Kisah Trio Bersaudara  Meraih Untung dari Pengolahan Kelapa

Minyak Goreng Kelapa, produksi CV Sentra Industri Kelapa

Nama lengkapnya Imam Nur Hidayat. Ia sering dijuluki sebagai pakar kelapa. Itu karena pengetahuannya yang mendalam tentang perkelapaan. Ia sudah berkeliling Nusantara untuk menebarkan peluang bisnis dari pengelohan kelapa. Bukan hanya soal cara budidaya saja, tapi juga soal teknologi pengolahan pasca panennya. “Alhamdulillah kami telah lama melakukan berbagai pelatihan di seluruh Indonesia terkait pengolahan kelapa,” kata Imam Nur Hidayat.

Sudah sejak puluhan tahun lalu, pria yang akrab disapa Imam ini memang menaruh perhatian penuh untuk pengembangan industri pengolahan kelapa. Ia tidak hanya menguasai teori tapi juga praktek Selain menebarkan ilmu lewat pelatihan, ia juga menggarap bisnis rielnya. “Bagi yang tertarik menekuni bisnis bisa langsung praktek dulu di tempat kami,” ujar Imam.

Pria asli Jawa Timur yang kini bermukim di Jogja tersebut, merupakan salah satu owner dari CV. Sentra Industri Kelapa. Ia menjalankan perusahaan ini bersama dua adiknya, Arif Nur Wahyudi dan Mahmud Yunus. Jadilah bisnis trio bersaudara.

Trio bersaudara tersebut, awalnya fokus mengolah kelapa untuk dijadikan aneka produk bahan pangan. Setiap hari, mereka bisa mengolah ribuan butir kelapa untuk dijadikan santan, virgin oil dan minyak goreng. “Sebenarnya bisa juga bahan komestik dan sabun, tapi kami fokus untuk bahan pangan saja,” lanjut Imam jebolan teknik sipil UII tersebut kepada SWA.

Menurut Imam, selama ini tanaman kelapa dikenal juga sebagai tanaman kehidupan. Semua bagian dari tanaman ini, mulai dari akar hingga pucuk daun memiliki manfaat bagi kehidupan manusia. akarnya bisa digunakan untuk bahan obat, batangnya sangat bagus untuk bahan bangunan, bunganya dijadikan bahan gula nira. Manggarnya juga bisa dijadikan gudeg yang mak nyus rasanya` Sedangkan janurnya selain jadi ketupat juga bisa untuk hiasan dalam acara ritual. “Kami fokus mengolah buahnya saja,” tutur bapak dua anak ini.

Sebagaimana pohonnya, semua bagian dari buah kelapa ini bisa dimanfaatkan. Tak ada satu bagianpun yang tersisa. Bagian kulit bisa diolah menjadi cocofiber dan cocopeat. Tempurung bisa dijadikan arang aktif dan briket untuk bahan bakar yang laku keras di luar negri. Sedangkan daging buah, bisa diolah menjadi aneka produk untuk makanan maupun perawatan tubuh. “ Saat ini kami fokus mengolah daging buah dan kulitnyanya,” jelas Imam.

Salah satu produk unggulan yang dihasilkan Trio bersaudara tersebut, adalah minyak goreng merek Herco. Minyak ini dikemas dalam botol satu literan. Dipasarkan lewat jalur offline dan online. Dijalur offline, ada distributor yang menempatkan produk ini ke beberapa pasar modern.

Arif Nur Hidayat, pendiri CV Sentra Industri Kelapa, dan mesin-mesin penglolah kelapa (Foto: Gigin W. Utomo)

Untuk  pasar online, Herco dijajakan di banyak marketplace. Selain marketplace yang dikelola sendiri, produk ini ternyata cukup seksi menarik para reseller yang menjuak online. Ada beberapa reseller yang menggunakan brand sendiri, tapi banyak yang tetap menggunakan merek asli dari produsennya. “Kam menerima maklon juga dari beberapa pengusaha di Bali,” papar Imam.

Imam menuturkan, permintaan pasar akan produk minyak kelapa terbilang sangat tinggi. Sebagai gambaran, ada perusahaan kosmetik, es krim dll, yang membutuhkan pasokan hingga 300 ton perbulan. “Tapi kami belum sanggup memenuhi kebutuhan mereka,” ungkapnya.

