tribun-nasional.com – Indonesia merupakan pemilik “harta karun” panas bumi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Namun sayangnya, pemanfaatannya belum optimal.
Hingga pertengahan Oktober 2022, tercatat baru ada pemanfaatan energi panas bumi yang diproses menjadi listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 2.342,63 Mega Watt (MW). Artinya, baru memanfaatkan sebesar 9,8% dari total sumber daya yang ada sebesar 23.965,5 MW.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris.
Haris menyebut, jumlah kapasitas terpasang PLTP tersebut berasal dari 16 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) di Tanah Air. Jumlah tersebut salah satunya karena adanya tambahan kapasitas pembangkit listrik baru-baru ini sebesar 50 MW.
“Kapasitas (PLTP) untuk yang ada sekarang itu ada 2.342,63 Mega Watt. Itu dihasilkan dari 16 WKP, Wilayah Kerja Panas Bumi,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (14/10/2022).
Namun demikian, hingga akhir tahun ini pihaknya menargetkan ada tambahan 5 MW pembangkit panas bumi yang akan beroperasi. Dengan demikian, total kapasitas terpasang PLTP hingga akhir 2022 ditargetkan bisa mencapai 2.347,63 MW.
“Kita masih mengharapkan sebenarnya ada tambahan COD (Commercial Operation Date) lagi tapi nggak banyak, 5 Mega Watt di akhir 2022. Jadi harapannya di akhir 2022 bisa di 2.347,63 MW,” paparnya.
Harris menyebut, produktivitas PLTP paling tinggi dalam menghasilkan listrik dibandingkan dengan sumber energi baru terbarukan lainnya seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dan lainnya. Dia beralasan, produktivitas pembangkit panas bumi, dari sisi listrik yang dihasilkan per Mega Watt, dalam setahun bisa mencapai 95% dibandingkan pembangkit energi terbarukan lainnya.
Sementara PLTA menurutnya kemungkinan hanya di level 65% atau 60% dalam setahun karena hidro itu tergantung dari cuaca. Kalau lagi musim kering, produksinya tentu akan menurun.
Sedangkan tenaga surya, karena pembangkit tenaga matahari ini bersifat intermittent, maka menurutnya tingkat ketersediaan atau availability factor dalam setahun hanya sekitar 17%-20%.
“Jadi kalau mau melihat berapa sih energi listrik yang dihasilkan per Mega Watt pembangkit EBT yang ada, maka listrik yang paling banyak dihasilkan itu panas bumi,” ucapnya.
Berdasarkan data Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, hingga akhir 2021 lalu, kapasitas terpasang PLTP tercatat mencapai 2.276,9 MW. Ini artinya, sampai pertengahan Oktober 2022 ini ada tambahan kapasitas terpasang PLTP sebesar 65,73 MW.
Adapun target PLTP terpasang pada 2022 ini mencapai 2.384,9 MW. Bila diperkirakan total kapasitas terpasang PLTP sampai akhir tahun ini sebesar 2.347,63 MW, maka artinya kapasitas PLTP tahun ini tidak mencapai target atau 37,27 MW lebih rendah dari target yang ditetapkan pada awal tahun.
Indonesia merupakan pemilik sumber daya panas bumi terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Hingga Desember 2020, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sumber daya panas bumi Indonesia mencapai sebesar 23.965,5 Mega Watt (MW) atau sekitar 24 Giga Watt (GW).
Amerika Serikat menduduki peringkat pertama untuk sumber daya panas bumi yakni mencapai 30.000 MW. Selanjutnya, Indonesia 23.965,5 MW, Jepang 23.400 MW, Kenya 15.00 MW dan terakhir Islandia 5.800 MW.
Bila sampai akhir tahun 2022 ini tambahan kapasitas PLTP RI mencapai 2.347,63 MW, artinya pemanfaatan energi panas bumi untuk listrik baru sebesar 9,8% dari total sumber daya yang ada.