Masih Ingat Pemerintah Naikkan Harga Pertalite September Lalu? Ini Alasannya

Masih Ingat Pemerintah Naikkan Harga Pertalite September Lalu? Ini Alasannya

tribun-nasional.com – Pemerintah melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite dan Solar pada awal September 2022 lalu. Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Wahyu Utomo mengungkapkan hal ini karena pada September tren pola inflasi rendah.

“Jadi itu pola dan momentum yang tepat. Sekarang ke depan pertimbangannya seperti apa? Ya kami akan melihat momentum yang tepat,” kata dia dalam diskusi INDEF, Selasa (14/2/2023).

Wahyu mengatakan dalam menempuh kebijakan pemerintah berupaya untuk melihat dampak yang akan terjadi seperti sosial, resistensi masyarakat dan ekonomi.

“Untuk eksekusinya ini perlu berhati-hati dan selalu mempertimbangkan berbagai aspek. Perlu dihitung betul secara ekonominya bagaimana, peningkatan kemiskinan seperti apa, dampak ke fiskal bagaimana, resistensi publik harus diperhitungkan,” jelas dia.

Menurut dia reformasi ini harus dilakukan satu paket. Jadi ketika penyesuaian dijalankan harus ada bantalan sosial. Seperti BLT, BSU dan partisipasi daerah untuk memberikan bantalan sosial bagi masyarakat. “Reformasi jalan tapi daya beli masyarakat juga harus dijaga,” ujarnya.

Kepala Centre of Food, Energy and Sustainable Development (CFESD)INDEF Abra Talattov mengatakan i tengah masih tingginya ketidakpastian geopolitik global, pemerintah harus mengambil pelajaran dari pengalaman tahun 2022. Ketika harga energi melonjak tajam, pemerintah menambah anggaran subsidi energi hingga Rp 502,4 triliun demi meredam inflasi. Namun, realisasi subsidi energi tersebut membengkak Rp 48,7 triliun menjadi Rp 551,2 triliun.

Dengan masih berlakunya skema subsidi terbuka BBM dan LPG di tengah berlanjutnya fase pemulihan ekonomi maka semakin memperbesar risiko lonjakan permintaan BBM dan LPG subsidi melampaui kuota subsidi. “Kondisi ini turut menjadi sumber risiko terhadap pembengkakan subsidi dan kompensasi energi di tengah tahun konsolidasi fiskal,” ujar dia.

Menurutnya, agar tambahan subsidi dan kompensasi energi tidak sampai menyebabkan defisit APBN 2023 melampaui 3% terhadap PDB, pemerintah perlu segera melakukan transformasi kebijakan subsidi energi dari mekanisme terbuka menjadi subsidi tertutup dan tepat sasaran.

“Revisi Perpres No 191 Tahun 2014 tentang segmentasi konsumen BBM subsidi serta optimalisasi pendataan konsumen BBM dan LPG subsidi melalui platform MyPertamina dapat mejadi instrumen transisi dalam mereformasi kebijakan subsidi energi nasional,” kata dia.