“Ambush”, pertempuran bawah tanah demi merebut catatan intelijen

“Ambush”, pertempuran bawah tanah demi merebut catatan intelijen

tribun-nasional.com – Satu lagi film berlatar perang segera dirilis, judulnya “Ambush” yang akan tayang di bioskop Indonesia mulai 24 Februari mendatang. Film yang disutradarai Mark Burman ini mengikuti misi menantang yang dilalui pasukan Angkatan Darat Amerika Serikat (AS) yang berperang melawan tentara Vietkong pada tahun 1966.

“Ambush” sepenuhnya bercerita dari sudut pandang Amerika Serikat. Dikisahkan, pos-pos tentara AS tersebar di berbagai titik di hutan Vietnam. Film ini dimulai dengan adegan di mana Jenderal Drummond (diperankan oleh Aaron Eckhart) menugaskan Kapten Mora (diperankan oleh Jonathan Rhys Meyers) untuk mengamankan “paket” dokumen rahasia yang berisi informasi intelijen tentang Vietkong. Paket rahasia itu dikirim melalui pos kecil yang dijaga oleh tentara AS yang masih muda atau setingkat kopral.

Kapten Mora khawatir dokumen itu lolos dari pengamatan mengingat pos kecil hanya diisi tentara muda yang dia anggap kurang cekatan. Mulanya paket itu akhirnya aman di tangan Kapten Mora. Namun, dengan segera pos kecil itu disergap oleh tentara Vietkong yang secara tiba-tiba muncul dan pergerakannya tidak disadari oleh tentara AS. Jelas Vietkong mengincar dokumen rahasia itu dan berhasil mencurinya dari Kapten Mora.

Mengetahui dokumen itu hilang, Jenderal Drummond pun mendesak Kapten Mora untuk merebut kembali dari tangan Vietkong. Dengan tenggat waktu yang terbatas, para tentara muda dari pos kecil pun diterjunkan menelusuri lorong-lorong bawah tanah tempat Vietkong bermarkas, dipimpin Kopral Ackerman (diperankan oleh Connor Paolo). Di sisi lain, pasukan elit AS yang dipimpin Crawford (diperankan oleh Mac Brandt) juga diterjunkan secara diam-diam.

Para tentara muda digambarkan secara gamblang bahwa mereka tidak memiliki kecakapan bertempur yang mumpuni, apalagi Ackerman yang keberadaannya sempat diragukan Kapten Mora. Ackerman adalah teknisi yang hanya mengandalkan pengetahuannya merancang peta. Walau tak cekatan mengangkat senjata, peran Ackerman berubah menjadi genting mengingat dia punya bekal pengetahuan yang tangkas dalam mempelajari letak geografis dan labirin bawah tanah yang menjadi medan tempur.

Tentara AS tak memiliki protokol khusus untuk melakukan pertempuran di bawah tanah, sementara misi semakin mendesak dan tentara Vietkong bergerak dengan gesit dari siasat jalur bawah tanah yang mereka bangun sendiri.

Di tengah tantangan itu, Ackerman dihadapkan pada pertanyaan apakah dirinya beserta tentara muda lainnya hanya menjadi pion belaka. Sebab misi itu tampaknya punya tingkat keberhasilan yang lebih seandainya tentara berpengalaman yang diterjunkan. Sementara tentara yang lebih senior hanya “berjuang” di atas tanah yang tak banyak menghadapi serangan dari Vietkong.

Pada akhirnya, Ackerman pun berhasil menunaikan misinya, bukan semata-mata demi tentara AS ataupun Kapten Mora, tetapi demi kawan-kawannya yang telah tewas dan ditinggalkan di ruang bawah tanah. Misi itu berhasil walau Ackerman harus menerima kenyataan yang pahit di akhir perjalanan.