tribun-nasional.com – Amerika Serikat (AS) menuduh China sedang mempertimbangkan untuk memberikan dukungan mematikan kepada Rusia dalam perangnya di Ukraina . Beijing dengan cepat menepis tuduhan Washington.
Namun jika tuduhan AS itu benar, dan China sungguh-sungguh memberikan dukungan untuk Rusia, para pakar menyebut langkah itu bisa menjadi ‘game changer’ atau mengubah situasi dalam perang yang sudah setahun berlangsung di Ukraina.
Berikut beberapa pertanyaan kunci soal tuduhan Washington terhadap Beijing dan implikasinya, seperti dilansir AFP, Rabu (22/2/2023):
Apa sebenarnya di balik klaim dan tuduhan AS?
Sejak Rusia menginvasi Ukraina tahun lalu, China menawarkan dukungan diplomatik dan finansial kepada Presiden Vladimir Putin, namun menahan diri dari keterlibatan militer secara terbuka atau mengirimkan pasokan senjata mematikan.
Perusahaan yang dikendalikan pemerintah Beijing telah menjual drone-drone non-lethal atau tidak mematikan dan peralatan lainnya kepada Rusia dan Ukraina. Washington meyakini hal itu akan berubah dan Menteri Luar Negeri (Menlu) Antony Blinken mengungkapkan kekhawatiran AS ke publik pada Minggu (19/2).
“Berdasarkan informasi yang kami miliki … Mereka (China-red) tengah mempertimbangkan untuk memberikan dukungan mematikan,” klaim Blinken.
Tidak ada bukti yang diberikan Blinken untuk mendukung klaimnya, namun itu mengikuti pola AS dalam merilis informasi sensitif untuk mengganggu rencana perang Rusia.
“Fakta bahwa Blinken memilih untuk mengungkapkan kekhawatiran ini ke publik menunjukkan bahwa AS memiliki intelijen yang kuat,” sebut peneliti senior untuk Asia Timur pada Lowy Institute di Sydney, Richard McGregor, dalam analisisnya.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Beijing tidak mengomentari secara langsung soal dugaan adanya pertimbangan secara tertutup, namun menuduh Washington ‘menyebarkan informasi palsu’ dan ‘mengalihkan kesalahan’.
Mengapa AS khawatir?
Selama perang berlangsung, Rusia diketahui berjuang dalam mengumpulkan jumlah personel militer yang cukup, juga amunisi dan persenjataan untuk mengalahkan perlawanan sengit yang diberikan Ukraina. Bahkan Putin terpaksa mengerahkan program mobilitas militer, tentara bayaran dan impor senjata.
Ukraina di sisi lain berhasil menghentikan serangan pasukan Rusia bahkan mengunggulinya. Namun sejumlah pakar meyakini perang saat ini berada di titik balik, dengan masing-masing pihak menuntut sumber daya lebih dan mengincar keuntungan besar saat musim dingin beralih ke musim semi.
Menilai situasi tersebut, seorang ahli strategi Mick Ryan yang juga pensiunan Mayor Jenderal Angkatan Darat Australia menuturkan kepada AFP bahwa aliran senjata China untuk Rusia akan menjadi ‘game changer’.
“Ini adalah perang sistem industri. Saat ini Rusia kalah bersaing dengan Barat. Jika China datang, keuntungan apapun yang didapat Ukraina karena kapasitas industri Barat akan hilang seketika,” sebut Ryan dalam analisisnya.
“Amunisi (China) akan membuat hidup sangat sulit bagi Ukraina, baik amunisi artileri, atau amunisi presisi, atau senjata serangan jarak jauh yang kini Rusia tengah kehabisan,” imbuhnya.
Mengapa China mau terlibat dalam perang Rusia-Ukraina?
Pengamat militer China, Song Zhongping, bersikeras menyatakan Beijing tidak akan mengirimkan persenjataan. Namun dia juga menyebut bahwa kerja sama politik, perdagangan dan militer antara China dan Rusia telah mendalam sebelum perang terjadi di Ukraina dan akan terus berlanjut.
“China tidak akan mendengarkan tuntutan Amerika Serikat. China akan memperkuat kerja sama dengan Rusia sesuai dengan tekad nasional dan kekhawatiran keamanan nasional yang dimilikinya,” tegas Song.
Namun banyak pakar meyakini ada permainan lebih besar yang akan terjadi. Para pakar juga melihat jika perang di Ukraina bisa menjadi konflik proxy seperti saat Perang Dingin lalu.
Keputusan Beijing untuk mengekspor senjata ke Rusia, menurut profesor studi keamanan dan strategi Universitas Curtin di Perth, Alexey Muraviev, akan menjadi ‘langkah besar’ yang berisiko terkena sanksi Barat, memutuskan hubungan dengan Washington dan bahkan Eropa.
Muraviev meyakini prospek kekalahan Rusia di Ukraina sangat mengkhawatirkan China, mengingat Moskow merupakan satu-satunya kekuatan besar yang mendukung Beijing. “Jika Rusia kalah di Ukraina secara politik atau militer, China akan dibiarkan sendirian,” sebutnya.
Namun di sisi lain, lanjut Muraviev, kemenangan Rusia akan berarti ‘menimbulkan kekalahan strategis bagi Amerika Serikat’. Hal itu akan membantu menghidupkan kembali narasi Presiden Xi Jinping soal Barat sedang mengalami penurunan — gagasan yang dirusak oleh kemunduran militer Moskow di Ukraina.
Terlepas dari itu, Muraviev juga meyakini China mungkin berusaha menyeimbangkan antara risiko dan imbalan yang didapat di Ukraina dengan memasok senjata melalui perusahaan yang dikendalikan pemerintah. melalui Korea Utara (Korut) atau kepada kelompok tentara bayaran Wagner Group daripada secara langsung kepada militer Rusia.
“Saya pikir pendekatan mereka akan lebih rahasia,” cetusnya.