Memikat Hati Masyarakat Internasional dengan Alat Musik Tradisional

Memikat Hati Masyarakat Internasional dengan Alat Musik Tradisional

Tradisional tidak selalu identik dengan kuno dan membosankan. Di tangan dua musisi muda tanah air ini, alat musik tradisional naik kelas. Mengiringi lagu-lagu populer? Bisa. Berkolaborasi dengan musisi yang sedang hit? Lebih bisa lagi.

Gaspar Aloysius Raja Kenalkan Sasando di Sekolah-Sekolah

PENAMPILANNYA sederhana. Gestur dan cara bertuturnya juga biasa saja. Namun, Gazpar Araja berubah 180 derajat kalau sudah menghadap sasando. Lewat jari-jarinya, dia menciptakan harmoni musik yang indah dari alat musik petik tradisional tersebut. Siapa pun yang ada di hadapannya dijamin langsung terlena. Gazpar menjadi istimewa.

“Sampai sekarang, belum ada produksi massal sasando. Jadi, kalau mau beli, ya harus pesan dulu. Pembuatnya mayoritas ada di Kupang, NTT,” ungkap Gazpar kepada Jawa Pos saat diwawancarai pada Rabu (27/7). Pria bernama lengkap Gaspar Aloysius Raja itu punya mimpi, suatu hari nanti sasando akan diproduksi massal. Dengan demikian, semua orang akan bisa mendapatkannya dengan mudah. Semudah membeli gitar.

Memilih bertekun di jalur musik tradisional, Gazpar sadar bahwa dirinya harus aktif memperkenalkan sasando kepada masyarakat. Karena itu, dia pun ’’mengamen” dari satu sekolah ke sekolah yang lain di kawasan Jabodetabek.

Tidak hanya bermain sasando di hadapan siswa, lewat program Sasando Goes to School, Gazpar juga mengizinkan murid-murid mengamati alat musik khas Pulau Rote tersebut dari dekat. Bahkan menyentuh dan mencoba memainkannya.

Selain itu, Gazpar membuka les musik privat sasando. Lelaki yang mulai serius menekuni sasando sejak 2011 itu merasa bahwa melestarikan alat musik petik yang terbuat dari bambu dan daun lontar tersebut adalah tugasnya. ’’Sebagai anak muda dari NTT, saya merasa wajib untuk melestarikannya,’’ tegas mantan gitaris band kampus di Ledalero, Maumere, Flores, itu.

MELODI LONTAR: Gazpar membopong sasando yang keunikannya membuat dirinya jatuh cintah. (GAZPAR UNTUK JAWA POS)

Bentuk sasando memang unik. Bambu dipasangi dawai dan ’’dibungkus” daun lontar yang mekar. Sebagaimana penampilannya, bunyi sasando pun unik. ’’Ada rhythm, melodi, dan bas sekaligus,’’ kata Gazpar. Berkebalikan dengan piano dan harpa, chord sasando ada di sebelah kanan. Sementara itu, melodi dan basnya di sebelah kiri.

Gazpar menyatakan bahwa cara memainkan sasandolah yang membuatnya jatuh cinta pada alat musik tradisional tersebut sekitar 11 tahun lalu. “Sasando ini unik karena dawai-dawainya melingkar pada bambu. Cara memainkannya juga dengan kedua tangan. Harus aktif semua,” terangnya.

Gazpar menegaskan bahwa sasando tidak kalah dengan alat musik modern lainnya. Berbagai genre musik bisa dimainkan dengan sasando. Semakin rumit musiknya maka akan semakin rumit pula permainan sasandonya. “Itu bergantung kemampuan musisinya. Kalau sasandonya, ya tetap bisa mengikuti musiknya,” paparnya.

Belum lama ini, Gazpar berkolaborasi dengan Isyana Sarasvati. Bagi Gazpar, kolaborasi tersebut merupakan sarana promosi yang sangat baik. Apalagi, Isyana punya banyak penggemar.

