tribun-nasional.com – Teknologi konversi motor berbahan bakar minyak menjadi bertenaga listrik bisa memberikan dua keuntungan. Selain emisi karbon akan berkurang karena tidak lagi menggunakan BBM , populasi kendaraan di jalan pun tidak bertambah sehingga tidak menambah kemacetan.
Saat ini, pemerintah ingin terus mendorong ekosistem kendaraan elektrik untuk terus bertumbuh. Salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun 2022.
Permenhub itu menjelaskan bahwa pemerintah memberikan izin untuk konversi kendaraan dengan penggerak yang menggunakan BBM menjadi kendaraan yang menggunakan peralatan elektromekanik yang mengonsumsi tenaga listrik untuk menghasilkan energi mekanik sebagai tenaga penggerak.
Tim penelitian di Telkom University mendukung upaya konversi dengan melakukan penerapan teknologi konversi ke beberapa motor di lingkungan internalnya. Teknologi yang sama juga akan dibuka untuk melayani masyarakat umum saat aspek legal sudah terpenuhi.
Menurut Anak Agung Gde Agung, Ketua Research Aliance Electric Vehicle, penelitian dan pengembangannya sudah dilakukan sejak 2022. Mereka sudah mengonversi motor tipe Revo dan Vario menjadi motor listrik . Ada pula satu jenis motor listrik yang kemudian dimodifikasi.
Motor listrik itu menggunakan baterai dengan kapasitas LifeP04 48Ah 48V yang cukup untuk jarak tempuh maksimal 80km. Motor itu juga menggunakan dinamo R-17 2KW, double disc brake, full LED, dan 3 kontrol kecepatan.
Baterai itu menggunakan daya DC yang lebih rendah sehingga pengisian ulang bisa dilakukan di rumah. Pengisiannya membutuhkan kapasitas listrik sekitar 300 watt dengan durasi 3-4 jam.
“Teknologi konversi ini memang didesain supaya baterainya bisa diisi ulang di rumah. Konversi itu juga bukan hanya akan mengurangi CO2, tapi populasi motor enggak bertambah. Beda dengan menggunakan produksi kendaraan listrik baru,” kata Agung yang juga staf pengajar di Fakultas Ilmu Terapan Telkom University, Selasa, 21 Februari 2023.
Baterai sebagai penggerak diletakkan bukan di kompartemen bagasi sehingga tidak boros tempat. Itu berbeda dengan rancangan lain yang menempatkan baterai di kompartemen bagasi motor . Kompartemen baterai pun menggunakan waterproof untuk melindungi sistem kelistrikannya, serta bagian kontrol yang dilengkapi sekring untuk mencegah korsleting.
Untuk konversi yang disebut kelas premium itu, biaya yang dibutuhkan mencapai Rp25 juta, sementara untuk kelas biasa sekitar Rp12 juta.
“Waktu pengerjaan bila dari nol untuk konversi utuh sekitar satu pekan, namun bila semua bahan sudah tersedia dan tinggal merakit, sekitar satu hari selesai,” katanya.
Menurut Roni Riandi, Divisi Bengkel Research Aliance Electric Vehicle, baterai memang investasi termahal dalam teknologi kendaraan listrik . Teknologi konversi di sana menggunakan baterai lithium ion yang ukurannya kecil dan bisa dirakit per sel.
Selain itu, ia mengakui bahwa baterai itu juga memberikan dampak lanjutan karena bila sudah rusak maka akan menjadi sampah.
“Baterai bisa di re-cycle tapi terbatas, adanya di Tesla. Memang kalau rusak, jadi sampah,” ujarnya.
Pada teknologi konversi itu, baterai yang digunakan diharapkan bisa bertahan sampai 4 tahun pemakaian. Tipe baterai lithium ion memungkinkan untuk perbaikan berupa penggantian sel ketika pengisian baterai mulai tidak maksimal.
Selain itu, untuk membangun ekosistem kendaraan listrik , tim ini juga akan melengkapi sistem penggantian baterai. Baterai itu bukan hanya akan ada pusat pengisian, tapi ada juga pusat untuk penggantian baterai.
“Saat sebuah baterai habis daya, maka pemilik kendaraan bisa membawanya untuk menukar dengan baterai yang baru, tanpa harus menunggu beberapa jam pengisian daya. Seperti ganti tabung saat membeli tabung gas,” katanya.
Bila dibandingkan dengan biaya pengisian BBM , ia menjelaskan bahwa biaya yang dibutuhkan lebih kecil. Pemakaian 1 liter pertalite seharga Rp 10.000 bisa digunakan sampai 45km. Tetapi, pengisian daya baterai motor listrik hanya sekitar Rp 3.000 yang bisa dipakai sampai penggunaan maksimal 80 kilometer.
Seiring dengan perjalanan tim ini, ia mengatakan ada tim dari Fakultas Teknik Elektro yang juga sedang melakukan penelitian untuk membuat baterai kendaraan listrik . Dengan begitu, teknologi konversi ini nantinya bukan hanya mengonversi motor BBM ke listrik , tapi juga sudah memiliki suku cadang baterai sendiri.
Menurut Rini Handayani, Divisi EV Ecosystem Research Aliance Electric Vehicle, upaya yang dilakukan Telkom University adalah untuk mendukung program pemerintah dalam hal clean energy dan climate change.
Baca Juga: Mengenal Covid-19 Varian Orthrus: Gejala dan Awal Kemunculannya
Mereka juga menyambut baik apabila ada insentif dari pemerintah untuk konversi tersebut sehingga masyarakat tidak ragu lagi untuk melakukan konversi ke listrik .
Untuk memberikan pelayanan ke masyarakat, bengkel pengerjaan konversi masih menunggu aspek legal berupa sertifikasi dari Dinas Perhubungan. Setelah mendapatkan sertifikasi, bengkel itu akan mengurus aspek legal lainnya ke Samsat sehingga bisa membantu konsumen untuk proses perubahan pada STNK motor .
“Sambil menunggu sertifikasi, kami sedang mengadakan simulator modular, untuk transfer knowledge teknologi konversi ini. Kami melihat masyarakat sudah siap beralih ke listrik , jadi kami juga berupaya membentuk ekosistemnya supaya lebih cepat peralihannya,” tutur Rini.***