tribun-nasional.com – patut kita berikan atas sejumlah capaian yang dihasilkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seperti yang disampaikan Menteri BUMN Erick Thohir kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tempo lalu, kinerja BUMN pada tahun 2022 mencatatkan kinerja cemerlang.
Ekonomi nasional pulih lebih cepat sejak pandemi. Bahkan pertumbuhan ekonomi tahun 2022 mencatatkan rekor pertumbuhan kumulatif sebesar 5,3 persen, tertinggi sejak 2013. Situasi ini mendukung usaha BUMN tumbuh sangat baik.
Pendapatan usaha BUMN pada tahun 2022 mencapai Rp 2.613 triliun, meningkat Rp 321 triliun dibanding tahun 2021 yang mencapai Rp 2.292 triliun. Bukan hanya pendapatan usaha saja yang meningkat, laba BUMN 2022 juga meningkat sangat efisien menjadi Rp 303.7 triliun.
Bandingkan dengan tahun 2021 yang masih Rp 125 triliun. Melonjaknya laba BUMN menandakan berhasilnya Kementerian BUMN melakukan efisiensi usaha ke sejumlah BUMN, salah satunya melalui klasterisasi BUMN.
Atas tata kelola BUMN yang kian baik, aset BUMN juga meningkat, dari tahun 2021 sebesar Rp 8.978 triliun menjadi Rp 9.867 triliun, tumbuh Rp 889 triliun dalam kurun setahun. Itu tentu suatu pertumbuhan aset yang menakjubkan.
Aksi investasi BUMN pada tahun 2022 proporsinya lebih banyak mengandalkan modal perusahaan, ketimbang utang pendanaan. Rasio utang terhadap investasi pada tahun 2022 komposisinya mencerminkan BUMN lebih sehat dibanding tahun 2021.
Pada tahun 2021 rasio utang terhadap investasi masih 36,2 persen, dan tahun 2022 bisa turun ke level 34,2 persen.
Selama tiga tahun terakhir, BUMN juga memberikan kontribusi besar terhadap negara. Kontribusi kumulatif BUMN tiga tahun terakhir dalam bentuk deviden, pajak, dan PNBP sangat besar, mencapai Rp 1.198 triliun, padahal dua tahun sepanjang 2020-2021 situasi dalam negeri kita dihajar oleh pandemi Covid-19.
Pencapaian ini patut kita syukuri, dan kita tidak berpuas diri. Masih banyak agenda penting yang perlu terus dilakukan oleh BUMN. Perubahan-perubahan global yang sedemikian cepat menuntut kemampuan adaptasi dan inovasi BUMN yang cepat pula. Mereka yang terus berinovasi dan beradaptasilah yang terus bisa lolos atas seleksi alam.
Agenda Strategis
Ke depan ada sejumlah agenda penting yang perlu terus menjadi perhatian dan kehati-hatian bagi BUMN, agar sejumlah persoalan yang dihadapi BUMN pada masa lampau bisa menjadi pelajaran penting. Saya mengidentifikasi beberapa hal yang perlu dicermati dalam melaksanakan tata kelola BUMN.
Pertama, sebagai badan usaha, naturnya BUMN tentu saja bergerak pada lini bisnis. Logika bisnis tentu saja mencari laba. Bersamaan dengan gerak mencari laba, pemerintah seringkali menugaskan BUMN untuk menjalankan berbagai misi pelayanan publik.
Semisal Perum Bulog, ditugaskan oleh pemerintah untuk menjalankan misi stabilitasi harga bahan pangan pokok seperti beras, jagung, dan kedelai. PT Pertamina dan PT PLN diberikan tugas untuk menyalurkan bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik bersubsidi.
Karena naturnya sebagai badan usaha, maka terhadap BUMN yang mengemban tugas pelayanan publik hendaknya tetap mengedepankan aspek bisnis. Sehingga kita tidak jumpai BUMN merugi karena penugasan pelayanan publik.
Boleh saja BUMN memangkas potensi pendapatannya melalui skema burden sharing, seperti yang pernah dilakukan PT Pertamina saat harga minyak dunia naik tahun lalu. Namun peran pelayanan publik tersebut hendaknya tidak membuat BUMN merugi, seperti yang dialami Perum Bulog tahun 2021.
