Partai Baru Daftar ke KPU, Peserta Pemilu yang Itu-Itu Saja?

Merdeka.com – Lonceng pesta demokrasi dalam negeri mulai dibunyikan. Ditandai dengan gelombang pendaftaran partai politik ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mendapatkan tiket ke tahap selanjutnya.

Pendaftaran partai politik calon peserta pemilihan umum atau Pemilu 2024 telah dibuka oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak 1 Agustus 2022. Beberapa diantara yang telah mendaftar merupakan partai baru.

Menengok ke belakang. Meski proses pendaftaran diikuti sejumlah partai politik anyar, namun, yang disuguhkan ke publik hanya itu-itu saja.

Catatan merdeka.com, Pemilu 2019, dari keenam belas peserta partai politik, hanya empat partai yang merupakan pendatang baru kala itu.

Begitu pun Pemilu 2014, hanya satu partai baru yang berhasil menjadi peserta Pemilu.

Pengamat Politik Populi Center Usep S Ahyar menilai kesiapan partai dalam memenuhi syarat verifikasi pendaftaran menjadi faktor utama. Sehingga sudah sewajarnya partai lama lebih mudah lolos, sebab mereka lebih siap.

“Secara administratif partai-partai lama yang sudah pernah menjadi peserta Pemilu ya sudah lebih siap kan. Jadi selama 5 tahun mereka ada yang di parlemen kemudian secara infrastruktur juga mereka dirawat,” jelasnya saat berbincang dengan merdeka.com pada Jumat (5/8).

Agar dapat lolos menjadi peserta Pemilu memang perlu melewati tahapan verifikasi yang ditentukan KPU. Hal ini diatur dalam Pasal 173 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Berikut Bunyinya:
(1) Partai Politik Peserta Pemilu merupakan partai politik yang telah ditetapkan/lulus verifikasi oleh KPU.

(2) Partai politik dapat menjadi Peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan:
a. berstatus badan hukum sesuai dengan undang-undang
b. memiliki kepengurusan di seluruh provinsi;
c. memiliki kepengurusan di 75 persen, jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan;
d. memiliki kepengurusan di 50 persen (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan;
e. menyertakan paling sedikit 30 persen (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat;
f. memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau 1/ 1000 dari jumlah penduduk pada kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud pada huruf c yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota;
g. mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu;
h. mengajukan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik kepada KPU; dan
i. menyertakan nomor rekening dana kampanye pemilu atas nama partai politik kepada KPU.

Syarat verifikasi ini yang dianggap Usep sulit untuk dipenuhi partai baru. Terlebih kondisi yang biasa terjadi di Indonesia ialah persiapan partai baru terkesan ‘mendadak’.

“Selama ini kebanyakan partai kita instan, mendekati Pemilu baru ramai-ramai dibentuk atau dirawat lagi padahal sudah lama mati,” kata Usep.

“Sehingga menurut saya partai itu tidak bisa bekerja hanya menjelang pemilu, tetapi harus jauh sebelumnya. Tidak bisa instan,” tegasnya.

Adapun menurutnya, partai politik yang masih baru idealnya tidak hanya fokus menjadi peserta Pemilu. Sebab partai politik memiliki fungsi-fungsi lain.

Apabila fungsi-fungsi ini dijalankan justru dapat menjadi modal sosial dan modal politik untuk membangun partainya.

“Secara organisasi juga berjalan misalnya fungsi political education, pendidikan pemilih, dan hal-hal yang sifatnya sosial tidak hanya sekadar peserta pemilu. Karena itu juga menjadi modal seharusnya, jangan instan,” terangnya.

Reporter Magang: Michelle Kurniawan

[rhm]


Artikel ini bersumber dari www.merdeka.com.

Tinggalkan Balasan