tribun-nasional.com – Pemerintah akhirnya memundurkan jadwal implementasi pajak karbon untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ke 2025. Padahal, pajak karbon itu sendiri awalnya diharapkan dapat diterapkan pada tahun ini.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, penerapan pajak karbon sejatinya dapat menjadi insentif bagi PT PLN (Persero) untuk mengembangkan sumber Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
Logika dari kebijakan pajak karbon adalah memungut pajak dari penyumbang emisi karbon, kemudian hasil dananya dikembalikan ke sektor yang bisa menurunkan emisi karbon, sehingga sektor energi rendah karbon tersebut bisa semakin berkembang.
“Dilihat dari logika tadi, yang untung dari pajak karbon justru pembangkit EBT termasuk PLN, dengan catatan ada realisasi pembangunan EBT yang masif dari PLN,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (14/10/2022).
Ia pun menyesalkan keputusan pemerintah yang menunda penerapan pajak karbon untuk PLTU. Pasalnya, pajak karbon yang diterapkan ke PLTU tidak akan berdampak terhadap harga jual listrik ke tingkat konsumen.
“Pajak karbon dari sisi tarif, Indonesia termasuk yang paling rendah di dunia,” kata dia.
Untuk diketahui, melalui penerapan pajak karbon ini sendiri, pengembangan EBT di Indonesia diharapkan dapat tumbuh pesat. Mengingat, Indonesia mempunyai kekayaan berupa sumber energi terbarukan yang melimpah.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan mengatakan RI memiliki potensi EBT sebesar 418 Giga Watt (GW), di antaranya berasal dari air, panas bumi, matahari, angin, biomassa, dan lainnya.
Besarnya potensi energi baru terbarukan ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk mewujudkan transisi energi. Oleh karena itu, pihaknya juga mengajak swasta untuk ikut berpartisipasi dalam investasi di transisi energi ini.
Jokowi mengatakan, ekonomi energi hijau akan menjadi fokus utama Presidensi G20 di Bali pada November mendatang.
“Kita akan buka partisipasi sektor swasta untuk investasi transisi energi ini,” ungkap Presiden Jokowi dalam B20 Indonesia Inception Meeting 2022, Kamis (27/01/2022).
Untuk mewujudkan ekonomi hijau ini, menurutnya merupakan tanggung jawab besar dan memberikan peluang besar untuk investasi di sektor energi baru terbarukan.
Namun demikian, Presiden mengungkapkan ini harus diikuti dengan skenario dan peta jalan yang jelas, termasuk pendanaan dan investasi.
“Transisi menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan merupakan tanggung jawab besar dan sekaligus memberikan peluang besar potensi di sektor energi terbarukan harus diikuti dengan skenario dan peta jalan yang jelas, termasuk pendanaan dan investasi,” tuturnya.