tribun-nasional.com – Jakarta, CNBC Indonesia – Argentina tampaknya menjadi negara pertama yang tumbang akibat kekacauan global. Terpukul oleh dampak ekonomi pandemi Covid-19, penguatan kurs dolar Amerika Serikat (AS) atau kebijakan suku bunga tinggi AS, dan krisis energi akibat perang Rusia-Ukraina.
Inflasi negara penghasil gandum itu tak terkendali. Angkanya mencapai 78.5% pada Agustus, dan diperkirakan tembus 100% pada akhir tahun, menurut survei yang dilaksanakan bank sentral Argentina (Banco Central de la República Argentina/BCRA).
Nilai mata uang peso Argentina atau ARS melemah lebih dari 47% sepanjang tahun ini, sebesar ARS 150 per dolar AS. Mata uang negeri Leonel Messi itu sudah melemah akibat salah urus perekonomian sejak sebelum pandemi Covid-19.
Pandemi dan perang Rusia memperparah situasi, hingga ARS terpuruk lebih dari 3.388% atas greenback, setelah sebelumnya menikmati nilai tukar dikisaran ARS 4 per dolar AS, hingga pertengahan 2018.
Saking sulitnya mendapatkan dolar AS-karena pembatasan oleh otoritas setempat-muncullah dollar blue atau blue dollar di sana. Ini adalah aktivitas penukaran mata uang ASR ke dolar AS di jalanan, ilegal, atau tidak teregulasi oleh bank sentral, tetapi diketahui dan dibiarkan.
Blue dollar muncul akibat tingginya permintaan dolar AS dan ketidakpercayaan warga terhadap peso. Nilainya jauh lebih tinggi dari kurs resmi, bisa dua kali lipat. Ambil contoh, hari ini (10/10/2022) kurs resmi satu dolar AS setara ARS150 di bank sentral, sementara kurs blue dollar sebesar ARS277.
Berbagai media melaporkan, ketidakpercayaan terhadap peso dan keterbatasan dolar AS membuat warga kini menggunakan sitem barter untuk bertransaksi kebutuhan pokok. Warga di sana bahkan menggunakan forum grub di Facebook sebagai media bertukar informasi kebutuhan, untuk kemudian menentukan lokasi untuk eksekusi barang. Misalnya di tempat-tempat umum seperti stasiun kereta api.
Tingginya biaya hidup membuat mereka menukarkan apa saja untuk mempertahankan nyawa. Ada yang menukarkan pakaian untuk sekantung gula, atau apapun untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokok.
Namun, pemandangan kontras ada di pasar saham dimana indek utama seperti S&P Merval mencatatkan pertumbuhan yang cukup siginifikan, lebih dari 73% ke level 144645.33 sepanjang tahun ini.
Bergantung Hidup dari IMF
Argentina menjadi persis seperti Indonesia setelah krisis moneter 1997. Menggantungkan cadangan devisa dan pembiayaan negara dari lembaga donor, Dana Moneter Internasional (IMF). Akhir pekan lalu, Dewan Eksekutif IMF kembali menyetujui review kedua dari program fasilitas pembiayaan tambahan senilai US$44 miliar, tanpa meminta syarat pencairan apapun.
IMF menyetujui pencairan senilai US$3.8 miliar, sehingga menambah total pinjaman sekitar US$17.5 miliar dari plafon. “Tindakan tegas oleh tim ekonomi yang baru sangat penting untuk menstabilkan pasar dan membangun kembali kepercayaan,” ujar IMF dalam pernyataannya yang di kutip Reuters akhir pekan lalu.
Argentina kembali menjadi pasien IMF awal tahun ini, untuk menggantikan program yang gagal pada 2018. Program pinjaman baru ini disetujui IMF dengan sejumlah target ekonomi, seperti memperbaiki cadangan devisa yang menipis, dan mengurangi defisit fiskal primer untuk memperbaiki keuangan negara.
TIM RISET CNBC INDONESIA