Ashari Bergerilya Merebut  Pasar Industri Cleaning dan Laundry

Ashari, pemilik Hari Mukti Teknik, dan produk mesin laundry merek Kanaba (Foto: Gigin W Utomo)

Dengan jumlah penduduk yang terbilang besar, Indonesia merupakan pasar potensial yang cukup besar untuk  Industri  cleaning dan laundry. Pasar di sektor ini masih terbilang gurih dan sangat menggiurkan. Wajar bila banyak perusahaan multinasional  yang  bertaruh modal besar untuk merebut ceruk pasar ini.

Sayangnya, potensi pasar yang sangat besar tersebut, selama ini hanya dinikmati perusahaan asing.  Mulai dari mesin cuci untuk rumah tangga hingga mesin cuci berkapasitas  besar, semuanya dimonopoli produk-produk dengan brand asing. Sakadar gambaran, untuk mesin cuci rumahan masih didominasi merek impor seperti Electrolux, Sharp, LG, Samsung,Toshiba,dll.

Sudah selayaknya kita mengapresiasi  bila ada upaya anak bangsa  yang bersemangat  terjun ke industri tersebut.  Seperti yang dilakukan  Ashari. Dengan bersusah payah, pria paruh baya ini akhirnya sukses memproduksi aneka kebutuhan mesin untuk laundry. Ia berhasil menembus pasar yang selama ini didominasi  produk asing.

Ashari adalah pemiliki PTHari Mukti Teknik, yang memproduksi mesin laundry bermerek Kanaba.

Meskipun  berbau  kata  asing dari Jepang, tapi yakinlah bahwa ini adalah brand  lokal asli Jogja (Yogyakarta). Kanaba merupakan akronim dari Karya Anak Bantul. Pusat produksinya pun di pelosok desa tepatnya di wilayah Sitimulyo, Piyungan, Kabupaten Bantul.

Beberapa jenis mesin yang dihasilkan antara lain,  dryer (mesin pengering laundry), washer extractor (mesin cuci dan pemeras), washer capsule (mesin cuci tanpa pemeras), roll ironer (mesin setrika) vacum table (Meja Setrika), extractor Kanaba (Mesin Pemeras) dan carpet spinner (mesin cuci karpet).

Sejak awal Ashari memang menyasar pasar korporat, khususnya hotel dan rmah sakit. Karena itulah semua produk Kanaba, umumnya  berkapasitas besar, dari 22-120 kg. “Bila ada pesanan kami siap untuk kapasitas hingga 500kg,” ujar bapak satu anak tersebut.

Walaupun terbilang pendatang baru, nama Kanaba sepertinya sudah mulai menggetarkan jagad industri cleaning dan laundry di negeri ini. Para pemilik brand yang sudah bertahun-tahun menikmati manisnya kue dari bisnis laundry, sepertinya perlu siap-siap tergerus  keuntungannya. Cepat atau lambat brand lokal bernama Kanaba tersebut bakal menggusur mereka. “Kami yakin akan mampu bersaing dengan produk asing,” jelas Ashari.

Menurut Ashari, selain soal kualitas  yang dijamin bagus,  produk mesin cuci yang dihasilnya dijamin memiliki keunggulan dari sisi harga dan layanan purna jual. Dari sisi harga penghematakan bisa mencapai 30 persen. Sementara bila ada kerusakan akan cepat tertangani karena lokasi pabriknya di dalam negeri. Untuk setiap pembelian mesih diberi garansi selama 2 tahun. Setiap kerusakan akan diganti penuh.

Harga mesin laundry tentu tergantung jenis dan kapasitasnya. Sebagai gambaran, mesin cuci washer extractor soufmount  yang kapasitas 50 kg dihargai Rp 824 juta. Yang paling mahal adalah mesin cuci washer barrier infectius,  mesin cuci khusus untuk membersihkan infeksi. Kapasitasnya antara 30 sampai 120 kg. Untuk yang kapasitas 30 kg harganya diangka Rp 1.084 miliar, sedangkan yang  120 kg mencapai Rp 2.9 miliar.

Setelah lama tertatih tatih menggarap pasar,  sejak lima tahun terakhir Kanaba mulai memanen hasil perjuangan panjangnya. Pelan tapi pasti, Kanaba mulai banyak dilirik konsumen. Kepercayaan mulai tumbuh  setelah produknya dinyatakan lolos proses sertifikasi SNI (Standard Nasionak Industri) dan ISO (International Organization of Standardization).

Ashari, Pemiliki PT Hari Mukti Industri (foto: Gigin W Utomo)

Kanaba merupakan brand lokal asli Indonesia pertama yang sudah mengantongi sertifikat SNI dan ISO dari Badan Standarisasi Nasional , masing-masing SNI-ISO 9001, SNI-ISO 37001 dan SNI-ISO 140001. “Alhamdulillah sejak 2016 kami sudah memiliki sertifikat SNI dan ISO,  ini yang membuat pelanggan mulai percaya dengan produk kami,” jelas alumni SMK Negeri 3 Jogja ini.

Kenaikan permintaan pasar yang cukup signifikan terjadi  setelah Kanaba berkesempatan mengikuti pameran cleaning & laundry di Jakarta tahun 2018 silam. Permintaan dari  berbagai  rumah sakit di daerah  mulai mengalir.  “Dampak pameran sangat bagus, mereka bisa melihat langsung produk kami dan tertarik untuk membeli,” ungkapnya.

Ashari mengaku menggaet pasar pemerintah dan swasta. Untuk pasar pemerintah, produk Kanaba sudah terdaftar di E-katalog resmi. Dengan demikian, produk Kanaba menjadi produk resmi yang bisa digunakan untuk keperluan pengadaan barang pemerintah, tentu saja terkait dengan kebutuhan peralatan landry di rumah sakit maupun hotel milik pemerintah.

Sementara itu, untuk menggarap pasar swasta, diperkenalkan brand baru dengan nama Siyuba. Secara kualitas produk ini memiliki standar yang sama dengan produk Kanaba. “Semua spesifakasi sama antara Kanaba dan Siyuba” jelasnya.

Menurut Ashari, pada awal terjun ke industri mesin laundry kondisi pasar bisa dibilang di zona red ocean. Tingkat persaingan sangat ketat, apalagi untuk pasar mesin cuci kelas rumah tangga. Pasar ini sudah dijejali brand-brand ternama. Demikian juga pasar indstri laundry,  dikuasi produk-produk asing dari China, Taiwan dan Eropa. “Kami mulai semuanya dari nol,” ungkapnya lagi.

Bagi Ashari, keberhasilnya mendirikan PT Hari Mukti Teknik dirasakannya  sebagai mimpi yang terwujud. Saat masih sekolah di SMK Jetis sekitar tahun 1988 silam, ia sempat berkumpul dengan beberapa temannya setelah praktek di BPLT (Balai Latihan Pendidikan Teknik). Pohon Akasia  yang ada di gedung yang berlokasi Jl. Kiai Mojo Jogja tersebut menjadi saksi mimpinya. Ketika teman-temannya bercita-cita bekerja di perusahaan besar, Ashari malah ingin kerja di bengkel kecil. “Karena tidak punya saudara jauh, saya cukup di Jogja saja. Saya ingin kerja di bengkel kecil saja untuk batu loncatan bikin bengkel sendiri,” katanya mengenang.

Ternyata benar,  setelah lulus Ashari diterima bekerja di bengkel kecil dan mendapatkan pekerjaan yang tidak sesuai dengan pendidikannya. Ia mengawali pekerjaan di bengkel tersebut sebagai tukang pembuat minuman dan tukang cuci. Namun ia lakoni kerjaan itu dengan senang hati karena diberi kesempatan untuk belajar las. Kariernya nanjak hingga jadi kepala produksi di perusahaan yang memproduksi kursi lipat tersebut.

Ashari mengaku setiap kerja, ia tidak memikirkan gaji yang diterima. Beberapapun ia terima karena yang penting dia diberi kesempatan belajar. Setelah kerja di dua perusahaan, akhirnya ia memutuskan untuk berusaha sendiri karena merasa sudah memiliki bekal untuk kerja mandiri.

Pehobi masak ini  mengawali usaha dari sebuah bengkel las dan jasa rekayasa mesin. Selain

menggarap jasa kontruksi baja, ia juga melayani pembuatan mesin pengering untuk padi dan jamu. Ketika bisnis laundry kiloan mulai booming pada tahun 2010 silam, ia mulai tergoda untuk mencoba meraih keberuntungan dari bisnis ini.

Suatu ketika Ashari sengaja mendatangi sebuah outlet laundry  di kawasan Jl. Kaliurang, Sleman. Ia berbincang khusus terkait dengan mesin laundry. Ia mendapatkan penjelasan detail terkait manajemen kerja laundry. Dari sini ia mendapatkan keluhan pelaku usaha tersebut, terkait dengan mahalnya harga pengering laundry yang mencapai puluhan juta. “Harganya mahal dan tidak semua pelaku usaha laundry mampu membeli,” ujar Ashari.

Dari situlah Ashari menemukan peluang untuk menciptakan mesin pengering yang lebih murah dibandingkan dengan produk yang ada di pasaran. “Saya bertanya kalo saya bikin mesin yang harga tiga jutaan apa mau beli, dia jawab siap membeli,” tutur bapak satu anak yang anti rokok ini.

Trial by error

Singkat cerita, Ashari mencoba mendesain mesin lalu memproduksi mesin pengering laoundry. Sebagai uji coba market ia memproduksi sebanyak 20 unit dengan harga Rp 3 juta perunitnya. Ia pun menawarkan ke pemilik usaha loundry yang pertama ditemuianya.

Ketika  dicoba untuk digunakan, mesin pengering buatan Ashari, memang bisa mengeringkan tapi sayangnya pemilik outlet tersebut justru mengeluh karena pakaian yang dikeringkan sulit disetrika. Apa yang terjadi? Ternyata pakaianya menjadi lusuh dan berkerut. “Saya langsung menarik kembali mesin tersebut untuk saya observasi  lagi guna melihat sumber masalahnya,” kenang Ashari.

Setelah ngotak atik mesin pengering tersebut, Ashari dan tim teknisinya akhirnya menemukan titik lemah mesin buatannya. Salah satunya karena proses pemanasan yang meniru model oven atau pemanasan langsung.  “Memang cepat kering tapi kainnya rusak dan susah distrika,” ujarnya.

Dari situlah, ia hadir dengan teknik baru yang membuat hasilnya bagus tapi dengan harga yang tetap terjangkau untuk UMKM. “Alhamdulillah kami temukan teknik yang lebih bagus dan efisien dari sisi harga konsumen,” tandas Ashari.

Ashari mulai semangat menekuni usaha pengering laundry ketika tiba-tiba Fen Saparita (alm), pemilik usaha franchise Melia Laundry  datang ke bengkelnya untuk pesan mesin pengering. Fen Saparita mendapatkan informasi dari iklan ucapan selamat atas  grand opening Central Loundry yang tak lain adalah kompetitornya. “Saya ikut mengucapkan selamat dengan kolom paling kecil karena kebetulan saya yang menggarap kontruksinya,” ujarnya.

Yang menarik, dalam iklan tesebut hanya dicantumkan nama Hari Mukti , rekayasa teknik dan drying. Yang dimaksud drying adalah pengering gabah, bukan laundry. Dari sinilah, Ashari paham mekanisme kerja mesin pengering laundry berkapasitas besar. “Saya diminta langsung ke Melia Laundry untuk  melihat langsung mesin dan membuat produk sejenis,” ujar Ashari mengenang.

Setelah menguasai mesin pengering, Ashari  mencoba membuat mesin cuci. Berkali-kali gagal. Namun ia tidak menyerah dan terus mencoba. Setelah sekian kali uji coba akhirnya lahirlah mesin laundry seperti yang diharapkannya.

Setelah berhasil  menciptakan prototype mesin laundry, Ashari merasa yakin penuh percaya diri bahwa produksi mesin cuci memiliki prospek bisnis yang bagus. Yang pertama dilakukannya adalah menyiapkan sumber daya manusia. Ia memberikan kesempatan kepada tetangga desa yang masih menganggur untuk bergabung. Ia mendidik mereka betul-betul dari nol, mulai dari pengetahuan tentang bahan, teknik pengelasan, elektrikal, dll.

Pada awalnya, Ashari menggarap sendiri dalam memasarkan produknya itu. Ia bergerilya dari rumah sakit ke rumah sakit dan dari hotel ke hotel, mencoba menawarkan produknya, tapi  ia harus pulang kembali dengan tangan hampa. Banyak yang menolak karena belum yakin dengan kualitas mesin laundry buatannya.

Ashari  yang sempat menggeluti bisnis MLM nyaris putus asa, tapi semangatnya kembali bangkit ketika ingat bahwa apa yang dilakoninya adalah bagian dari perjuangan mencapai sukses. Dan, setitik harapan cerah mulai datang ketika  ada sebuah rumah sakit yang merespon tawarannya.

Rumah sakit yang dimaksud adalah RSUP Purworejo, yang kemudian menjadi pelanggan pertama. Rumah sakit yang ada di Jawa `tengah ini tertarik karena adanya jaminan purna jual yang dijanjikan. Sebagai uji coba, rumah sakit ini pesan mesin cuci ukuran 20 kg. Nah, ternyata baru dipakai sebulan sudah mengalami masalah, dan tidak bisa dioperasikan.

Dengan cepat Ashari dan timnya segera memperbaiki kerusakan. Dengan perbaikan tersebut, mesin kembali lancar, bahkan dipakai nonstop, tidak ada masalah lagi. Dari sinilah kepercayaan mulai muncul bahwa Kanaba bisa diandalkan. Dan kembali pesan 20 unit mesin yang sama. Dari sinilah Ashari mulai termotivasi dan terus mengembangkan produk baru dan terus berkembang dengan berbagai jenis produk hingga saat ini.

Ashari mengungkapkan, setiap mesin yang diproduksinya dijamin menggunakan bahan kualitas tinggi walaupun sebagian besar menggunakan material lokal yang mencapai 80 persen. Sebagai gambaran, untuk bahan mesinnya menggunakan stainless steel 304 yang terbukti kokoh dan kuat. “Material impor hanya 20 persen saja karena belum ada di dalam negeri,” tutur Ashari.

Selain itu, agar lebih mudah perawatannya, Kanaba sengaja tidak menggunakan modul sebagaimana mesin cuci modern pada umumnya. Hal ini disengaja agar lebih mudah dalam perawatan dan murah bila ada kerusakan. “Suku cadangnya juga sengaja kami gunakan yang mudah di dapat di pasaran jadi tidak tergantung pabrik,” lanjut Ashari.

Salah satu produk unggulan yang dimiliki Kanaba adalah washer barrier yang merupakan mesin cuci khusus  untuk kain yang mengandung noda infectious. Walau terbilang mahal, pesanan mesin yang berukuran hampir 2 meter persegi dengan bobot 3 ton ini telur mengalir. Mesin ini memang efektif untuk menghilangkan noda kotor yang yang dikawatirkan menghandung virus.  Keunggulan lainnya, mesin washer warrior memiliki dua pintu, yang bisa digunakan untuk kain terinveski dan bersih.

Diaa menambahkan,  ada juga beberapa fitur yang dimiliki mesin  washer barrier, antara lain, disematkan teknologi HMI (Human Machine Interface) yang sangat canggih dan membuat pengoperasian mesin lebih aman. Menggunakan teknologi inverter dengan sistem hemat daya, serta  pengaman pintu yang akan membuat mesin berhenti ketika pintu terbuka.


Artikel ini bersumber dari swa.co.id.

Tinggalkan Balasan