tribun-nasional.com – Apes betul. Dua kali mengalami pemutusan hubungan kerja. Dua kali itu pula mesti bermanuver agar tetap dapat melanjutkan hidup.
Pertama, perusahaan tempat saya bekerja ambruk seiring dengan terjadinya krisis moneter 1998. Pegawai di-PHK tanpa dokumen pun pesangon cukup.
Untuk beberapa bulan sesudahnya masih anteng sambil mencari pekerjaan. Ah, rupa-rupanya tidak sedikit perusahaan yang juga kolaps selama periode krisis.
Kemudian bulan berikutnya panik.
Menyusup pertanyaan ke alam pikir, bagaimana bisa bertahan dengan uang tabungan yang kian susut?
Saya mengambil keputusan cepat. Berpindah haluan!
Menyimpan kemeja lengan panjang berikut dasi dan menguncinya di lemari. Menggantinya dengan kaos dan celana pendek.
Mengolah pisang tanduk, meses, dan kulit lumpia. Menggoreng dalam jumlah cukup. Membawa mereka ke Lapangan Parkir Timur Senayan (sekarang Gelora Bung Karno). Lalu di bagasi sedan hatchback saya memajang pisang cokelat.
Dalam perkembangan selanjutnya, seorang pesohor zaman itu mengajak saya mendirikan kafe tenda. Saya menukar sedan dengan kendaraan lebih murah. Selisihnya untuk investasi dan modal kerja kafe tenda sederhana.
Berjualan penganan di mobil dan mengoperasikan kafe tenda adalah pengalaman awal bisnis kuliner.
Kedua. Sekian tahun kemudian kembali di-PHK dari sebuah perusahaan tata boga bersama seluruh pegawai. Semua saham dibeli oleh pemilik baru.
Kendati bukan lagi menjadi pegawai tetap, saya masih kerap ke kafe besar itu menjadi, bahasa kerennya, business advisor.
Sebagian uang pesangon saya gunakan untuk berkongsi dengan teman-teman. Mengambil alih dan mengoperasikan sebuah restoran terletak di gedung perkantoran daerah Kuningan Jakarta Selatan.
Lompatan-lompatan itu kemudian menjadi fondasi bagi saya untuk menekuni dunia wiraswasta.
Terakhir saya fokus sebagai penyedia barang dan jasa untuk instansi pemerintah. Menjadi pemborong atau kontraktor kelas kecil di Bogor.
***
Saya tidak hendak memberikan kiat, bagaimana menyiasati kerepotan utamanya terkait impitan ekonomi setelah terkena PHK. Tidak.
Rasa-rasanya beberapa artikel berseliweran di Kompasiana menawarkan solusi bagus, agar keluar dari tekanan setelah terkena PHK.
Artikel ini merupakan refleksi pengalaman saya, di mana sebelum terkena PHK seyogianya melakukan hal berikut:
Menabung
Menyisihkan sebagian penghasilan untuk mengisi tabungan selagi memperoleh gaji. Siapa tahu, setelah terkena PHK keadaan tanpa penghasilan berlangsung lebih dari perkiraan.
Belajar Berbisnis
Memiliki usaha sampingan yang sekiranya tidak berebutan dengan waktu bekerja. Bisnis kecil-kecilan, meskipun belum tentu membawa laba besar.
Bukan keuntungan yang direken, tetapi pertimbangan melatih keterampilan berwirausaha. Keterampilan bisnis berkaitan dengan pengalaman rasa dan perhitungan.
Kalaupun akhirnya terlempar dari perusahaan, maka sebaiknya menyelenggarakan ini:
Demikian kira-kira refleksi saya setelah mengalami dua kali di-PHK.
Barangkali dapat menjadi bahan renungan dan evaluasi, bagi mereka yang masih memperoleh gaji maupun yang berada dalam keadaan setelah terkena PHK. Semoga bermanfaat.
Salut
Pengalaman yg menginspirasi
Salut
Pengalaman yg menginspirasi