Kepemimpinan Wanita | SWA.co.id

Ilustrasi foto
Ilustrasi foto

Ketika saya memasuki sebuah toko suvenir kecil di mal Kota Tucson, mata saya tertuju pada plakat kecil yang berbunyi “Sure GOD created man before woman, but then you always make a rough draft before the Final Masterpiece” (San Xavier, Tucson, Arizona). Saya tersenyum, mau protes susah, mau setuju sulit. Karena bimbang dan galau dibarengi setuju, akhirnya plakat kecil itu saya beli.

Semakin saya renungkan, semakin menunjukkan kebenarannya ketika saya mulai melihat banyak fakta yang saya pelajari dari sejarah ataupun kondisi saat ini di kala dunia sedang terdampak endemi bahwa organisasi ⸺apa pun bentuknya, entah itu perusahaan, atau lembaga nirlaba, dan bahkan organisasi terkecil yakni keluarga⸺ yang dipimpin wanita memiliki kelenturan yang berbeda dibandingkan dengan yang dipimpin pria.

Lalu, bagaimana kalau kepemimpinan itu ada di organisasi formal, profit oriented atau policy oriented, apakah kepemimpinan ada pengaruhnya dengan gender? Apakah pendekatan gender akan menunjukkan efektivitas lebih? Ataukah gaya kepemimpinan itu yang lebih penting baik dilakukan oleh gender ⸺pria dan wanita⸺ dibandingkan dengan gender itu sendiri?

Tidak mudah memilahkannya, apakah ini gender atau tipe kepemimpinan yang dipilih. Namun, ada beberapa hal yang tidak dimiliki pria, sesuai dengan nature-nya, kala wanita muncul sebagai pemimpin akan melahirkan suasana dan gaya yang sangat berbeda dengan pria. Secara natural, akan sangat membedakan budaya organisasi dan fokus organisasi tentang laba, persaingan, dan pertumbuhan.

Setidaknya ada lima karakteristik kepemimpinan wanita, yang dalam banyak hal tidak dimiliki pria karena berkaitan dengan nature dari gender sesuai dengan ciptaan Ilahi.

Pertama, wanita diciptakan untuk menjadi penolong pria. Hawa adalah penolong bagi Adam. Nature ini melahirkan wanita secara kodrati memiliki sikap menolong, melayani yang lain.

Hal itu membuat service atau servant leadership akan mudah dilakukan oleh pemimpin wanita dibandingkan pria. Karena, wanita akan ikut nature-nya, sedangkan pria yang ingin mempraktikkan kepemimpinan yang melayani perlu memenangi peperangan di dalam (war within) karena secara natural pria lebih suka dilayani.

Kedua, wanita diciptakan dari tulang rusuk pria, secara natural dikondisikan tidak lebih tinggi dari pria, tapi juga tidak lebih rendah untuk diinjak dan diperbudak. Sifat dan sikap karena kodrati ini membuat wanita yang menjadi pemimpin akan mudah bekerjasama dengan yang lain, apalagi dengan wanita lain, karena pada prinsipnya menjadi nomor dua bukan hal sulit bagi wanita.

Ketiga, wanita tidak hanya mengandalkan logika (the head), tapi juga sangat mengerti apa yang ada di hati (the heart). Itu sebabnya, mengerti perasaan hati menjadi andalan dalam menyelesaikan berbagai persoalan pelik. Dalam hal tertentu, ini akan membuat wanita tidak mudah memutuskan, tapi di lain pihak ketika memutuskan selalu memandang dari berbagai aspek, khususnya perasaan dan hati.

Nah, dalam kondisi menghadapi pandemi ataupun endemi corona seperti ini, organisasi yang dipimpin wanita sangat kentara dalam memberikan perhatian kepada aspek kesehatan karyawan dan keluarganya. Dan, itu bukan hanya soal fasilitas, tapi pendekatan emosional yang lebih dalam dari sekadar ada dan diadakan. Ini yang membuat karyawan lebih merasa nyaman karena seperti ada induk semang atau pendekatan keibuan.

Keempat, karena kombinasi yang seimbang antara the head dan the heart, dengan kecenderungan perasaan lebih dominan, pemimpin wanita tidak mudah memutuskan dan acapkali butuh waktu dalam memutuskan sesuatu. Tidak seperti pria, yang secara kecenderungan lebih cepat dan decisive karena akar dari keputusannya adalah di logika atau the head. Dalam keadaan krisis yang membutuhkan kecepatan dalam membuat keputusan, pemimpin wanita harus banyak belajar dan mengandalkan rekan prianya agar mendapatkan perspektif yang lebih tajam dibandingkan dengan nature dirinya.

Kelima, wanita pada dasarnya memiliki peran multiple yang sangat kompleks dan kadang bertentangan satu dengan yang lain. Namun, karena kekuatan dalam menyeimbangkan the head dan the heart, pemimpin wanita tidak mudah goyah ketika sudah memutuskan, atau bisa dibilang agak kaku, tapi juga solid dalam pemikiran karena menyeimbangkan banyak aspek. Peran wanita sebagai perempuan, sebagai istri, sebagai ibu, dan sebagai kepala rumah tangga yang tunduk pada kepala keluarga, membuat wanita yang menjadi pemimpin perusahaan terbiasa kerja multiple dan mampu memberikan kontribusi yang optimal di berbagai peran tersebut.

Kelima karakteristik itu yang saya lihat menjadi ciri para Kartini kali ini dalam pemilihan Women Business Leaders of The Year SWA. Dari makalah yang saya teliti, substansi hasil tidak kalah dengan pemimpin pria, tapi dimensi proses dalam mencapai hasil sangatlah berbeda. Itulah kekayaan dalam sebuah organisasi.

Itu sebabnya, dalam mencapai kesuksesan sebuah organisasi, ketika kinerjanya stagnan ketika dipimpin dengan gaya maskulin, bisa dipikirkan untuk memberi wanita kesempatan pegang kendali. Siapa tahu justru itu yang akan membuat terobosan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. (*)

Paulus Bambang WS

www.swa.co.id


Artikel ini bersumber dari swa.co.id.

Tinggalkan Balasan