Paus Fransiskus hari Minggu (17/7) kembali menyerukan perdamaian di Ukraina dan menyampaikan kedekatannya dengan rakyat Sri Lanka yang sedang mengalami gejolak politik, dengan menyerukan “seluruh pihak untuk mencari solusi damai pada krisis saat ini demi rakyat – terutama warga miskin – dan menghormati hak semua pihak.”
Namun secara khusus Paus mengisyaratkan rencana perjalanannya selama tujuh hari ke Kanada mulai 24 Juli mendatang. Ia memohon doa untuk melakukan apa yang disebutnya sebagai “penitential pilgrimage” atau “perjalanan untuk memohon ampun atas dosa-dosa yang telah dilakukan.”
“Sayangnya banyak umat Kristiani di Kanada, termasuk sebagian anggota lembaga keagamaan, yang berkontribusi pada kebijakan asimilasi budaya yang pada masa lalu justru merusak komunitas pribumi dengan beragam cara,” ujar Paus ketika berbicara dari jendela balkon yang menghadap ke Lapangan Santo Petrus, Vatikan.
“Mengingat hal itu, baru-baru ini di Vatikan saya menerima beberapa kelompok dan perwakilan masyarakat adat yang menunjukkan kesedihan dan rasa solidaritas mereka atas kejahatan yang mereka derita. Dan kini saya akan melakukan perjalanan pertobatan, yang saya harap dengan rahmat Tuhan, akan berkontribusi pada upaya pemulihan dan rekonsiliasi yang telah dimulai,” ujar Paus, yang juga meminta umat beriman untuk “menemani lawatannya dengan doa.”
Ketika bertemu dengan perwakilan masyarakat adat pribumi di awal musim semi lalu, Paus menyampaikan permintaan maaf atas pelanggaran yang dilakukan di sekolah-sekolah asrama yang dikelola oleh gereja. Dalam sejarah, permintaan maaf ini belum pernah dilakukan sebelumnya.
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Kanada (Canada’s Truth and Reconciliation Commission) meminta Paus untuk menyampaikan permintaan maaf kepausan di Kanada.
Lebih 150.000 Anak Warga Asli Diisolasi
Sejak abad ke-19 hingga tahun 1970an, lebih dari 150.000 anak-anak pribumi di Kanada dipaksa mengikuti sekolah-sekolah Kristen yang didanai negara guna mengisolasi mereka dari rumah dan kebudayaan mereka. Tujuannya adalah mengkristenkan dan mengasimilasi mereka ke dalam masyarakat arus utama yang oleh pemerintah Kanada sebelumnya dinilai lebih unggul.
Pemerintah Kanada telah mengakui bahwa kekerasan fisik dan seksual merajalela di sekolah-sekolah asrama itu, dan bahwa para siswa kerap dipukuli karena berbicara dalam bahasa ibu mereka.
Para pemimpin adat mengatakan warisan pelecehan dan pemisahan keluarga ini adalah akar penyebab tingginya angka kecanduan alkohol dan narkoba di tempat-tempat penampungan di Kanada. [em/jm]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.