Imam mengaku baru bisa memproduksi minyak rata-rata 50 ton perbulan. Bahan bakunya (kelapa) sebagian besar dipasok dari para mitra binaan. Untuk memenuhi kebutuhan pasar, ia mencoba terus membangun mitra bisnis di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Caranya, ia siap mensuplai mesin produksi dan siap membeli hasil olahannya.

Dibandingkan minyak kelapa pada umumnya, Herco memiliki keunggulan karena sangat bening menyerupai air. Minyak ini memang sengaja diolah dengan teknis khusus untuk sehingga aman dikonsumsi.

Selama ini, ada anggapan bahwa minyak kelapa kurang baik untuk kesehatan karena kandungan kolesterol yang tinggi. Imam mengaku berhasil menepis anggapan tersebut karena ia sudah memisahkan bahan-bahan yang dianggap berpotensi mengganggu kesehatan manusia tersebut. “Kami proses khusus sehingga minyak ini sangat sehat untuk dikonsumsi.” ujarnya.

Karena itulah, tidak mengherankan bila harga jual minyak berbahan kelapa yang diproduknya harganya jauh lebih mahal bisa dua kali lipat dibandingkan dengan minyak sawit. “Meski kawal kami selalu kehabisan stok,” ucapnya lagi.

Sejak tiga tahun belakangan, Imam dan adik-adiknya mengembangkan mesin produksi untuk pengolahan kelapa yang jauh lebih efisien dan ekonomis. Mesin ini diklaim memiliki kelebihan bisa memproses kelapa menjadi produk santan, virgin oil dan minyak goreng kualitas super.

Arif Nur Hidayat dan 2 saudaranya (Foto: Gigin W. Utomo)

Harga mesin dijual berdasarkan kapasitas produksi. Saat ini ada tiga paket yakni paket kecil 500-750 butir perhari, paket sedang 1500-3000 butir perhari, dan paket besar 5000-10000 butir perhari. Masing-masing harganya, Rp 140 juta (kecil), Rp 275 juta (sedang) dan Rp 500 juta (besar).

Ia menjual dalam bentuk satu set mesin yang terdiri dari, mesin parut, mesin press santan, mesin pendingin, pembeku santan, pencair santan, centrifius, filter gravitasi untuk menghasilkan VCO (virgin coconut oil), mixer netralisasi untuk menghasilkan minyak goreng, filter sirkulasi dan packing.

Menurut Imam, peluang untuk industri pengolahan kelapa masih terbuka lebar. Potensi bahan baku masih cukup melimpah. Ia memaparkan data bahwa saat ini ada sekitar 3 juta petani kelapa di Indonesia, dengan luasan lahan 3,7 juta hektar. Lahan seluas itu menghasilkan 155 milyar butir kelapa pertahun. “Dari jumlah itu baru tergarap 50 persen atau sekitar 8 milyar butir pertahun,”ungkapnya.

Meskipun potensi pasar dan bahan baku besar, pemerintah sepertinya pemerintah tidak tergerak untuk mengembangkan industry pengelolahan kepala. Indonesia masih tertinggal jauh dengan negara lain seperti Philipina, Thailand dan India. “Lihat saya produk bahan makanan seperti santan dan minuman suplemen berbahan air kelapa yang ada di supermarket masih dikuasai brand dari Thailand,” tuturnya.

Bahkan di India, tepatnya di Kralla, sudah lama ada menteri urusan sabut. Di negara bagian India tersebut, sabut kelapa menjadi komoditas bisnis yang ditangani secara khusus. Dalam hal pengembangan sabut, Kralla terbilang terdepan.

Dari sabut kelapa, Kralla sudah bisa menghasilkan aneka produk yang diekport. Beberapa produk yang terkenal dari negara bagian tersebut adalah coconet geotekstil, cocolog, cocopeat. Bahkan, bisa membuat rumah hanya dari bahan sabut.

Selain kuat dalam industri sabut, Kralla juga sukses mengembangkan berbagai mesin produksi untuk sabut. “Mesin bagus tapi mahal, kami sudah beli satu lalu kami modifikasi sesuai kebutuhan,” ujar Imam meyakinkan.

Terinspiras dari negara Kralla,, Imam terobsesi ingin mengembangkan industri kelapa di daerah-daerah yang selama ini menjadi sentra kelapa tapi belum digarap secara optimal. Masih banyak hasil buah yang terbuang karena tidak diolah. “Kalimantan dan wilayah Indonesia Timur menjadi target saya untuk pengembangan,” imbuhnya.

Untuk memasarkan produk mesinnya, Imam menjalin kerjasama dengan beberapa perbankan yang menyakurkan KUR, salah satunya BPD di Papua dan Kalbar.  “Sudah banyak yang kami salurkan lewat KUR,” paparnya`

Untuk menarik minat pengusaha terjun ke industry pengolahan kelapa, Imam menjamin market dengan membeli semua produk yang dihasilkan sepanjang memenuhi standar pengolahan dengan SOP (standard operating procedure) yang sudah ditentukan.

Selain bisa mengolah daging kelapa, masih ada kulit dan tempurung yang juga memiliki nilai ekonomi tinggi. Dengan teknologi yang sederhana, sabut bisa diproduksi menjadi cocofiber dan dan cocopeat. Dari bahan cocofiber tersebut, bisa dihasilkan aneka produk mulai dari sapu, tali, springbad pengganti busa, bahkan untuk jok mobil. BWM disebut-sebut salah satu produsen mobil yang menggunakan jok berbahan sabut. “Kami pernah dapat orderan dari VW untuk mensuplai fiber sabut kelapa di perusahaannya di Jerman tapi terus terang kami belum mampu,” kata Arif Nur Wahyudi.

Selain merekayasa mesin pengolahan daging kelapa, trio bersaudara tersebut juga mengembangkan mesin untuk pengolahan sabut kelapa. Harga mesin sabut sabut antara Rp 120-500 juta. Satu paket terdiri dari lima jenis masing-masing, mesin pengurai, pengayak, pembersih, mesin pemintal dan mesin penggulung.

Kebutuhan pasar atas barang yang terbuat dari sabut kelapa sangat besar. Mulai dari cocotex yang digunakan untuk pengaman tanggul bendungan dan pengaspalan jalan masih banyak diimpor dari India. Indonesia juga masih butuh bahan cocopeat untuk reklamasi lahan bekas tambang. Cocolog juga dibutuhkan untuk penahan ombak pantai. “Hampir semua masih dipasok dari luar,” tandas Imam.

Dalam menjalankan bisnisnya, Imam mengaku berbagi tanggungjawab dengan kedua adiknya. Imam fokus memproduksi mesin, adiknya Arif Nur Wahyudi memegang sabut, sedangkan yang ragil Mahmud Yunus fokus mengembangkan minyak goreng.

Menjadi entrepreneur ternyata menjadi pilihan yang harus dijalani tiga bersaudara tersebut. Ini terkait dengan wejangan orangtua yang mengharuskan anak-anaknya untuk menjadi pengusaha daripada menjadi PNS.”Kami diwanti-wanti jangan sampai jadi karyawan walaupun pegawai negeri,” ujar Arif.

Mereka merasa senang ketika bisa menjalankan perintah orangtua untuk jadi pengusaha. Dengan jadi pengusaha ruang gerak mereka lebih leluasa. Dan yang pasti bisa memberikan manfaat bagi orang lain karena akan banyak orang yang mendapatkan manfaat. “Alhamdulillah berkat ridho oraangtua perusahaan kami berjalan lancar walaupun sempat naik turun” tambah Arif Nur Wahyudi.

Sebelum menjadi pengusaha yang fokus di kelapa mereka pernah menekuni bisnis even organizer tahun 1990-an. Mereka banyak melakukan pelatihan terkait pengembangan otonomi daerah dan pengembangan manajemen BUMN.

Tahun 2004 mereka tertarik masuk industri pengolahan kelapa karena diajak Prof Bambang Setiyadi yang ahli kimia dari UGM. Dari Prof Bambang Setiyadi, mereka banyak mendapatkan ilmu pengolahan kelapa menjadi produk VCO dan minyak goreng. VCO ini sempat booming karena diyakini bisa menyembuhkan beberapa jenis penyakit. “Dari VCO ini kami diundang banyak Pemda untuk melatih para UKM dan pejabat dinas,” jelas Imam.

Dari situlah mereka terus mengembangkan usahanya sampai saat ini. Mereka sedang menyiapkan perusahaan berbadan hukum PT agar lebih leluasa mengembangkan bisnisnya.


Artikel ini bersumber dari swa.co.id.

Tinggalkan Balasan