Publik sampai saat ini masih bertanya-tanya apakah draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang beredar saat ini asli atau tidak setelah diserahkan oleh pemerintah kepada DPR. Komite Keselamatan Jurnalis akhirnya melayangkan surat permohonan keterbukaan informasi publik kepada DPR untuk menjawab keraguan draf RKUHP yang beredar saat ini.
“Kami dari Komite Keselamatan Jurnalis akan segera melayangkan surat permohonan keterbukaan informasi publik terkait dengan draf final (RKUHP) yang sudah diserahkan oleh pemerintah kepada DPR pada bulan ini,” kata anggota Komite Keselamatan Jurnalis, Zaky Yamani, Senin (18/7).
Menurut Zaky, upaya untuk meminta kepada pemerintah agar membuka draf RKUHP yang asli selama ini juga tak membuahkan hasil. Pemerintah bersikukuh tidak akan membuka draf RKUHP kepada publik sebelum diserahkan kepada DPR. Sikap mereka membuat publik bertanya-tanya tentang isi draf RKUHP.
“Kita ingat tahun 2019 begitu ramai bahkan sampai jatuh korban dalam aksi menentang RKUHP ini. Rupanya kejadian pada tahun 2019 tidak cukup menjadi contoh bagi pemerintah bahwa keterlibatan bermakna dari publik sangat penting dalam menyusun sebuah undang-undang yang berdampak luas pada publik sampai ke level personal,” ucapnya.
Zaky menilai seharusnya pemerintah sejak awal membagikan draf final RKUHP kepada publik agar tidak menimbulkan kegelisahan pada masyarakat. Itu perlu dilakukan agar publik memiliki kesempatan untuk mengkritik dan memberi masukan tentang RKUHP.
“Pelibatan yang bermakna ini sama sekali ditutup oleh pemerintah. Saat itu pemerintah hanya melakukan rangkaian diskusi yang dianggap sebagai partisipasi bermakna bagi publik. Itu dari sisi pemerintah. Tapi dari sisi kami sebagai masyarakat sipil, itu saja tidak cukup. Walaupun sudah melakukan berbagai diskusi, draf tersebut tidak dibagikan kepada publik,” ujarnya.
Komite mengajukan surat permohonan keterbukaan informasi publik juga karena tidak ada satu pun pernyataan dari pemerintah maupun DPR bahwa draf final yang beredar itu memang sesuai.
“Kami mengajukan permohonan keterbukaan informasi publik kepada DPR agar memberikan secara resmi draf itu supaya kami bisa melihat apakah sama dengan yang dipegang oleh publik. Sehingga kami punya ruang untuk berpartisipasi kembali untuk mengkritik, membaca, dan memberi masukan, dengan draft yang sama-sama sahih,” jelas Zaky.
Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM), Beka Ulung Hapsara, mendukung upaya Komite Keselamatan Jurnalis melayangkan surat permohonan keterbukaan informasi publik kepada DPR terkait draf RKUHP.
“Ini penting karena bukan hanya kita bisa mendiskusikan draf tersebut dengan lebih baik, tapi juga dari perspektif HAM. Hak atas informasi juga bagian dari HAM. Menjadi tanggung jawab negara untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi,” ucapnya.
Beka melanjutkan, saat ini Komnas HAM masih mengkaji sejumlah aspek yang ada di dalam RKUHP. Beberapa di antaranya adalah hukum yang hidup dalam masyarakat, pidana mati, kebebasan sipil, pidana kesusilaan, dan tindak pidana khusus.
“Terkait dengan draf (RKUHP) yang terakhir, saat ini kami masih mengkajinya. Sebentar lagi akan mengeluarkan hasil kajian dan rekomendasi terkait dengan proses pembahasan RKUHP,” katanya.
Sejatinya, RKUHP yang nantinya akan disahkan, diharapkan mampu melindungi kebebasan sipil. Bukan malah menjadi acuan untuk menghukum kesalahan publik.
“Penting sebenarnya bagaimana RKUHP semangatnya bukan menghukum tapi justru kemudian bagaimana melindungi kebebasan sipil yang memang sudah susah payah kita raih. RKUHP harus dikembalikan lagi semangatnya untuk perlindungan kebebasan sipil,” pungkas Beka. [aa/ka]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.