tribun-nasional.com – di Indonesia masih menjadi salah satu masalah yang belum terselesaikan secara tuntas.
Berdasarkan Survei Status Gizi di Indonesia (SSGI) di tahun 2022, angka stunting cenderung bergerak turun menjadi 21,6 persen dari sebelumnya di angka 24,4 persen.
Akan tetapi angka tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa stunting masih menjadi masalah kesehatan yang cukup serius untuk ditangani baik dari segi pemerintah hingga masyarakat umum.
Dalam kasus stunting di Indonesia, ada beberapa hal yang memainkan peran penting untuk , yaitu pemenuhan protein hingga keharmonisan suami istri dalam pengasuhan anak.
Pemenuhan protein bisa mencegah stunting
adalah kondisi kekurangan gizi pada anak di 1.000 hari pertama kehidupan.
Jika di dalam periode emas pertumbuhan anak tidak mendapatkan gizi yang cukup, dampaknya dapat berpengaruh pada perkembangan anak secara keseluruhan.
Misalnya saja, bayi pada usia 0-6 bulan bisa mendapatkan kebutuhan protein yang cukup melalui ASI, dalam hal ini sang ibu perlu mememerhatikan angka kebutuhan gizi yang dikonsumsi.
Kemudian ketika masuk periode atau 6 bulan, asupan gizi anak perlu mencakup nutrisi adekuat lengkap dari makanan sehari-hari, termasuk salah satunya protein.
Protein dari makanan sehari-hari ini dapat berasal dari sumber hewani dan nabati.
“Pemenuhan sumber protein tetap sesuai dengan kebutuhan gizi tubuh seseorang agar mencapai kesehatan yang optimal terutama buat anak untuk masa pertumbuhan dan perkembangan,”
Demikian kata dr. Marya Haryono, M.Gizi, Sp.GK, FINEM, dalam media brief , belum lama ini.
Namun pada tahun ini, pemerintah mengimbau masyarakat untuk memenuhi asupan sumber demi mencegah stunting, yang juga menjadi tema besar di Hari Gizi Nasional 2023.
Lantas, mengapa kebutuhan protein hewani menjadi begitu penting untuk diperhatikan dalam mencegah stunting?
Menurut dr. Marya, pemenuhan protein hewani dapat membantu pembentukan otot, menjaga massa otot, lebih mudah dicerna oleh tubuh.
“Asam amino esensial ini dominan didapat dari sumber protein hewani. Mudahnya, asam amino esensial lebih mudah dicerna oleh tubuh,” kata dr. Marya.
Protein hewani membantu mengoptimalkan tumbuh kembang anak secara keseluruhan yang tidak cuma fisik, tapi juga perkembangan otak.
Beberapa contoh asupan protein hewani adalah putih telur, ikan, ayam, daging merah, hingga susu.
Sedangkan pada anak dengan kondisi tertentu seperti alergi, atau laktosa intolerant dan lain sebagainya yang tidak bisa mengonsumsi protein hewani, pemenuhan protein dari sumber nabati dapat dipertimbangkan.
Sejumlah asupan protein nabati di antaranya bisa didapat dari tahu, tempe, maupun kacang-kacangan.
“Intinya semua sumber protein bermanfaat baik bagi tubuh manusia. Memang ada perbedaan antara protein hewani dan nabati.”
“Khusus bagi yang hanya bisa mengonsumsi sumber nabati, sebaiknya harus konsultasi khusus ke dokter supaya terhindar dari risiko defisiensi nutrisi dan penyakit lainnya,” papar dr. Marya.
Dengan mencukupi asupan protein di 1.000 hari kehidupan pertama, anak dapat terhindar dari masalah stunting.
Artinya anak dapat terhindar dari gangguan pertumbuhan tinggi badan, perkembangan otak sampai kemampuan kognitifnya sampai ia tumbuh dewasa.
Keharmonisan rumah tangga mencegah stunting
juga dapat disebabkan oleh banyak hal, yang tak cuma kecukupan gizi, tapi juga keharmonisan rumah tangga.
Kata dokter Marya, faktor yang satu ini dapat memberikan dampak tidak langsung.
Alasannya adalah hubungan orang tua yang tidak harmonis cenderung mengalami stres sehingga akhirnya berdampak pada pola asuh dan pola makan anak.
Hal inilah yang kemudian mendorong terjadinya stunting pada anak-anak mereka.
“Keharmonisan suami istri bisa tingkatkan risiko stunting, iya, tetapi tidak secara langsung.”
“Sebab banyak faktor yang bisa menyebabkan terjadinya stunting, salah satunya bisa jadi itu,” jelas dokter Marya.
Hal ini juga didukung oleh sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PLOS ONE di tahun 2021.
Studi tersebut menggunakan survei Riset Kesehatan Dasar Indonesia di 2013, yang menunjukkan bahwa hubungan orangtua yang tidak harmonis berkaitan dengan penurunan tumbuh kembang anak.
Kondisi tersebut menyebabkan orang tua kurang fokus (dalam merawat anak), merasa lelah, dan psikomotorik yang lemah, hal itu kemudian memengaruhi pola makan anak.
Akibatnya anak cenderung mengalami stunting meski penelitian ini memperlihatkan kejadian stunting di angka ringan hingga sedang.
Untuk itu, dr. Marya menyarankan agar orang tua dapat memenuhi nutrisi harian anak hingga memperbaiki hubungannya dalam keluarga bila ada masalah.
” Stunting merupakan kondisi yang tidak bisa diubah dan berpotensi menurun ke generasi selanjutnya jika tidak ada intervensi sejak dini,” pungkas dokter Marya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.