Bukankah peran pelayanan publik tersebut diongkosi oleh pemerintah melalui berbagai skema seperti subsidi, penempatan dana melalui public service obligation (PSO), kewajiban untuk menjalankan domestic market obligation (DMO), dan lain-lain. Harusnya dengan hadirnya tangan pemerintah melalui berbagai skema di atas tidak membuat BUMN yang menjalankan pelayanan publik merugi.
Kedua, seperti yang berulangkali disampaikan Presiden Jokowi di berbagai kesempatan, perubahan atau disrupsi dunia begitu cepat. Dibutuhkan inovasi dan daya kreatif membidik masa depan.
Cermat menangkap peluang masa depan inilah yang membuat badan usaha, termasuk BUMN bisa survive dan tumbuh baik. Kita bisa belajar atas ketidakmampuan Pertani atau Sang Hyang Sri beradaptasi dengan iklim usaha.
Kedua BUMN tersebut merugi berturut-turut. Musababnya karena inefisiensi bisnis, beban bunga, dan perubahan kebijakan pemerintah dalam mekanisme pengadaan benih.
Ke depan segenap dewan direksi dan komisaris hendaknya cermat dalam mengelola perusahaan. Jalankan tata kelola perusahaan (good corporate governance/ GCG) dengan baik. Bukankah Menteri BUMN telah menggariskan kewajiban BUMN untuk menjalankan GCG secara disiplin. Harap itu dipatuhi.
Ketiga, beberapa BUMN kita tengarai mengerjakan proyek tanpa studi kelayakan yang fisibel. Lebih mengkhawatirkan pelaksanaan proyek didanai dari program pinjaman. Hal ini terlihat pada BUMN sektor infrastruktur.
Total nilai proyeknya mencapai ratusan triliun, dan banyak ditopang oleh utang. Padahal tidak semua proyek proyek tersebut layak secara ekonomi. Pandemi Covid-19 makin menggenapi beban perusahaan.
Akibat beban perusahaan karena kewajiban yang besar, ditambah ongkos operasional usaha yang besar, terpaksa beberapa BUMN besar seperti Waskita dan Hutama Karya melego beberapa ruas tol yang menjadi aset produktifnya. Agar tetap bisa melanjutkan usahanya, mereka harus disuntik melalui Penyertaan Modal Negara (PMN). Situasi ini tentu tidak sehat. Aspek manajemen resiko usaha kurang menjadi perhatian serius.
Hemat saya, beberapa BUMN yang terlanjur mengalami keadaan seperti Waskita maupun Hutama Karya hendaknya melakukan restrukrisasi usaha. Menghitung kembali lebih cermat atas kelayakan proyek agar tidak menjadi beban dan tidak membuat usaha perusahaan berdarah darah.
Hitungan proyek harus mencakup sustainability pada jangka panjang. Buat apa ada bandara atau jalan tol bila menyedot modal usaha BUMN, masih ditopang oleh PMN, tetapi operasi jangka panjangnya malah jadi beban usaha, dan tidak meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada kawasan tersebut.
Keempat, kita bisa memetik pelajaran berharga dari pengalaman-pengalaman yang dihadapi oleh PT Garuda Indonesia (GI). PT GI pernah melakukan ekspansi usaha besar-besaran melalui pengadaan pesawat untuk membuka jalur internasional dan domestik.
PT GI tidak mampu bersaing dengan baik di jalur jalur internasional ditambah biaya operasional yang melangit. Beberapa pesawat untuk jalur domestik juga tidak kompatibel dengan okupansi penumpang yang terlalu sedikit. Situasi ini menghimpit keuangan PT GI.
Lebih parah, Direksi PT GI diangkut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena skandal korupsi dari pengadaan barang atas program ekspansi usaha ini. Cerita ini makin menggenapi posisi sulit PT GI.
Tumpukan beban ke leasing tak terhindarkan. Praktis secara defacto PT GI bangkrut. Beruntung atas sentuhan tangan dingin Menteri BUMN, dan dukungan DPR, PT GI kembali bangkit perlahan, dan melakukan restrukturisasi utangnya.
Peran BUMN sangat strategis, masih banyak pekerjaan pekerjaan besar yang membutuhkan keterlibatan BUMN, seperti pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara. Untuk bisa menjadi punggawa pembangunan, BUMN harus sehat, baik secara organisasi maupun keuangan. Oleh sebab itu, jangan menyalahi naturnya sebagai badan usaha.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.