Bank DBS Indonesia, Mengarah ke Intelligent Banking dan Blockchain

Launching  Digibank by DBS (Foto Istimewa).
Launching Digibank by DBS (Foto Istimewa).

Di sektor perbankan, Bank DBS Indonesia boleh dikatakan termasuk rombongan awal yang melangkah ke digital. Tahun 2017, DBS melakukan digitalisasi pada berbagai produknya dengan meluncurkan Digibank by DBS.

Erline Diani, Head of Digibank, mengatakan, persiapan Digibank tersebut bahkan telah dilakukan sejak 2016. “Jadi, sekarang sudah memasuki tahun ke-5. Bisa dibilang, kami termasuk pelopor,” ujarnya.

Jika menggunakan kacamata bisnis bahwa perusahaan perlu terus memperluas pasar, Erline menyatakan, digitalisasi yang dilakukannya merupakan bagian dari upaya tersebut. “Saat itu kalau mau memperbesar pangsa pasar, pilihannya hanya dua: perbanyak cabang atau melalui ranah digital,” katanya. DBS pun memilih yang kedua karena lebih sustainable dibandingkan memperbanyak cabang yang memakan waktu dan biaya lebih mahal.

Hal ini membuat bank yang sekarang dipimpin oleh Paulus Sutisna ini lebih siap saat menghadapi situasi pandemi, ketika masyarakat lebih senang melakukan banyak hal melalui aplikasi digital. Di tengah pandemi tahun 2021 pun DBS meluncurkan produk untuk reksa dana di Digibank.

Husin Hartono, Head of Global Transaction Service (GTS) Bank DBS Indonesia
Erline Diani, Head of Digibank.

Erline menjelaskan, DBS melakukan transformasi digital ini secara bertahap. Pada tahap awal, yang disasar mulai dari layanan everyday banking, seperti pembukaan rekening, hingga yang terkini, yaitu produk investasi seperti obligasi, reksa dana, deposito, dan rekening mata uang asing. Berkat digitalisasi, katanya, produk yang tadinya hanya untuk nasabah prioritas sekarang sudah bisa didemokratisasikan kepada banyak orang.

Tahap selanjutnya, produk untuk spend seperti aplikasi kartu kredit. Berbagai pengaturan kartu kredit, antara lain mengubah PIN, mengonversi cicilan, dan mengetahui reward poin, bisa melalui platform Digibank, tidak harus melalui customer center bank lagi.

“Prosesnya cukup cepat dan setelah di-approved akan langsung terima virtual credit card yang bisa langsung digunakan sembari menunggu kartu fisiknya datang,” kata Erlin. Lalu, pada aspek borrow, seperti untuk KTA, juga sudah disediakan di Digibank.

“Jadi, intinya untuk semua simple product sudah tersedia di Digibank. Mungkin hanya beberapa produk yang sifatnya sangat kompleks atau kasus tertentu saja yang masih harus offline, tapi ini hanya sedikit, sekitar 10% saja,” katanya.

Husin Hartono, Head of Global Transaction Service (GTS) Bank DBS Indonesia, menambahkan, dalam melakukan digitalisasi dalam rangka kesiapan industri 4.0 ini, DBS mengembangkan teknologi API (Application Programming Interface). “Kami menamakannya API RAPID by DBS,” ujar Husin. Pihaknya membangun secara in-house yang juga dipergunakan di beberapa negara operasional DBS, sehingga bisa lebih fleksibel dibandingkan jika bekerjasama dengan pihak luar.

Dengan berbagai fungsi API, pihaknya bisa memuluskan program Live More Bank Less yang memiliki misi menjadikan DBS banking berada dalam keseharian nasabah. Husin mencontohkan pada segmen korporasi, terutama untuk payment, yang sudah bisa memfasilitasi QRIS, yang diberi nama DBS MAX QRIS, sebuah layanan penyelesaian kredit secara real time dengan scan and pay. Begitu pula pada fasilitas pembayaran BI-Fast terbaru.

