Putin Kunjungi Iran, Perjalanan Pertama ke Luar Negeri Sejak Invasi Ukraina

Presiden Rusia Vladimir Putin melawat ke Teheran pada Selasa (19/7) untuk menemui pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, dalam perjalanan luar negeri pertamanya sejak menginvasi Ukraina.

Putin menganggap upaya Barat untuk melumpuhkan ekonomi Rusia dengan menjatuhkan sanksi terberat dalam sejarah modern itu sebagai deklarasi perang ekonomi. Ia mengatakan, Rusia kini berpaling dari Barat ke China, India dan Iran.

Hanya tiga hari setelah Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyelesaikan lawatannya ke Arab Saudi, pemimpin Rusia itu tiba di Teheran untuk menggelar pertemuan kelimanya dengan Khamenei, pemimpin tertinggi Iran kedua yang berkuasa sejak 1989.

“Komunikasi dengan Khamenei sangatlah penting,” kata Yuri Ushakov, penasihat kebijakan luar negeri Putin, kepada wartawan di Moskow. “Dialog yang penuh rasa percaya di antara mereka telah berkembang pada isu-isu paling penting dalam agenda bilateral dan internasional.”

Lawatan Putin ke Iran akan terjadi secara bersamaan dengan kunjungan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Keduanya lantas akan bertemu di ibu kota Iran itu untuk mendiskusikan sebuah kesepakatan untuk melanjutkan ekspor gandum Ukraina di Laut Hitam, serta membahas ancaman Erdogan untuk meluncurkan operasi lainnya di utara Suriah, yang ditentang Moskow.

Di Suriah, Rusia dan Iran menang atas Barat berkat dukungan mereka terhadap Presiden Bashar al-Assad. Barat sudah berulang kali menyerukan penggulingan al-Assad sejak perang saudara Suriah pecah pada 2011.

Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu dengan pemimpin tertinggi di Iran Ayatollah Ali Khamenei di Teheran, Iran, pada 23 November 2015. (Foto: Sputnik/Kremlin via Reuters/Alexei Druzhinin)

Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu dengan pemimpin tertinggi di Iran Ayatollah Ali Khamenei di Teheran, Iran, pada 23 November 2015. (Foto: Sputnik/Kremlin via Reuters/Alexei Druzhinin)

Pemimpin Kremlin berusia 69 tahun itu baru melakukan sedikit perjalanan ke luar negeri dalam beberapa tahun terakhir akibat pandemi COVID-19 dan krisis yang dipicu oleh invasinya ke Ukraina sejak 24 Februari lalu. Perjalanan luar negerinya yang terakhir, ke China, dilakukan pada Februari lalu.

Dengan menjadikan kunjungan ke Republik Islam itu sebagai perjalanan luar negeri pertamanya sejak perang di Ukraina, Putin mengirimkan pesan yang jelas kepada Barat bahwa Rusia akan berusaha membangun hubungan dengan Iran, musuh AS sejak Revolusi 1979.

Sebelum berangkat, juru bicara Putin, Dmitry Peskov, mengatakan bahwa Rusia dan Iran telah lama dikenai sanksi Barat, yang disebutnya sebagai harga yang harus dibayar dari sebuah kedaulatan.

Bagi Teheran, membangun hubungan dengan Rusia di bawah kepemimpinan Putin merupakan cara untuk menyeimbangkan pengaruh AS dan aliansinya di seantero wilayah Teluk dengan para penguasa Arab dan Israel. Putin rencananya akan bertemu dengan Presiden Iran Ebrahim Raisi yang terpilih tahun lalu.

Didorong oleh harga minyak yang tinggi, Teheran bertaruh bahwa dukungan Rusia itu dapat menekan Washington sehingga mau menawarkan kelonggaran dalam upaya menghidupkan kembali kesepakatan nuklir tahun 2015.

Meski demikian, semakin dekatnya hubungan Rusia dengan Beijing telah menyebabkan pengurangan ekspor minyak mentah Iran ke China secara signifikan, yang notabene merupakan sumber pendapatan utama Iran semenjak mantan Presiden AS Donald Trump memberlakukan kembali sanksi pada 2018. [rd/em]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan