tribun-nasional.com – Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau terkoreksi parah pada perdagangan sesi I Rabu (22/2/2023), di tengah memburuknya kembali sentimen pasar global pada hari ini.
Per pukul 11:07 WIB, IHSG ambles 1,15% ke posisi 6.794,56. IHSG pun keluar dari level psikologis 6.800 dan kembali ke level psikologis 6.700.
Transaksi juga terbilang cukup sepi, di mana nilai transaksi indeks pada perdagangan sesi I hari ini baru mencapai Rp 4,3 triliun dengan melibatkan 11 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 680.620 kali. Tercatat 144 saham menguat, 356 saham terkoreksi, dan 193 saham stagnan.
Secara sektoral, sektor kesehatan menjadi yang paling parah koreksinya hari ini yakni mencapai 2,49%, disusul sektor consumer discretionary yang ambruk 1,79%, kemudian teknologi ambles 1,56%, dan utilitas ambril 1,53%.
Beberapa saham juga menjadi pemberat laju pergerakan indeks pada perdagangan sesi I hari ini, utamanya saham-saham big cap 20 besar. Berikut saham-saham yang menjadi pemberat (laggard) IHSG hari ini.
Sumber: Refinitiv & RTI
Saham emiten teknologi super apps yakni PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) kembali menjadi pemberat terbesar IHSG pada perdagangan sesi I hari ini yakni mencapai 13,26 indeks poin.
Sedangkan di posisi kedua, ada saham emiten perbankan berkapitalisasi pasar terbesar keempat di bursa yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), yang turut memperberat IHSG sebesar 10,71 indeks poin.
Hingga kini, investor masih cenderung belum bersemangat untuk kembali berinvestasi di pasar saham RI. Apalagi, sentimen pasar global yang kembali memburuk turut memperparah psikologis pasar.
Sentimen buruk salah satunya bersumber dari bursa acuan Amerika Serikat (AS), Wall Street, di mana ketiga indeks utama Wall Street anjlok hingga 2% karena sentimen suku bunga yang lebih tinggi menekan sentimen pasar.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambruk 2,06%, S&P 500 anjlok 2%, dan NASDAQ Composite longsor 2,5%.
Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun naik menjadi 3,9%, sedangkan yield Treasury tenor 2 tahun naik menjadi 4,69%. Yield yang naik karena para investor bergulat dengan data inflasi yang lebih panas dari perkiraan.
Para pelaku pasar khawatir inflasi yang “membandel” akan menyebabkan bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed) mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama, yang dapat menyebabkan ekonomi resesi.
Meski begitu, ekonomi Indonesia diprediksi terus bertumbuh meski ekonomi dunia terguncang pada tahun 2023. Pemerintah telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% – 5,7%, dengan desain Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF).
Dengan sejumlah regulasi baru seperti Undang-undang Cipta Kerja, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, dan UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, pemerintah siap menjaga ketahanan ekonomi dari tekanan global.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.