Travel  

Stasiun Tawang yang Penuh Kenangan, tapi Sering Kebanjiran

Stasiun Tawang yang Penuh Kenangan, tapi Sering Kebanjiran

tribun-nasional.com – Tak bisa dipungkiri, Stasiun Tawang di Semarang adalah stasiun yang penuh kenangan. Walaupun stasiun ini sering kebanjiran, tetapi semua itu ada penyebabnya.

Jalur kereta api dari Semarang menuju Kota Solo merupakan jalur paling bersejarah di Indonesia. Sebab, jalur kereta yang dibangun pada 1864 itu merupakan jalur paling tua karena pertama kali dibangun.

Tentu saja, stasiun yang berada di jalur itu juga menjadi bagian dari awal sejarah perkeretaapian di Indonesia. Salah satunya adalah Stasiun Tawang yang berada di Semarang.

Sebenarnya, Stasiun Tawang bukanlah stasiun pertama yang ada di Semarang. Saat Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) membangun jalur KA pertama kali, mereka membangun Stasiun Kemijen di Semarang.

Stasiun tersebut berada di sekitar pelabuhan. Dari lokasinya, terlihat bahwa fungsi stasiun itu lebih cenderung untuk lalu lintas barang. Baru hampir setengah abad kemudian, NISM membangun sebuah stasiun baru yang dikhususkan untuk penumpang.

Dikutip dari laman Kemdikbud, Stasiun Semarang Tawang dirancang oleh Ir. Sloth-Blauwboer, tenaga ahli di NIS. Direksi NISM memberikan arahan kepada Sloth-Blauwboer bahwa, sesuai dengan filosofi perusahaan NISM, stasiun baru yang akan dibangun tidak perlu monumental tapi juga tidak boleh terlihat buruk.

Namun, bangunan hasil rancangan Sloth-Blauwboer itu melebihi ekspektasi. Harian Bataviaasch Nieuwsblad terbitan 2 Juni 1914 misalnya melaporkan bahwa stasiun itu adalah stasiun terindah di Hindia Belanda.

Stasiun yang diresmikan pada 1914 ini memiliki bangunan yang cukup besar. Bangunan Stasiun Tawang membentang sepanjang 175 meter. Ruang utamanya beratap kubah yang lapang mempunyai ukuran 20 meter X 18 meter.

Dikutip dari laman heritage.kai.id, keindahan bangunan Stasiun Tawang terlihat dari bangunan utamanya yang memiliki kubah besar berbentuk persegi dan atapnya ditutup dengan lapisan tembaga.

Di dalam bangunan utama stasiun merupakan hall dengan langit-langit tinggi yang ditopang empat kolom utama, sepintas mirip dengan bagian tengah pendopo joglo.

Interior hall dihiasi relief perunggu karya pemahat Willem Brouwer dari Leiderdorp. Di dalam hall itu terdapat tiga konter loket untuk penumpang membeli tiket.

Di sekeliling atap kubah terdapat jendela yang memberikan pencahayaan untuk hall, sehingga memperkuat kesan megah pada ruangan. Selain itu, jendela pada sekeliling kubah digunakan juga sebagai ventilasi udara.

Pencahayaan juga didapatkan dari jendela pada fasad bangunan utama yang terpasang kaca dari perusahaan J. H. Schouten di Den Haag.

Padahal, lokasi pembangunan stasiun tersebut berada di tanah yang berawa-rawa dan tanahnya tidak stabil. Perancangnya harus menanam pelat beton sebelum membangun stasiun di atas tanah itu. Stasiun Tawang juga sering dilanda banjir.

—-

Artikel ini telah naik di detikJateng dan bisa dibaca selengkapnya di sini.

Tinggalkan Balasan