tribun-nasional.com – PT Pelabuhan Indonesia (Persero) (Pelindo) berupaya memperbaiki ekosistem kepelabuhanan di Indonesia. Teranyar, PT Pelindo Terminal Petikemas tengah mempersiapkan kajian terkait kemungkinan menjadikan TPK Sorong sebagai pusat aktivitas (hub) peti kemas di wilayah Indonesia Timur.
Adapun penyiapan TPK Sorong disebut sebagai salah satu upaya dalam mendukung efektivitas distribusi logistik. Corporate Secretary PT Pelindo Terminal Petikemas Widyaswendra pun mengatakan penyiapan TPK Sorong sebagai pusat aktivitas peti kemas dapat mendorong efektifitas pengiriman ke wilayah Indonesia Timur.
Sebab, kata Widyaswendra, selama ini beberapa perusahaan pelayaran masih menggunakan kapal berkapasitas 600-1.000 TEUs untuk pengiriman peti kemas, yang harus singgah di beberapa pelabuhan sebelum tiba di pelabuhan tujuan akhir. Untuk itu, adanya terminal peti kemas diharapkan pengiriman peti kemas dapat dilakukan dengan kapal dengan ukuran lebih besar.
“Ada lebih dari satu perusahaan pelayaran yang memiliki jangkauan hingga ke Indonesia Timur, kami dorong untuk dapat berkolaborasi. Peti kemas dari Jakarta atau Surabaya diangkut dengan kapal kapasitas 1.500-3.000 teus sampai ke TPK Sorong, setelah itu didistribusikan ke pelabuhan lain yang dalam jangkauan dengan kapal berukuran lebih kecil,” kata Widyaswendra dalam keterangan tertulis, Selasa (14/2)/2023.
Widyaswendra menilai konsep tersebut dapat berdampak pada efisiensi biaya pengiriman peti kemas. Soal nilai efisiensi, ia pun mengatakan saat ini perseroan tengah melakukan proses kajian yang lebih mendalam.
Sementara terkait progres menjadikan TPK Sorong sebagai pusat aktivitas peti kemas, Widyaswendra menyebut pihaknya juga akan melakukan sejumlah transformasi lanjutan maupun investasi. Hal ini bertujuan untuk menyiapkan fasilitas dan layanan yang terbaik bagi pengguna jasa.
Adapun kajian ini meliputi analisa rute eksisting yang saat ini menjadi jalur kapal peti kemas, analisa kawasan pendukung dan penyangga (hinterland), analisa konsolidasi muatan, hingga analisa usulan desain rute baru.
Widyaswendra menyampaikan arus peti kemas di TPK Sorong pada periode 2022 lalu tercatat sebanyak 48.048 TEUs. Beberapa pelabuhan yang masuk dalam jangkauan terdekat seperti TPK Jayapura sebanyak 95.431 TEUs, Pelabuhan Nabire 31.138 TEUs, Pelabuhan Bintuni 11.100 TEUs, Pelabuhan Manokwari 40.982 TEUs, Pelabuhan Biak sebanyak 13.376 TEUs.
“Potensi arus peti kemas ketika TPK Sorong nantinya sekitar 243.000 TEUs. Saat ini kami sedang dalam proses kajian yang lebih menyeluruh, termasuk juga melibatkan para pengguna jasa. Hal ini untuk membuat keputusan yang lebih tepat sehingga program yang direncanakan dapat memberikan manfaat bagi industri kepelabuhanan dan pelayaran di Indonesia,” sambungnya.
Sementara itu, Dosen Teknik Sistem Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Saut Gurning menjelaskan penyiapan TPK Sorong sebagai pusat aktivitas peti kemas di Indonesia Timur memang sangat dibutuhkan. Terlebih Indonesia merupakan negara kepulauan.
Saut mengungkapkan adanya pelabuhan sebagai hub dan penggunaan kapal berkapasitas besar akan meningkatkan jumlah kunjungan kapal dan jumlah peti kemas yang dapat diangkut oleh kapal. Dengan demikian, hal ini akan berdampak pada biaya logistik secara bertahap. Pasalnya, model pengangkutan yang berjalan saat ini dengan banyak rute pelabuhan dan jumlah peti kemas yang terbatas menjadi salah satu faktor biaya logistik di Indonesia Timur cukup tinggi.
Terkait hal ini, Saut juga menyoroti soal faktor biaya tinggi lainnya. Salah satunya mengenai muatan yang kembali dari wilayah timur ke wilayah barat yang masih didominasi oleh peti kemas kosong.
Menurutnya, salah satu hal yang memungkinkan saat ini adalah penyiapan fasilitas konsolidasi untuk komoditas hasil tangkapan laut yang berpotensi cukup tinggi. Saut juga menilai keberadaan pusat aktivitas peti kemas di Indonesia Timur tidak menutup kemungkinan dapat menjadi area persinggahan (transhipment) bagi peti kemas luar negeri yang melayani rute Jepang-Australia maupun rute luar negeri lainnya.
“Tantangan terbesar memang berkaitan dengan muatan yang kembali dari timur. Namun dengan konsep penggunaan kapal besar (mother vessel) dari Jakarta atau Surabaya ke Sorong setidaknya dapat membantu dalam menekan biaya logistik, tentunya hal ini perlu dilakukan kajian secara menyeluruh untuk mengetahui tingkat efisiensi yang dihasilkan,” pungkasnya.