DPR Amerika Serikat pada hari Selasa (19/7) menyetujui rancangan undang-undang yang melindungi pernikahan sesama jenis dan antarras di tengah kekhawatiran bahwa putusan Mahkamah Agung AS yang mencabut hak konstitusional warga Amerika untuk melakukan aborsi juga dapat memberangus hak-hak konstitusional warga lainnya yang dikritik oleh banyak warga Amerika konservatif.
Dalam perdebatan sengit – tapi berat sebelah – di DPR, anggota Partai Demokrat secara intens mendukung jaminan kesetaraan pernikahan dalam hukum federal, sementara anggota Partai Republik menghindari penolakan pernikahan sesama jenis secara terang-terangan. Beberapa di antara mereka justru menggambarkan RUU itu sebagai legislasi yang tidak penting di tengah berbagai masalah yang dihadapi Amerika.
Pemungutan suara terhadap RUU tersebut – dengan hasil 267-157 – sebagiannya merupakan strategi politik, di mana seluruh anggota DPR, baik dari Partai Republik maupun Demokrat, menunjukkan kepada publik pandangan politik mereka terkait isu pernikahan sesama jenis. Hal itu juga dilakukan sebagai tanggapan terhadap keputusan MA yang mencabut hak aborsi, yang mengancam hak-hak lainnya.
Khawatir akan dampak politik yang muncul menjelang pemilihan sela Kongres AS, para pemimpin Partai Republik tidak mengarahkan anggotanya untuk menolak RUU itu sesuai dengan prinsip partai, kata sejumlah pembantu mereka. Puluhan anggota Partai Republik lantas bergabung dengan mitra mereka di Partai Demokrat untuk mendukung pelolosan RUU itu.
Meski RUU Penghormatan Perkawinan itu gol di DPR, yang mayoritasnya Partai Demokrat, kini RUU itu juga harus gol di level Senat AS untuk bisa disahkan sebagai undang-undang. Akan tetapi, kemungkinan sebagian besar senator Partai Republik akan bergabung dalam upaya filibuster – semacam taktik untuk menunda – untuk memblokir pengesahan RUU itu. Legislasi itu sendiri merupakan satu dari sejumlah RUU yang diajukan Demokrat untuk menjamin aborsi dan hak-hak lainnya yang belakangan dipertanyakan.
Pemerintahan Biden pun mengeluarkan pernyataan yang mendukung RUU tersebut.
Jajak pendapat menunjukkan mayoritas warga Amerika lebih suka mempertahankan hak untuk menikah dengan siapa pun yang diinginkan, terlepas dari jenis kelamin, gender, ras ataupun etnis – sebuah perubahan dalam adat istiadat modern menuju inklusivitas.
Jajak pendapat Gallup Juni lalu menunjukkan dukungan luas dan meningkat terhadap pernikahan sesama jenis, di mana 70% penduduk dewasa di Amerika menilai pernikahan itu harus diakui secara sah di mata hukum.
Jajak pendapat itu menunjukkan dukungan dari pendukung Demokrat sebesar 83 persen dan pendukung Republik sebesar 55 persen.
Persetujuan terhadap pernikahan antarras di Amerika sendiri mencapai rekor dalam enam dekade terakhir, yaitu 94 persen pada bulan September, menurut Gallup. [rd/rs]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.