tribun-nasional.com – Jakarta, CNBC Indonesia – Grup pertambangan terbesar di dunia menyerukan desakan untuk reformasi pasar nikel di London Metal Exchange (LME), menyebut bahwa kekacauan tahun lalu menunjukkan bahwa mekanisme penetapan harga LME semakin tidak sesuai dengan profil perdagangan dan pasar nikel global aktual saat ini.
BHP, perusahaan raksasa tambang asal Australia, pada hari Selasa (21/02/2023) menjadi pemain industri terbaru yang secara terbuka mengkritik kontrak nikel LME, yang telah dirundung oleh likuiditas yang rendah sejak Maret lalu ketika harga meroket lebih dari tiga kali lipat ke rekor tertinggi dalam tiga hari. Kenaikan terjadi karena kekhawatiran atas pasokan Rusia dan membuat Tsingshan, produsen dan konsumen nikel terbesar di dunia, yang melakukan short sell atau mengharapkan penurunan harga terdampak signifikan hingga akhirnya menyebabkan bursa metal tersebut membatalkan perdagangan secara kontroversial.
“Mekanisme penemuan harga global untuk [langkah] penting dari transisi energi ini tidak berfungsi dengan baik,” kata BHP pada hari Selasa dalam prospek ekonomi tahunannya, melansir laporan Financial Times.
“Reformasi aturan pengiriman logam LME sudah lama tertunda. Episode short squeeze LME [Maret lalu] menyoroti kerentanan yang telah dibangun selama bertahun-tahun.”
Pandangan grup tambang asal Australia tersebut menggemakan rasa frustrasi yang dirasakan secara luas oleh para penambang, pedagang, dan konsumen yang mengandalkan kontrak LME untuk melakukan lindung nilai terhadap perubahan harga nikel, yang digunakan dalam baja tahan karat (stainless steel) dan baterai mobil listrik.
Indonesia Bakal Diuntungkan?
Saat ini tolak ukur (benchmark) nikel LME mengacu secara khusus pada apa yang disebut sebagai nikel Kelas 1, dan LME hanya menerima logam dengan kemurnian tinggi ini untuk dikirim ke gudangnya. Penerimaan produk mereka oleh tempat perdagangan biasanya merupakan syarat bagi produsen dan pedagang untuk mendapatkan pembiayaan dari bank.
Kontrak tersebut telah lama digunakan sebagai referensi untuk nikel dengan kadar lebih rendah, tetapi hal itu menjadi semakin bermasalah karena nikel Kelas 1 saat ini telah menjadi minoritas dalam pasar nikel.
Pada tahun 2010, 57% dari produksi nikel global dapat dikirim ke gudang LME, namun angka tersebut telah turun menjadi di bawah 30% dan akan terus turun, menurut perhitungan BHP. Pergeseran tersebut mencerminkan pertumbuhan pesat dalam pasokan produk antara seperti Nickel Pig Iron (NPI) atau nickel matte yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi baterai kendaraan listrik.
Menambah masalah untuk pasar nikel adalah konsentrasi produksi dan konsumsi bahan baku nikel untuk kelas baterai masing-masing berada di Indonesia dan China.
“Ketegangan utama adalah bahwa bursa, di mana harga patokan ditetapkan, menjadi lebih jauh dari apa yang terjadi di pasar kliring fisik – China,” kata BHP.
Indonesia sendiri saat ini mayoritas memproduksi nikel kelas 2 seperti NPI dan feronikel, didorong oleh permintaan tinggi akan produk antara dan profil cadangan yang juga menunjang untuk melakukan proses tersebut secara ekonomis. Sementara itu, nikel yang termasuk kelas satu antara lain seperti mixed hydroxide precipitate (MHP) dan mixed sulphide precipitate (MSP).
Kesenjangan antara harga nikel kadar rendah dan harga LME menjadi terlalu lebar untuk digunakan sebagai acuan dalam kontrak dan perdagangan dalam beberapa kasus.
Disfungsi pasar mempersulit pengelolaan risiko harga bagi penambang, pedagang, dan konsumen, dan bahkan dapat mengancam pasokan di masa depan dengan mempersulit penilaian ekonomi proyek baru dan mengamankan pembiayaan untuk proyek tersebut.
LME telah mencoba untuk mengembalikan volume perdagangan tetapi upayanya untuk membuka kembali perdagangan nikel selama jam Asia terhenti karena OJK Inggris (Financial Conduct Authority/FCA) tidak mengizinkan pembukaan kembali.
LME mengakui “pergeseran struktural yang sedang berlangsung di pasar nikel, didorong oleh pertumbuhan dramatis dalam output nikel Kelas 2”.
“Kami berkomitmen untuk bekerja sama dengan industri guna memastikan bahwa penawaran LME memenuhi kebutuhan harga dan manajemen risiko industri yang terus berkembang,” tambahnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA