tribun-nasional.com – JAKARTA, Serikat Petani Indonesia (SPI) menyesalkan kebijakan Badan Pangan Nasional (Bapanas) soal penetapan harga batas atas pembelian gabah dan beras. Menurut SPI, kebijakan tersebut akan merugikan petani.
Dalam rapat yang dilakukan pada Senin (20/2/2023) disepakati harga batas bawah atau floor price pembelian gabah/beras mengacu kepada Harga Pembelian Pemerintah (HPP), yang diatur Permendag No 24 Tahun 2020, yaitu GKP tingkat petani Rp4.200 per kg, GKP tingkat penggilingan Rp4.250 per kg, GKG tingkat penggilingan Rp5.250 per kg, dan beras medium di gudang Perum Bulog Rp8.300 per kg.
“Disepakatiya harga bawah Rp4.200 dan harga batas atas Rp4.550 ini akan merugikan petani karena cenderung abai terhadap fakta-fakta bahwa terjadi peningkatan biaya produksi dan modal yang ditanggung petani,” kata Ketua Umum SPI Henry Saragih dalam keterangannya, Rabu (22/2/2023).
Peningkatan biaya produksi dan modal yangditanggung petani, seperti kenaikan harga pupuk, kenaikan sewa tanah, kenaikan biaya upah pekerja (bagi petani yang tidak mengusahakan sawahnya sendiri).
Dia mengungkapkan, SPI sebelumnya sudah mengusulkan revisi HPP yang terakhir direvisi pada 2020 karena sudah tidak sesuai lagi dengan biaya yang ditanggung petani. Adapun usulan HPP SPI sebesar Rp5.600 per kg.
Menurutnya, itu menjadi penting dilakukan karena saat ini tengah memasuki masa panen raya. Karena itu, penetapan harga yang layak menjadi sangat krusial.
“Yang menjadi sorotan upah tenaga kerja, sewa lahan, dan sewa peralatan,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, upah tenaga kerja sekarang Rp120.000-Rp150.000 per hari.
“Terus sewa lahan apa ada lahan yang disewakan Rp3-4 juta per hektare (ha), terus sewa peralatan apa mau Rp400.000 /hektare, pada umumnya Rp1,5 juta. Terus biaya panen belum dihitung rata-rata Rp3 juta/ha, bahkan di lain daerah masih ada biaya angkut,” tuturnya.
Henry menuturkan, kebijakan ini akan memperburuk kesejahteraan petani. Selain itu, juga merugikan konsumen di Indonesia.
Berkaca dari gejolak harga beras yang terjadi di Indonesia selama 2022, persoalan penyerapan beras untuk cadangan pemerintah menjadi salah satu permasalahan mendasar. Karena itu, kebijakan penyerapan beras harus memperhatikan kesejahteraan petani dan konsumen.
“Dari sisi petani, harus ada jaminan harga yang layak sesuai dengan biaya yang ditanggung oleh petani. Sementara itu untuk pendistribusian kepada konsumen, perlu ada kontrol mengenai distribusi beras terhadap masyarakat,” tuturnya.
Editor : Jujuk Ernawati
Follow Berita iNews di Google News