Nenek Wong, Aktivis Pro-Demokrasi Hong Kong, Dipenjarakan

Seorang wanita tua yang kerap menjadi bagian dari protes demokrasi di Hong Kong akhirnya dijebloskan ke penjara, Rabu (13/7), sehari setelah pengadilan memenjarakan seorang aktivis lain berusia 75 tahun yang sakit parah.

Alexandra Wong, 66, yang dikenal sebagai “Nenek Wong”, hadir secara rutin pada aksi-aksi protes tiga tahun lalu. Saat berpartisipasi, ia biasanya mengibarkan bendera Inggris Union Jack. Pengadilan memutuskan ia harus dipenjara karena melakukan kegiatan berkumpul secara tidak sah. Jaksa menuduhnya berpartisipasi dalam dua pertemuan yang melanggar hukum pada 11 Agustus 2019 dan meneriakkan “kata-kata ofensif”. Aksi Wong yang mengibarkan bendera dan slogan-slogannya dituding mendorong berlangsungnya pertemuan ilegal.

Hakim Utama Adam Yim memenjarakan Wong selama delapan bulan dengan alasan “skala dan gangguan terhadap tatanan sosial” yang ditimbulkannya selama protes demokrasi.

Kegiatan berkumpul tanpa izin adalah salah satu dakwaan utama yang digunakan oleh jaksa terhadap para peserta demonstrasi besar dan terkadang penuh kekerasan yang mengguncang Hong Kong selama berbulan-bulan pada tahun 2019.

Alexandra Wong (kanan), aktivis yang dikenal sebagai Nenek Wong, memegang bendera Inggris Union Jack di luar Pengadilan Distrik di Hong Kong, 28 Mei 2021, saat sembilan aktivis pro-demokrasi menunggu hukuman mereka atas tuduhan pertemuan tanpa ijin.

Alexandra Wong (kanan), aktivis yang dikenal sebagai Nenek Wong, memegang bendera Inggris Union Jack di luar Pengadilan Distrik di Hong Kong, 28 Mei 2021, saat sembilan aktivis pro-demokrasi menunggu hukuman mereka atas tuduhan pertemuan tanpa ijin.

Lebih dari 2.800 orang telah dituntut karena pelanggaran terkait protes, sementara undang-undang keamanan yang diberlakukan oleh Beijing pada tahun 2020 sekarang secara efektif mengkriminalisasi perbedaan pendapat di Hong Kong.
Wong awal tahun ini mengaku tidak bersalah tetapi ia mengubah pembelaannya pada hari Rabu, hari pertama persidangannya.

Di ruang pengadilan, Wong yang berkacamata dan berambut abu-abu menunjukkan sikap membangkang dan mengkritik pemerintah Hong Kong sebagai “rezim otoriter”.
Ia juga mengulangi klaim sebelumnya bahwa ia telah diinterogasi dan ditahan oleh agen keamanan di daratan China selama hampir 14 bulan dan dipaksa untuk memberikan pengakuan tertulis dan difilmkan.

Wong menghilang di tengah aksi protes 2019. Ia kemudian muncul kembali dan mengaku ia dicegat sewaktu dalam perjalanan kembali ke Shenzhen, kota metropolis yang menghubungkan Hong Kong dan China daratan.
Ia menuduh bahwa ia ditahan di fasilitas penahanan di China daratan, dan kemudian diharuskan menjalani tahanan rumah secara de facto sampai ia kemudian diizinkan kembali ke Hong Kong.

Pada bulan April, Wong dihukum karena menghalangi seorang petugas polisi dalam kasus terpisah dan dijatuhi hukuman enam hari penjara dengan hukuman percobaan 18 bulan.

Pada Juli tahun lalu, ia dijatuhi hukuman satu bulan penjara setelah dia dinyatakan bersalah menyerang seorang penjaga keamanan di lobi Pengadilan Tinggi pada Januari 2019.

Pemenjaraan Nenek Wong terjadi sehari setelah pengadilan Hong Kong menjatuhkan hukuman sembilan bulan penjara kepada aktivis kawakan dan pasien kanker stadium akhir Koo Sze-yiu.

Koo didakwa mencoba melakukan kegiatan menghasut terkait rencana aksi protes yang gagal selama Olimpiade Musim Dingin Beijing. [ab/uh]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan