Alasan Penolakan Pergub Penerbitan Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin yang Berhak

Merdeka.com – Koalisi Rakyat Menolak Penggusuran (KRMP) menuntut pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk mencabut Peraturan Gubernur (Pergub) No 207 Tahun 2016 tentang Penerbitan Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin yang Berhak. Tuntutan tersebut dilakukan dengan mengirimkan surat permintaan audiensi kepada Pemprov DKI pada Kamis (4/8) pagi.

KRMP menyebutkan alasan tuntutan tersebut karena penggusuran dilakukan tanpa musyawarah dan melibatkan aparat yang tidak berwenang. Oleh karena itu, muncul intimidasi dan kekerasan, pembangkangan terhadap upaya hukum, dan pelanggaran hak masyarakat terhadap hak atas tanah.

“Hal ini tidak hanya berimbas (pada) hilangnya hunian. Penggusuran juga mengancam keselamatan jiwa, kesehatan, serta hilangnya akses terhadap makanan, pendidikan, perawatan kesehatan, bahkan pekerjaan dan peluang mencari mata pencaharian lainnya,” tulis KRMP dalam pernyataan resminya.

Selanjutnya, terdapat sengketa atau konflik lahan dengan pihak korporasi dan pemerintah yang memiliki akses luas terhadap hukum yang membuat mereka berhadapan dengan masyarakat miskin kota yang termarjinalkan.

“Contohnya seperti warga Pancoran Buntu II begitu, ya, atas nama pemulihan aset daripada Pertamina. Warga ini menjadi rentan karena bisa digusur gitu aja menggunakan Pergub 207 yang tidak humanis. Padahal di awal kampanyenya jelas kita tahu Bapak Gubernur atau Bapak Anies Baswedan itu menyatakan akan humanis kepada warga dan tidak melakukan penggusuran,” kata Perwakilan KRMP Jihan Fauziah Hamdi.

Selanjutnya, Pergub tersebut juga tidak mensyaratkan adanya musyawarah yang berimbang sehingga tidak memberikan kesempatan kepada warga untuk dapat menguji hak kepemilikan tanah melalui forum pengadilan.

Lalu, Pergub DKI 207/2016 ini melanggar Undang-Undang (UU) TNI dan ketentuan pada Kovenan Ekosob karena tidak memberikan jaminan perlindungan dan pemenuhan terhadap hak atas perumahan dengan membenarkan tindakan penggusuran paksa. Tidak hanya itu, Pergub tersebut melanggar UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman karena penggusuran paksa dapat dilakukan tanpa melalui proses pembuktian kepemilikan di pengadilan dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah karena bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan.

Terakhir, Pergub DKI 207/2016 juga telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik sebab tidak adanya kepastian hukum dalam proses pembuktian kepemilikan dalam hal terjadi sengketa tanah, terlanggarnya asas kemanfaatan karena melegitimasi penggusuran paksa dan membuka ruang bagi penggunaan kekerasan oleh aparat maupun pihak ketiga yang tidak memiliki kepentingan dan kewenangan, serta melanggar asas ketidakberpihakan karena hanya melihat dari sudut pandang pemohon penerbitan dan sama sekali tidak membuka ruang bagi warga yang terdampak untuk membela diri dan kepentingannya.

“Sekali lagi, yang kami minta dengan tegas kepada Anies Baswedan (untuk) menerima audiensi kami, menemui kami, dan menyampaikan secara langsung (dan) secara formal bagaimana prosesnya. Kalau lah memang prosesnya gagal, ditolak Mendagri, dan sebagainya (harap) disampaikan kepada kami. (Harap) transparan karena kami juga selama ini melalui jalur-jalur formal yang transparan,” jelas Jihan. [eko]

Baca juga:
KRMP Tagih Janji Anies Baswedan Cabut Pergub Penggusuran
TransJakarta akan Tambah 1.801 Karyawan untuk Mencegah Pelecehan Seksual
Anies Beberkan Alasan Penambahan Modal Dasar Jamkrida untuk Kembangkan UMKM
Ketua DPRD DKI ke Anies: Warga Butuh Program Baik, Bukan Cuma Ganti-ganti Nama Begitu
Ide Awal Anies Baswedan Ubah Logo Rumah Sehat Jakarta
Anies Ubah RS Jadi Rumah Sehat, PDIP: Pengalihan Isu Pagar JIS Roboh


Artikel ini bersumber dari www.merdeka.com.

Tinggalkan Balasan