Pakar Politik: Sistem Proporsional Tertutup Baru Bisa Dilaksanakan di Pemilu 2029

Pakar Politik: Sistem Proporsional Tertutup Baru Bisa Dilaksanakan di Pemilu 2029

tribun-nasional.com – Polemik soal wacara perubahan sistem pemilu dari yang sebelumnya menggunakan sistem proporsional tetutup kemudian diubah menjadi sistem proporsional tertutup di Pemilu 2024 menuai pro dan kontra. Namun banyak partai politik dan pakar yang tak setuju sistem proporsional tertutup diterapkan pada Pemilu 2024 .

Philips J. Vermote selaku pakar politik dari Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) menyebut tak seharusnya sistem proporsional tertutup diterapkan di Pemilu 2024 . Philips menilai sistem tersebut baru bisa diterapkan di pemilu selanjutnya.

Hal itu tak lain karena Pemilu 2024 telah berjalan dan sudah mendekati masa-masa penting. Sehingga, jika MK memaksakan mengubah sistem maka bisa memicu tigginya risiko politik.

“Kalau memang DPR dan MK mau ubah sistem pemilu dengan semangat memperbaiki, bisa dibuat klausul bahwa perubahannya baru berlaku di Pemilu 2029 atau Pemilu 2034,” ucap Philips.

Jika sistem proporsional tertutup tetap diterapkan di Pemilu 2024 , maka hal itu dicurigai sarat akan kepentingan partai politik (parpol) peserta pemilu. Hal itu hanya berlaku jangka pendek saja, padahal esensi dalam mengubah sistem pemilu haruslah untuk memperbaiki sistem pemilihan itu sendiri.

Philips berharap Mahkamah Konstitusi (MK) benar-benar mempertimbangkan dampak dari sistem proporsional tertutup sebelum mengesahkannya. Dia juga menganjurkan MK segera membuat klausul yang menyatakan sistem proporsional tertutup baru akan dilaksanakan pada pemilu selanjutnya.

“Kita bisa memastikan bahwa apa pun perubahan sistem pemilu yang kita ambil, dilakukan bukan karena kepentingan politik hari ini, tetapi memang karena pertimbangan sistem apa yang baik dan dibutuhkan,” katanya.

Meski mendukung sistem proporsional tertutup . Namun Philips menyebut sistem proporsional campuran adalah yang paling pas diterapkan di Indonesia.

Wacana perubahan sistem pemilu ini pertama kali mencuat setelah pengurus PDI Perjuangan, Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi hingga Nono Marijono mengajukan gugatan ke MK. Gugatan tersebut terdaftar dengan Nomor 114/PUU-XX/2022.

Mereka mendesak pemilihan legislatif (pileg) kembali menggunakan sistem proporsional tertutup . Hal itu kemudian membuat sikap partai politik di Indonesia terpecah.

Koalisi Perubahan yang berisi Partai Demokrat, NasDem, dan PKS menolak sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024 . Hal itu disampaikan Surya Paloh dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) usai menggelar pertemuan antara dua partai.

Surya Paloh dan AHY sepakat jika sistem proporsional tertutup sangatlah tidak adil bagi masyarakat. Mereka menilai sistem tersebut tak melibatkan masyarakat dalam memilih wakilnya.

Salah satu kekhawatiran banyak pihak termasuk kuasa hukum perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 adalah maraknya politik uang. Hal itu membantah klaim penggugat yang menuding sistem proporsional terbuka membuat anggaran negara menjadi boros.

“Politik uang berpotensi lebih besar terjadi pada partai politik yang menentukan kursi legislatif,” kaya Rizky Dewi Ambarwati, selaku kuasa hukum.

Rizky tak memungkiri risiko politik uang dalam setiap pemilu dengan sistem yang diusung. Namun dengan menerapkan sistem proporsional tertutup maka masyarakat tidak bisa terlibat dalam menilai calon legislative yang akan mereka pilih.

Kuasa hukum ini menilai masyarakat sudah memahami sistem proporsional terbuka . Sehingga hal itu memudahkan mereka dalam memilih.***