tribun-nasional.com – Harga minyak turun di perdagangan Asia pada Selasa sore, setelah pemerintah AS mengatakan akan merilis lebih banyak minyak mentah dari Cadangan Minyak Strategis (SPR) seperti yang diamanatkan oleh anggota parlemen, bertentangan dengan ekspektasi dari beberapa pedagang bahwa pelepasan cadangan dapat dibatalkan atau ditunda.
Minyak mentah berjangka Brent merosot 43 sen atau 0,5 persen, menjadi diperdagangkan di 86,18 dolar AS per barel pada pukul 07.30 GMT. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS terpangkas 71 sen atau 0,89 persen, menjadi diperdagangkan pada 79,43 dolar AS per barel.
Departemen Energi AS (DoE) mengatakan setelah sesi sebelumnya berakhir akan menjual 26 juta barel minyak dari SPR, rilis yang kemungkinan akan mendorong cadangan ke level terendah sejak 1983.
“Pedagang energi mengharapkan untuk mendengar berita tentang mengisi ulang SPR dan tidak memanfaatkannya untuk pasokan lebih banyak,” kata Edward Moya, seorang analis di OANDA.
DoE telah mempertimbangkan untuk membatalkan penjualan tahun fiskal 2023 setelah pemerintahan Presiden AS Joe Biden tahun lalu menjual rekor 180 juta barel dari cadangan. Tapi itu akan membutuhkan Kongres untuk bertindak guna mengubah mandat.
Para pedagang akan mencari petunjuk dari data indeks harga konsumen (IHK) AS yang penting pada Selasa untuk Januari. Harga konsumen bulanan AS naik dalam dua bulan sebelumnya bukannya turun seperti yang diperkirakan sebelumnya, meningkatkan risiko pembacaan inflasi yang lebih tinggi di bulan-bulan mendatang.
“Setiap data yang lebih tinggi dari perkiraan dapat menyebabkan aksi jual baru pada aset-aset berisiko, termasuk minyak,” kata Tina Teng, seorang analis di CMC Markets.
Kekhawatiran pasokan juga mereda setelah Badan Informasi Energi mengatakan pihaknya memperkirakan rekor produksi Maret dari tujuh cekungan serpih AS terbesar. Di tempat lain, ekspor minyak mentah dilanjutkan di pelabuhan utama Turki setelah gempa dahsyat mengguncang wilayah tersebut.
“Minyak dalam posisi defensif dan bisa menjadi lebih buruk jika inflasi terbukti lebih sulit dijinakkan,” kata Moya dari OANDA.