News  

Kasus Sisiwi Diduga Dipaksa Pakai Jilbab, Guru Agama hingga BK DipanggilOmbudsman

Suara.com – Kasus dugaan pemaksaan jilbab terhadap seorang siswi di SMAN 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul telah menjadi sorotan tajam publik. Terbaru, guru agama hingga wali kelas sekolah itu dipanggil oleh Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY-Jateng.

Ombudsman menjadwalkan pemanggilan dua guru BK, guru agama, dan wali kelas SMAN 1 Banguntapan. Mereka semua bakal dimintai penjelasan mengenai kasus yang telah viral tersebut.

“Kami kemarin sudah menyiapkan surat panggila) untuk BK kemudian guru agama, dan wali kelas untuk hadir memberikan penjelasan di kantor Ombudsman (DIY),” kata Kepala ORI Perwakilan DIY-Jateng Budhi Masturi saat dihubungi di Kantor ORI DIY, Yogyakarta, Selasa (2/8/202@).

Budhi menjelaskan bahwa dua guru BK SMAN 1 Banguntapan bakal dihadirkan pada Rabu (3/8/2022). Sedangkan guru agama dan wali kelas dijadwalkan hadir pada Kamis (4/8/2022).

Baca Juga:
Diduga Paksa Siswa Pakai Jilbab, Ombudsman Republik Indonesia Panggil Guru Agama, Guru BK, dan Wali Kelas

Budhi melanjutkan, penanganan kasus itu bermula dari seorang siswi baru kelas X SMAN 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul yang menangis di kamar mandi sekolah selama satu jam. Peristiwa tersebut terjadi pada Selasa (19/7/2022) lalu.

Tim Ombudsman DIY yang saat itu tengah melakukan pemantauan PPDB di sekolah setempat menerima informasi itu kemudian langsung meminta penjelasan kepada kepala sekolah.

“Kepala sekolah mengundang guru BK-nya kemudian terkonfirmasi betul ada siswa yang menangis di toilet sekolah selama satu jam, tetapi kondisinya sudah proses menenangkan diri di UKS,” imbuhnya.

Saat itu, pihak sekolah menyampaikan bahwa seorang siswi tersebut sedang mengalami masalah keluarga. Namun pada Rabu (20/7/2022), laporan datang dari orang tua siswi.

Orang tua siswi bersama Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) melaporkan salah seorang siswi Muslim kelas X SMAN 1 Banguntapan Bantul, DIY mengalami depresi berat karena dipaksa mengenakan jilbab saat masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS).

Baca Juga:
Pemkab Bantul Kaji Usulan Pemungutan Retribusi Malam Hari Kawasan Parangtritis

Siswi tersebut juga dilaporkan sempat mengurung diri di kamar kediamannya dan enggan berbicara dengan orang tuanya

“Jadi pada Rabu pagi itulah orang tuanya melaporkan. Karena ada komunikasi (BK) lewat WA yang mengindikasikan ada kaitannya dengan pemakaian atau pemanggilan BK (terhadap sisiwi) itu,” ujar Budhi.

Menindaklanjuti laporan itu, Kepala SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul Agung Istianto kemudian dimintai penjelasan di Kantor ORI Jateng-DIY pada Jumat (29/7/2022). Dalam pengakuannya, ia mengatakan tidak tahu-menahu mengenai kasus di sekolahnya tersebut.

Kepala sekolah mengaku tidak banyak mengetahui runtutan kejadian itu lantaran tidak memperoleh laporan dari guru BK.

Karena itu, Budhi bakal meminta penjelasan lebih mendetail, langsung kepada guru BK, guru agama, dan seorang wali kelas SMAN 1 Banguntapan, Bantul terkait dugaan pemaksaan jilbab terhadap siswi itu.

“Akan kami minta penjelasan terkait dugaan mereka memanggil siswi ke ruang BK kemudian dipakaikan pakaian khas keagamaan (jilbab) itu,” terang Budhi.

Empat orang itu, kata dia, juga bakal dimintai penjelasan ihwal rangkaian awal atau kejadian-kejadian terkait sebelumnya sehingga berujung dugaan pemaksaan pemakaian jilbab itu.

“Sebetulnya hari Selasa (19/7/2022) itu puncaknya ya, tapi sebelumnya kan sudah ada kejadian-kejadian terkait identitas keagamaan itu yang membuat si anak merasa tertekan,” tutur dia.

Ombudsman DIY masih melakukan pengumpulan data, dokumen, dan penjelasan sehingga belum dapat menyimpulkan ada atau tidaknya malaadministrasi di sekolah itu.

Budhi menuturkan bahwa satuan pendidikan harus tunduk pada Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

“Permendikbud itu kan opsional ya, dapat menggunakan atau tidak menggunakan sehingga siswa sebenarnya diberi pilihan. Sebaliknya kalau ada yang memilih menggunakan ya juga tidak boleh dilarang,” ujar Budhi. [ANTARA]


Artikel ini bersumber dari www.suara.com.

Tinggalkan Balasan