55 WNI yang Disekap di Kamboja Berhasil Dibebaskan 

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam jumpa pers, Sabtu (30/7) mengatakan 55 Warga Negara Indonesia (WNI) yang disekap oleh perusahaan investasi palsu di Kamboja telah berhasil diselamatkan. Sedangkan lima warga Indonesia lainnya masih sedangkan dalam proses pembebasan.

Sejak menerima informasi mengenai penyekapan 60 WNI oleh perusahaan investasi bodong di Kamboja, pemerintah terus mengupayakan pembebasan mereka. Usaha ini juga dilakukan di tingkat pejabat tinggi.

Menlu Retno Marsudi di Nusa Dua, Bali pada 8 Juli 2022. (Foto: AFP/Stefani Reynolds)

Menlu Retno Marsudi di Nusa Dua, Bali pada 8 Juli 2022. (Foto: AFP/Stefani Reynolds)

“Kemarin, Jumat, 29 Juli 2022, saya melakukan komunikasi dengan menteri luar negeri Kamboja (Prak Sokhonn) agar para WNI tersebut dapat segera dikeluarkan dengan selamat dari tempat penyekapan secepat mungkin.

Menanggapi permintaan Retno itu, Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn menyampaikan akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk segera menangani kasus tersebut.

Lima puluh lima WNI yang menjadi korban penipuan dan penyekapan bermodus penempatan tenaga kerja di Kamboja telah berhasil dibebaskan dan lima orang lainnya masih dalam proses pembebasan. (Foto: Ilustrasi/AP)

Lima puluh lima WNI yang menjadi korban penipuan dan penyekapan bermodus penempatan tenaga kerja di Kamboja telah berhasil dibebaskan dan lima orang lainnya masih dalam proses pembebasan. (Foto: Ilustrasi/AP)

Retno bersyukur tim khusus yang diterjunkan kepolisian Kamboja akhirnya berhasil menyelamatkan 55 warga Indonesia dari lokasi penyekapan mereka. Sedangkan lima warga Indonesia lainnya masih dalam proses pembebasan. Dia menegaskan 55 warga Indonesia telah dibebaskan itu semuanya dalam keadaan sehat.

Menurutnya, tim dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Pnom Penh juga sudah berada di Sihannoukville untuk membantu evakuasi. Setelah 55 warga Indonesia itu dipindahkan ke tempat yang aman, akan ada beberapa hal yang akan dilakukan.

“Pihak kepolisian akan melakukan BAP (berita acara pemeriksaan) untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Kedua, selanjutnya para WNI akan diserahkan kepada KBRI Pnom Penh dan akan dipindahkan dari Sihannoukville ke Pnom Penh,” ujar Retno.

Sesuai prosedur standar, menurut Retno, staf KBRI Pnom Penh akan mewawancarai 55 warga Indonesia yang telah dibebaskan itu berdasarkan formulir yang mengindikasikan terjadi tindak pidana perdagangan orang. Sehabis itu, mereka semua akan dipulangkan ke Indonesia.

Pada jumpa pers tersebut, Retno menyampaikan penghargaan dan berterima kasih kepada pemerintah dan pihak berwenang di Kamboja atas kerjasama dan bantuan dalam upaya pembebasan 60 warga Indonesia yang disekap perusahaan investasi bodong di negara itu.

Dia mengingatkan pemerintah dan semua pihak untuk bekerja keras agar kejadian yang menimpa 60 warga Indonesia itu tidak terulang. Retno mendorong penegakan hukum terhadap para perekrut di dalam negeri.

Para pekerja migran tujuan negara-negara Timur Tengah difoto untuk pembuatan paspor di kantor imigrasi Tangerang, Banten, 23 Juni 2011. (Foto: REUTERS/Beawiharta)

Para pekerja migran tujuan negara-negara Timur Tengah difoto untuk pembuatan paspor di kantor imigrasi Tangerang, Banten, 23 Juni 2011. (Foto: REUTERS/Beawiharta)

Retno juga mengungkapkan perlu peningkatan upaya untuk membuat masyarakat sadar tentang modus-modus penipuan soal tawaran bekerja di luar negeri. Selain itu, kerja sama lintas negara juga harus didorong.

Dia menambahkan dirinya pada 2 Agustus mendatang akan mengadakan pertemuan dengan kepala kepolisian Kamboja di Pnom Penh untuk membahas masalah penipuan terhadap tenaga kerja asal Indonesia.

Migrant Care: Perkuat Pengawasan!

Wahyu Susilo, dari Migrant Care, dalam tangkapan layar. (Foto: Petrus Riski)

Wahyu Susilo, dari Migrant Care, dalam tangkapan layar. (Foto: Petrus Riski)

Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo menegaskan pemerintah perlu memperkuat pengawasan, termasuk dari tingkat desa, untuk mencegah kasus serupa berulang.

Secara prosedural, katanya, seharusnya ada koordinasi yang lebih baik antara pihak imigrasi, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia untuk memastikan legalitas sebuah proses perekrutan tenaga kerja. [fw/em]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan