Merdeka.com – Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri telah memeriksa mantan presiden lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan petinggi ACT Ibnu Khajar. Pemeriksaan keduanya dilakukan pada Jumat (8/7) kemarin.
Karopenmas Div Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, pemeriksaan terhadap pengurus ACT berawal dari informasi masyarakat terkait adanya dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh para pengurus dalam mengelola dana.
“Telah dilakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang,” kata Ramadhan dalam keterangannya, Sabtu (9/7).
Dari hasil penyelidikan tersebut diketahui ACT telah mengelola dana sosial atau CSR dari pihak Boeing untuk disalurkan kepada ahli waris para korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT610 yang terjadi pada tanggal 18 Oktober 2018 lalu.
“Namun pada pelaksanaan penyaluran dana sosial/CSR tersebut, para ahli waris tidak diikutsertakan dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial/CSR tersebut dan pihak Yayasan ACT tidak memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana sosial/CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing serta pengunaan dana sosial/CSR tersebut,” ujarnya.
Ramadhan menyebut, total dana CSR untuk para korban dari pihak Boeing yang dikelola oleh ACT yaitu sebesar Rp138.000.000.000. Saat itu, pihak Boeing pun memberikan dua jenis dana kompensasi yaitu dana santunan tunai dan non tunai kepada ahli waris para korban sebesar USD 144.500 atau setara Rp2.066.350.000.
“Di mana dana tersebut tidak dapat dikelola langsung oleh para ahli waris korban melainkan harus menggunakan lembaga/yayasan yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak Boeing, di mana salah satu persyaratan tersebut adalah lembaga/yayasan harus bertaraf Internasional,” jelasnya.
Kemudian, ahli waris para korban pun dihubungi oleh ACT untuk meminta rekomendasi kepada pihak Boeing agar dana CSR tersebut bisa dikelola. Saat itu, dana sosial disebut untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi dari ahli waris para korban.
“Setelah pihak Boeing menunjuk Yayasan ACT untuk mengelola dana sosial/CSR tersebut, pihak Yayasan ACT tidak memberitahukan realisasi jumlah dana sosial/CSR yang diterimanya dari pihak Boeing kepada ahli waris korban, termasuk nilai serta progres pekerjaan yang dikelola oleh Yayasan ACT,” ungkapnya.
“Bahwa diduga pihak Yayasan ACT tidak merealisasikan/menggunakan seluruh dana sosial/CSR yang diperoleh dari pihak Boeing, melainkan sebagian dana sosial/CSR tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staff pada Yayasan ACT dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan/kepentingan pribadi Ketua Pengurus/presiden (Ahyuddin) dan wakil Ketua Pengurus/vice presidene,” tutupnya.
[eko]
Artikel ini bersumber dari www.merdeka.com.