya, penyerang bernama Panya Kamrab, mantan polisi, masuk bersenjatakan pisau dan pistol.

Panya Kamrabdengan membabi buta menyerang dan membunuh, sebagaimana dilansir .

Saksi mata mengatakan, Panya Kamrab pertama kali menembak para staf, termasuk seorang guru yang sedang hamil delapan bulan, sebelum memaksa masuk ke masing-masing kelas.

Panya Kamrab membunuh semua teman Emmy saat mereka tidur.

Tidak jelas bagaimana Emmy bisa selamat. Dia ditemukan terjaga dan meringkuk di samping mayat teman-teman sekelasnya.

“Dia tidak tahu apa yang terjadi ketika dia bangun,” kata kakek Emmy, Somsak Srithong (59), kepada BBC.

“Dia mengira teman-temannya masih tidur. Seorang petugas polisi menutupi wajahnya dengan kain dan membawanya pergi,” sambung Somsak.

Emmy adalah satu-satunya anak yang selamat dalam pembantaian di pusat penitipan anak tersebut.

Total 37 orang tewas, termasuk istri dan anak penyerang. 24 di antara para korban tewas adalah anak-anak.

“Saya merasa sangat bersyukur dia selamat. Saya memeluknya erat-erat saat pertama kali melihatnya,” kata Somsak.

Ibu Emmy, Panompai Srithong (35), merantau untuk bekerja di Bangkok selama sepekan.

Panompai mendapat kabar bahwa semua anak di pusat penitipan anak telah meninggal. Dia kemudian diyakinkan bahwa putrinya masih hidup.

“Saya akhirnya mendapat panggilan video dengan Emmy dan dipenuhi dengan kelegaan yang terberkati,” kata Panompai.

Distrik tersebut diselimuti kabut duka. Para orang tua dan keluarga korban diliputi rasa sedih dan pedih yang mendalam.

Hari-hari pertama sejak serangan, kakek-nenek Emmy berupaya bagaimana cara menyampaikan peristiwa tragis itu kepada cucu tersayangnya.

Saat BBC di rumah Emmy, dia terus menanyakan sahabatnya, Pattarawut yang berusia tiga tahun, yang juga dikenal sebagai Taching.

Mereka selalu tidur siang berdekatan dengan kaki bersentuhan. Dia juga menyukai pusat penitipan anak dan ingin menjadi seperti gurunya.

“Neneknya akhirnya memberi tahu dia bahwa teman-teman sekolahnya semua telah meninggal, bersama dengan gurunya, dan pusat penitipan anak ditutup,” kata Panompai.

“Dia hanya ingin pergi ke sana setiap hari. Kami harus terus memberitahunya bahwa sekolah ditutup. Dia terlalu muda untuk memahami konsep kematian,” lanjut Panompai.

Upacara pemakaman dan doa bagi para korban berlangsung di beberapa kuil di distrik tersebut.

Motif serangan masih belum diketahui. Kepolisian mengatakan, Panya Kamrab dipecat dari pekerjaannya pada Juni karena memakai narkoba.

Tinggalkan Balasan