tribun-nasional.com – Jakarta, CNBC Indonesia – Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka di zona merah pada perdagangan Senin (10/10/2022), di tengah lesunya kembali bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan akhir pekan lalu.
Hanya indeks Shanghai Composite China yang dibuka di zona hijau pada hari ini, yakni dibuka naik 0,11%.
Sedangkan sisanya dibuka di zona merah. Indeks Hang Seng Hong Kong dibuka ambruk 1,9%, Straits Times Singapura ambrol 1,22%, dan ASX 200 Australia ambles 1,24%.
Sementara untuk indeks Nikkei 225 Jepang dan KOSPI Korea Selatan pada hari ini tidak dibuka karena adanya libur nasional.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah terjadi di tengah amblesnya lagi bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Jumat akhir pekan lalu.
Indeks Dow Jones ditutup ambles 2,11% ke posisi 29.296,79, S&P 500 ambruk 2,8% ke 3.639,66, dan Nasdaq Composite anjlok 3,8% menjadi 10.652,41.
Kendati ambruk pada Rabu-Jumat, secara keseluruhan Wall Street masih menguat sepanjang pekan lalu. S&P masih menguat 1,51%, Dow Jones naik 1,99% sementara Nasdaq menanjak 0,73%. Penguatan dalam sepekan ditopang oleh rally besar pada Senin dan Selasa.
Pada Jumat, Wall Street anjlok setelah data tenaga kerja AS untuk September keluar. Biro statistik Tenaga Kerja AS mengumumkan ada peningkatan jumlah pekerja sebanyak 263.000 pada September.
Jumlah tersebut memang jauh lebih rendah dibandingkan 315.000 pada Agustus. Namun, tingkat pengangguran melandai ke 3,5% pada September 2022 dari 3,7% pada Agustus.
Meskipun penambahan pekerja melandai tetapi angkanya masih terbilang solid. Dengan data yang masih solid, pasar pun berekspektasi jika kebijakan hawkish bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan bertahan lama.
“The Fed tidak akan membantu pasar. Kebijakan mereka untuk mengejar stabilitas harga bahkan bisa membuat pasar saham terkapar,” tutur Christopher Harvey, analis dari Wells Fargo Securities, dikutip dari CNBC International.
Kenaikan suku bunga The Fed akan melambungkan dolar AS dan hal ini tidak sepenuhnya membawa keberuntungan bagi perusahaan AS.
Laporan FactSet menunjukkan dari perusahaan yang tercatat di bursa S&P dan sudah melaporkan laporan keuangan pada kuartal III-2022, setengah dari mereka terdampak negatif oleh penguatan dolar AS. Sementara itu, 65% menunjukkan jika mereka terdampak besar oleh ongkos tenaga kerja dan 55% terimbas oleh gangguan rantai pasok.
Analis Wall Street memperkirakan pendapatan perusahaan akan naik 2,4% (year-on-year/yoy) pada kuartal III-2022, terendah sejak kuartal III-2020.
Di lain sisi, pelaku pasar global bakal menanti rilis data inflasi AS pada pekan ini. Data inflasi AS memang baru akan keluar pada Kamis tetapi jika ekspektasi inflasi AS naik dampaknya sudah bisa menggoyang pasar jauh-jauh hari sebelumnya.
Sebagai catatan, inflasi AS pada Agustus lalu tercatat 8,3% (yoy), melandai dibandingkan Juli yang tercatat 8,5%.
TIM RISET CNBC INDONESIA