BENING: Feri dalam balutan busana khas Kalimantan Tengah memainkan sape pada sebuah pergelaran musik. (FERINANDUS UNTUK JAWA POS)

Ferinandus Lah Bangga Anak Sekarang Kenal Sape

SUARANYA menenangkan. Sekilas mirip suara gitar yang dipetik. Alat musik tradisional yang mengeluarkan suara bening itu bernama sape. Alat musik tradisional Borneo tersebut memang dipetik seperti gitar, tapi secara fisik tak bisa dibilang mirip.

”Organnya beda, teknik permainannya juga beda,” kata Ferinandus Lah, musisi sape asal Kalimantan Tengah, kepada Jawa Pos.

Dalam perbincangan Jumat (29/7) itu, Feri menjelaskan bahwa sape lebih banyak bermain pada melodi. Itu pun hanya melodi pada senar nomor satu. Fret (tangga nada) sape yang dipasang dari senar satu sampai tiga hanyalah model yang dikembangkan sendiri. ”Bahkan, sekarang ada yang menyerupai fret gitar, tetapi secara tradisional fret melodi sape hanya di senar satu,” ujarnya.

Perbedaan itu membuat penyetelan (tuning) sape tentu menjadi berbeda dengan gitar. Dengan begitu, aplikasi tuning yang umumnya digunakan untuk menyetel gitar tidak akan bisa diterapkan pada sape. ”Tuning sape ini ada caranya sendiri,” kata pria kelahiran Teluk Telaga, Barito Selatan, itu.

Sebagai musisi yang menekuni sape sejak 2003, Feri mengatakan bahwa badan sape bisa terbuat dari kayu apa saja. Tapi, memang sebagian besar terbuat dari kayu pohon cempedak, nangka, mahoni, jati, medang, dan sungkai. Yang terpenting, badan sape harus dipasangi tali/senar, tangga nada (fret), pemutar tali, dan pickup/spul.

”Kalau sudah lengkap, baru bisa jadi alat musik sape,” papar pria 44 tahun itu.

Dewasa ini, sape sangat mudah didapatkan. Bahkan, generasi muda mampu memproduksi sape sendiri dan mendapatkan pemasukan dari sana. ”Generasi muda yang minat sangat banyak. Mereka punya komunitas sape. Satu dekade mendatang saya optimistis sape masih eksis,’’ ungkap alumnus Politeknik Pontianak itu.

Kendati jenisnya adalah alat musik tradisional, sape tidak melulu dimainkan untuk acara-acara musik tradisi atau mengiringi tarian sape. Saat ini musisi sape bisa memainkan berbagai genre musik. Mulai pop, metal, sampai dangdut.

”Dari segi suara, sape memang unik dan berkarakter. Untuk sebagian orang, suara sape sangat menenangkan jiwa dan mendamaikan hati,” imbuh Feri.

Dia senang karena sape begitu getol dipromosikan. Terutama promosi melalui media sosial (medsos). Pemerintah juga berusaha memperkenalkan sape kepada masyarakat. Setidaknya melalui pelatihan di sekolah, organisasi pemuda, sampai entitas perguruan tinggi. ”Kolaborasi dengan artis juga membuat sape semakin populer,” terangnya.

Sebagai keturunan Dayak Kayan, Feri berharap sape yang merupakan alat musik tradisional tanah kelahirannya tak lekang oleh waktu. Dia yakin sape masih akan berkembang dengan kemasan-kemasan genre musik yang variatif. ”Secara organologi sape masih belum berubah lima tahun ke depan,” imbuhnya.

Alat Musik Petik Tradisional

  • Siter: Jawa Tengah
  • Gondang hasapi: Tapanuli, Sumatera Utara
  • Ukulele: Maluku
  • Ketadu mara: Nusa Tenggara Timur
  • Kecapi: Jawa Barat
  • Gambus: Kalimantan Timur
  • Panting: Kalimantan Selatan

Sumber: diolah dari berbagai sumber


Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.

Tinggalkan Balasan