PDIP: Mereka yang Gunakan Politik Identitas Biasanya Miskin Kinerja dan Tidak Punya Prestasi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal atau Sekjen  PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan PDIP siap menghadapi Pilpres dengan kemungkinan dua atau lebih pasangan calon.

Hal itu disampaikan Hasto usai menjadi pembicara Diskusi Menyongsong Pemilu 2024: Kesiapan, Antisipasi dan Proyeksi yang digelar oleh Kedeputian Bidang Kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), di Jakarta, Kamis, (25/8/2022).

“Dalam situasi ketika pemulihan ekonomi belum sepenuhnya pulih, dan ketidakpastian global, maka Indonesia memerlukan pelaksanaan Pilpres yang demokratis, cepat, kredible, dan bagaimana memastikan hanya berlangsung satu putaran,” katanya.

Menurut dia, padangan ini bisa terwujud apabila dilakukan langkah konsolidasi dan mendorong kerjasama parpol di depan, sehingga mengarah pada dua paslon.

“Ini yang ideal berdasarkan konteks saat ini, meski PDI Perjuangan siap bertanding dengan 2 atau 3 paslon. Sekiranya 3 paslon, pada putaran kedua pasti akan terjadi deal-deal politik baru. Jadi kenapa tidak membangun kesepahaman di depan saja,” sambungnya.

Baca juga: Golkar-PSI Sejalan, Komitmen Lanjutkan Program Jokowi dan Sepakat Hindari Politik Identitas

Hasto juga menerima pendapat yang mengatakan 2 pasangan akan menghindarkan diri dari politik identitas.

Namun, ia berpandangan bahwa politik Indonesia itu harus dibawa pada mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Mereka yang menggunakan politik identitas dan politik primordial, biasanya miskin kinerja, tidak punya prestasi, maka digunakanlah cara-cara yang tidak cerdas, tidak bijak, dan tidak membangun peradaban,” lanjut Hasto.

Untuk itu, Hasto mengatakan, bahwa Pilpres akan diisi dengan dua pasang calon, tiga pasang calon maupun beberapa pasang calon, PDIP siap mengikuti kontestasi tersebut.

“Kalau tentang Pilpres, mau beberapa calon, PDIP ngalir saja, dua calon tiga calon kita siap. Hanya kan politik ini kita harus melihat konteksnya,” ucap Hasto. 

“Kita baru mengalami pandemi dampaknya sangat dasyat dalam kehidupan kita. Pemulihan ekonomi belum begitu bagus, persoalan geopolitik perang Rusia-Ukraina, dan ketegangan yang terjadi di Laut Tiongkok Selatan kemudian kemarin krisis di Taiwan, kemudian persoalan di Timur Tengah harus menjadi perhatian kita,” urainya.

Hasto pun mengajak untuk tingkatkan demokrasi politik itu membangun peradaban, bahwa politik itu mencerdaskan kehidupan bangsa bukan menurunkan kualitas kecerdasan rakyat Indonesia dengan berbagai isu-isu.

“Pemilu itu adalah alat dan mekanisme regenerasi kepemimpinan atas dasar kedaulatan rakyat. Pemilu bukan ajang memecah belah. Kualitas Pemilu juga ditentukan oleh hasil, termasuk hasil dari kualitas pemimpin yang lahir melalui Pemilu. Semakin Pemilu diwarnai oleh narasi yang jauh dari keadaban publik, semakin buruk kualitas Pemilu,” ujar Hasto.


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.

Tinggalkan Balasan