tribun-nasional.com – Hakim Wahyu Imam Santoso menjatuhkan vonis hukuman mati pada Ferdy Sambo , salah satu terdakwa pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Pakar hukum Bambang Widjojanto menilai hakim teliti karena mengulik fakta dan informasi hingga ke akarnya.
Bambang mencatat ada tiga hal penting. Pertama, keterangan Richard Eliezer atau Bharada E sebagai justice collaborator dijadikan acuan dan divalidasi dengan keterangan para saksi. Kedua, kebohongan konsisten yang dilakukan terdakwa bisa diruntuhkan. Ketiga, hakim benar-benar meresapi kasus ini.
“Dia (hakim) seluruhnya hampir menggunakan keterangan Eliezer sebagai dasar. Dan kemudian bukan hanya keterangan Eliezer tapi dia mengintegrasikan dengan keterangan yang lainnya. Tapi di sisi yang lainnya, terdakwa tuh dilihat persis oleh hakim,” ucap Bambang.
Di sisi lain, mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengaku tak percaya pada narasi ‘tembak-menembak’ yang mulanya melekat pada kasus ini. Novel yakin bahwa Brigadir J ditembak, bukan terlibat baku tembak.
Sebagai mantan penyidik, perasaannya mengatakan bahwa Ferdy Sambo turut terlibat dalam kasus ini. Ia menerangkan, pada penyelidikan awal kasus ini menarik banyak pihak.
“Awal-awal banyak pihak yang kemudian ditarik untuk mengatakan bahwa terjadinya tembak-menembak mulai dari Kompolnas, Humas Polri, Kapolres Jakarta Selatan, dan banyak pihak diarahkan, digiring untuk harus bicara,” ujar Novel.
Pada akhirnya, Richard Eliezer membongkar bahwa ‘tembak-menembak’ hanyalah sebuah skenario. Menurut keterangan Ferdy Sambo , Brigadir J sudah tewas saat dirinya tiba di tempat kejadian perkara (TKP) Duren Tiga.
Akan tetapi, keterangan itu terpatahkan lewat pengakuan Richard dan rekaman CCTV yang menunjukkan Brigadir J masih ada di taman saat Ferdy Sambo datang. Menurut Bambang, sangat tepat jika majelis hakim menggunakan Pasal 340 lantaran pembunuhan ini terencana.
“Kalau bicara perencanaan, ada lagi ketika pertemuan di lantai 3 di mana ada perintah, ada rencana,” kata Novel di kanal YouTube pribadinya.
Bambang menerangkan, skenario kasus ini begitu sempurna karena bukan hanya terencana, tapi juga tentang pengaruh.
Ferdy Sambo mempengaruhi banyak bawahannya untuk percaya dengan skenario yang ia rancang. Selain itu, Sambo juga menghilangkan barang-barang bukti.
“Jadi setelah skenario pertama ini runtuh artinya skenario pertama kan mengatakan bahwa seolah-olah di Duren Tiga istrinya dari terdakwa Ferdy Sambo yang bernama PC itu dilecehkan di Duren Tiga sehingga kemudian dipergoki oleh Eliezer dan tembak-menembak.
“Karena skenario pertama ini gagal total, terdakwa justru membuat skenario yang kedua dibuatlah seolah-olah oh itu pelecehannya di Magelang,” ujar Novel.***