tribun-nasional.com – JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, dampak positif dari kebijakan bunga pinjaman 0% untuk pelaku usaha mikro baru akan terasa bila pemerintah dapat mendistribusikan pinjaman dengan tepat.
Pemerintah harus mendistribusikan pinjaman dengan manajemen penjaminan dan pengelolaan pendanaan yang baik, sehingga sektor perbankan tidak menanggung risiko kredit berlebih.
Bila tidak dikelola dengan baik, bisa menyebabkan sektor perbankan menjadi rapuh karena harus menanggung beban risiko finansial dari kebijakan tersebut.
Wakil Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, pemerintah harus menciptakan mekanisme bantuan penjaminan atau subsidi jaminan pinjaman atas skema kredit. Dengan demikian, sektor perbankan tetap dalam posisi yang baik dan tetap sehat meskipun bila terjadi gagal bayar yang signifikan pada skema kredit tersebut.
“Ini tidak berarti pemerintah harus menanggung semua risiko pinjaman atas kebijakan ini, tetapi setidaknya beban risiko kredit atas kebijakan ini harus ditanggung sektor perbankan bersama dengan pemerintah,” kata Shinta kepada Investor Daily, Selasa (21/2/2023).
Menurut dia, pemerintah perlu menciptakan dulu basis data penerima pinjaman karena usaha mikro umumnya tidak memiliki badan hukum dan belum tumbuh konsisten. Nantinya pemerintah harus memiliki mekanisme pertanggungjawaban kredit yang tepat dari UMKM peminjam atau beneficiaries dari kebijakan ini.
“Kami rasa perlu kerja sama intens, bukan hanya antarlembaga pemerintah yang terkait dengan pemberian pinjaman, tetapi dengan komunitas pelaku usaha agar ditemukan bentuk management pinjaman yang fasilitatif/memudahkan UMKM, dan juga cukup prudent dari sisi pertanggungjawaban finansial. Dengan demikian, penyalahgunaan skema kredit ini bisa diminimalkan,” ucap Shinta.
Saat pemerintah menjalankan skema bunga 0% bagi pelaku usaha mikro, hal yang dipertaruhkan bukan hanya penurunan margin bunga bersih (net interest margin/NIM) tetapi juga stabilitas dan kesehatan sektor finansial nasional. Hal tersebut memiliki korelasi kuat dengan penciptaan stabilitas dan resiliensi ekonomi makro nasional serta iklim usaha/investasi Indonesia.
Dengan NIM yang tinggi, jelas dia, dapat berarti bahwa bank bisa diminta untuk menanggung porsi risiko kredit atau mengalokasikan dana yang lebih besar dalam skema kredit tetapi tentu tidak bisa dipaksakan. Sebab sektor perbankan memiliki perhitungan beban usaha sendiri dan beban kontribusi lain terhadap penciptaan stabilitas moneter yang sehat.
“Kami harap pemerintah melakukan dialog yang intensif dengan seluruh stakeholder terkait, baik sektor perbankan sebagai pemberi/penyalur kredit maupun pelaku UMKM sebagai pengguna kredit, agar potensi ekonomi dari ide kebijakan ini tidak hilang atau kontraproduktif ketika diimplementasikan,” ungkap Shinta.
Bila pemerintah menjalankan kebijakan bunga pinjaman 0% untuk pelaku usaha mikro, menurut dia, hal itu akan memberikan trickle down economic impact tidak hanya terbatas pada peningkatan produktivitas pelaku usaha, tetapi juga dari sisi penciptaan pekerjaan yang layak dan perluasan basis pajak. “Dengan demikian, secara keseluruhan perekonomian nasional lebih resilien dan sustainable mendukung pertumbuhan dalam jangka menengah-panjang,” tutur Shinta.
Dari sisi dampak jangka pendek, kebijakan tersebut dapat menangkal dampak negatif dari tren kenaikan suku bunga pinjaman dan efek pengetatan kredit di sektor perbankan. Dua hal tersebut terjadi seiring dengan upaya pengendalian inflasi domestik. Bila dilihat secara menyeluruh efek positif kebijakan bunga 0% bukan hanya jangka pendek atau hanya tahun 2023 untuk menahan risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih dalam karena tekanan ekonomi global, tetapi dapat berkelanjutan bila diterapkan berdampingan dengan strategi pemberdayaan yang tepat terhadap UMKM.
“Misalnya edukasi entrepreneurship atau kebijakan gradasi suku bunga yang affordable untuk UMKM yang lebih matang sehingga pelaku UMKM bisa terus naik kelas,” kata Shinta.
Diharapkan Segera Terealisasi
Sebelumnya Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, pemberian bunga pinjaman 0% untuk pelaku usaha mikro diharapkan dapat terealisasi sesegera mungkin. Usulan ini juga telah mendapat lampu hijau dari Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas beberapa waktu lalu.
“Usulan ini sudah mendapat dukungan dari Bapak Presiden karena memang sudah ada rapat terbatas. Tinggal bagaimana sekarang kita mendorong hal ini menjadi kenyataan, jangan sampai kesannya yang besar dapat bunga jauh lebih besar dari yang mikro. Ini yang selalu kita coba seimbangkan,” ucap Erick.
Sektor usaha mikro yang masuk dalam UMKM punya andil besar dalam menopang perekonomian nasional. Erick menyampaikan sektor UMKM ini memiliki kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia hingga 62,55% dan juga menyumbang serapan tenaga kerja hingga 97,22%. Namun, porsi pembiayaan lembaga pembiayaan dan perbankan untuk UMKM saat ini baru 21% atau lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga. BUMN, lanjut Erick, berkomitmen membantu target minimal 30% porsi pembiayaan untuk UMKM pada tahun depan.
“Sejak awal, kita terus mendorong program kerakyatan seperti KUR, PNM Mekaar dan Makmur dapat meningkat dan menjangkau lebih banyak para pelaku usaha, termasuk usaha mikro,” kata Erick.