Pengembangan API ini juga memungkinkan DBS memasuki area bisnis baru di era 4.0 ini, yakni open banking. API milik DBS mampu membantu konsumen dalam pembayaran kartu kredit di e-commerce. “Sekarang kan orang bisa bayar kartu kredit dengan mengambil dari wallet mereka di e-commerce, nah… di belakangnya itu menggunakan API-nya DBS: Payment Powered by DBS. Inilah yang termasuk memunculkan suatu bisnis baru. DBS sudah menjalankannya sejak dua tahun lalu,” Husin menjelaskan.

Sejalan dengan itu, Erline menambahkan, melalui teknologi ini pihaknya bisa menggarap inorganic growth, yakni terus mencari peluang bersama mitra untuk bisa bermain as a service. Ini dilakukan untuk menyambut tren saat ini ketika perbankan berada di belakang, bukan lagi di depan. “Yang di depan bisa jadi adalah partner kami. Salah satu contoh yang sudah mulai yaitu seputar join financing, di mana kami memberi pengucuran dana, tetapi yang berada di depan adalah partner fintech kami,” katanya.

Di sisi lain, transformasi digital yang telah dijalankan ini turut membuat DBS Indonesia bisa melangkah dengan lincah (agile). Bagi DBS, agile working merupakan prinsip berkembang yang mampu melakukan perbaikan terus-menerus. Dalam hal ini, artinya mampu terus menyempurnakan layanan atau produk yang mengikuti kebutuhan pasar dan pelanggan yang terus bertambah.

Husin Hartono, Head of Global Transaction Service (GTS) Bank DBS Indonesia.

“Kami selalu memperhatikan apa saja perkembangan terbaru, dan meluncurkan layanan yang bisa cepat diadopsi market. Menurut kami, ini semua termasuk agile juga,” kata Husin.

Erline menyatakan, langkah digitalisasi ini memberikan dampak positif bagi perusahaan. Salah satunya, lebih leluasa dalam membidik target pasar pada segmen consumer banking. “Dulu jika ingin bermain dari pasar emerging affluent ke mass market atau sebaliknya, membutuhkan infrastruktur yang lebih rumit dan membutuhkan pembentukan people lagi. Sekarang infrastrukturnya sudah tersedia sehingga kami bisa lebih fleksibel,” tuturnya.

Adapun pada digibank by DBS saat ini, kata Erline, terdapat sekitar 700 ribu rekening aktif. Sementara itu, transaksi digital pada segmen corporate banking, menurut Husin, meningkat 35% dari tahun 2020 ke 2021.

Setelah berhasil mendigitalisasi produk-produk perbankannya, Bank DBS fokus mengembangkan kemampuan untuk memberikan personalized service ke nasabah. “Kami menyebutnya intelligent banking. Artinya, kami sekarang bukan hanya menyediakan produk secara digital, tetapi juga fokus pada pengalaman perbankan nasabah,” ungkap Erline. Di sini, DBS mengombinasikan data science dan analytics, lalu mempelajari kebutuhan customer, mengoversi data tersebut secara personal, untuk kemudian menghadirkannya ke nasabah di waktu dan saat yang tepat.

Di luar itu, mereka juga sedang memantau perkembangan model terkini, yaitu pada teknologi blockchain yang dikabarkan memiliki unsur transparansi yang lebih tinggi. Husin mengatakan, tidak tertutup kemungkinan untuk memasuki area itu jika memang nanti demand akan meningkat di sana.

“Belakangan ini kan hal-hal tersebut sedang dibicarakan pada teknologi blockchain. DBS sedang memperhatikan ke sana juga. Jadi, saya melihat 4.0 ini adalah suatu proses yang tidak akan berhenti, selalu akan ada upgrade,” kata Husin. (*)

Yosa Maulana

www.swa.co.id


Artikel ini bersumber dari swa.co.id.

Tinggalkan Balasan