Penembak misterius (petrus) pada masa Orde Baru termasuk salah satu peristiwa kelam yang tidak bisa dilupakan sebagian masyarakat Indonesia, termasuk oleh korban petrus yang selamat.
Petrus penembak misterius merupakan kekejaman Orde Baru pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Orang-orang yang dituduh preman atau gali (gabungan anak liar), ditangkap dan dibunuh oleh orang yang tidak dikenal atau misterius.
Para korban petrus biasanya akan tergeletak di jalan, kolong jembatan, hingga solokan dengan kondisi memprihatinkan dan ciri-ciri yang hampir sama.
Hal tersebut rupanya disengaja agar para penjahat atau preman menyaksikan sendiri keganasan petrus.
Namun, Soeharto dalam buku otobiografi “Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya”, dia menolak bahwa kejadian tersebut misterius.
Soeharto mengatakan bahwa aksi yang disebut petrus oleh masyarakat itu mampu memberikan efek jera karena orang-orang jahat itu dianggap sudah bertindak melebihi batas perikemanusiaan.
“Dengan sendirinya kita harus mengadakan treatment, tindakan tegas dengan kekerasan namun bukan dengan tembakan dor! dor! dor! begitu saja, bukan!” katanya.
Dari sekian banyak korban di sejumlah daerah, ada sebuah cerita dari salah satu korban petrus yang selamat.
Begini kisahnya…
Kisah Korban Petrus yang Selamat
Pria bernama Gathi adalah sosok korban petrus yang selamat.
Saat itu, dia masih berusia 35 tahun dan menjabat sebagai Ketua Fajar Menyingsing.
Fajar Menyingsing adalah organisasi himpunan mantan narapidana se-Jawa Tengah dan Yogyakarta dengan jumlah anggota 6.000-an orang.
Bathi mengatakan pada periode 1983 sampai 1985, sebanyak 900 temannya meninggal karena sosok petrus.
“Ada yang ditemukan 12 peluru di tubuhnya, ada pula yang tewas karena ditembak mulutnya, mayatnya ada yang dibuang di jalan dan kebanyakan diletakkan di depan rumah korban masing-masing,” ujarnya melansir jabar.tribunnews.com.
Pada 1983, rumah Bathi di Semarang didatangi sekelompok orang dan istrinya yang hamil ditodong senjata laras panjang.
Rumahnya kemudian digeledah, tapi orang-orang itu tidak berhasil menemukan Bathi.
Usai kejadian tersebut, Bathi kabur dan bersembunyi di berbagai tempat.
Bahkan, dia lari sampai ke Malaysia, Singapura, hingga Brunei untuk menghindari algojo petrus.
“Saya punya paspor lima dengan nama yang berbeda-beda,” ujar Bathi.
Bahkan, dia nekad bersembunyi di Gunung Lawu selama satu setengah tahun.
Pada suatu waktu, ketika dia akan lari ke Blora, kejadian mencekam pun terjadi.
Karung Berisi Korban Petrus
Kisah korban petrus yang selamat ini berlanjut saat dia mencegat kendaraan lewat yang hendak menuju Blora.
Saat hari sudah malam, sebuah mobil pikap pengangkut sayuran berhenti di depan matanya.
Ketika hendak menumpang, rupanya ada sejumlah orang bersenjata laras panjang dan karung-karung pada mobil tersebut.
“Jangan diduduki karung itu, Mas. Itu kepala manusia,” ujar salah satu orang saat Bathi hendak duduk di atas karung.
Bathi kemudian menyadari bahwa karung itu berisi para gali yang akan dieksekusi.
Menurut kesaksian Bathi, karung-karung itu diturunkan lalu ditembak dan dibiarkan di hutan di depan matanya.
“Setelah 10 kilometer dari Rembang, jegar-jeger, dua kilometer, jegar-jeger lagi. Seingat saya, ada tujuh orang yang dieksekusi,” kata Bathi.
Beruntung bagi Bathi, meski dia korban petrus yang selamat, akan tetapi kejadian tersebut tidak bisa terlupakan.
***
Semoga bermanfaat.
Simak informasi lainnya di Berita 99.co Indonesia.
Kalau sedang cari rumah, pastikan cek di www.99.co/id dan rumah123.com.
Dapatkan kemudahan untuk memenuhi kebutuhan properti karena kami selalu #AdaBuatKamu.
Yuk, temukan hunian favorit dan terjangkau salah satunya Grand Citra Residence!
Artikel ini bersumber dari www.99.co.