tribun-nasional.com – Hasil survei Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengungkap tidak semua pengemudi ojek online (ojol) berasal dari orang pengangguran. Sebanyak 81,31% menjadikan itu sebagai pekerjaan utama dan sisanya 18,69% menjadikannya sebagai pekerjaan sampingan.
Dalam survei tersebut dijelaskan mereka yang menjadikan pekerjaan sampingan memiliki pekerjaan utama sebagai pekerja BUMN/Swasta 32,14%, PNS 7,86%, pelajar/mahasiswa 7,86%, wiraswasta 29,29%, lainnya 22,14% dan ibu rumah tangga 0,71%.
Survei dilakukan dalam rentang waktu 13-20 September 2022 dengan media survei online di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) kepada 2.016 responden mitra ojek online. Lantas adakah bahayanya jika menjadi pengemudi ojek online hanya sebagai pekerjaan sampingan?
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan pekerja formal yang juga jadi pengemudi ojek online bisa mempengaruhi kinerjanya di tempat kerja utama. Bukan tidak mungkin kinerja menjadi menurun dan malah diberhentikan.
“Memang faktanya banyak pegawai negeri, pegawai swasta, pegawai BUMN yang ikut menjadi pengemudi ojek online untuk mengisi waktu luang setelah jam kantor, itu fakta. Dampaknya menurut saya dia akan berpengaruh pada pekerjaan intinya baik pekerja swasta, PNS maupun BUMN,” kata Timboel, Minggu (9/10/2022).
Timboel khawatir mereka yang menjadikan pengemudi ojek online sebagai pekerjaan sampingan bisa kelelahan atau memiliki potensi penyakit karena pekerjaan tersebut berisiko tinggi. Mengojek setelah pulang dari kantor berpotensi melebihi ketentuan jam kerja dalam UU Ketenagakerjaan yakni 40 jam dalam seminggu.
“Jadi kalau mereka merasa kurang (upah) dan akhirnya jadi pengemudi ojek online lagi pasca kerja, itu sebenarnya tidak sehat menurut saya karena mereka bisa pulang jam 10 malam, istirahat, pagi bangun lagi kerja normal seperti itu. Ini kan juga menjadi persoalan,” tuturnya.
Belum lagi risiko meningkatnya kecelakaan kepada pekerja karena mengemudi saat kelelahan. Timboel menyarankan kepada pekerja formal yang ingin mendapat penghasilan tambahan agar dengan cara lain.
“Kalau mau buka usaha seperti warung, menawarkan produk secara online. Kalau jadi pengemudi ojek online itu berisiko karena dia berhadapan dengan angkutan lain, cuaca yang tidak menentu, itu pasti akan mengganggu pekerjaan intinya,” imbuhnya.
Saat ini persaingan antar pengemudi ojol menjadi lebih ketat dan pendapatan jadi berkurang. Hal ini akan sangat berpengaruh kepada mereka yang tidak memiliki pekerjaan sampingan selain menjadi pengemudi ojek online.
“Biarlah mereka-mereka yang belum mempunyai pekerjaan jadi pengemudi ojek online, tapi yang sudah ya sudah gitu lho. Kompetisinya akan tinggi, malah menambah kompetitor,” pungkas Timboel.