tribun-nasional.com – Kalangan pelaku usaha sektor pertanian menyatakan potensi kayu manis di Indonesia yang sangat besar membutuhkan penanganan sberius agar menjadi komoditas bernilai ekonomi tinggi.
Direktur PT Bumi Gagah Serasi Budi Susilo di Jakarta, Minggu mengatakan, Indonesia dikenal sebagai eksportir kayu manis terbesar di dunia, namun sebenarnya masih impor kayu manis dari Vietnam, karena untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri masih kurang.
“Potensi kayu manis yang sangat besar belum bisa dimaksimalkan, selain sedikit pengusaha yang tertarik, masyarakat di beberapa daerah pun tidak serius menanganinya,” ujarnya.
Terkait hal itu, Budi menyatakan, saat ini pihaknya mengolah lahan Inhutani di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi untuk dikembangkan sebagai perkebunan kayu manis seluas 13.600 hektar.
Melalui pengelolaan perkebunan kayu manis milik Inhutani sejak 2017, tambahnya, mampu memberdayakan sekitar 4.000 masyarakat setempat.
“Semua bagian dari pohon kayu manis itu diolah. Mulai dari kayu, kulit hingga daunnya. Kami memasarkannya ke industri rokok di Jawa Tengah, dan sebagian diekspor,” ujarnya.
Kayu manis (Cinnamomum) jenis pohon penghasil rempah-rempah yang banyak sekali kegunaannya. Bisa digunakan untuk campuran bumbu masak, pengharum aroma kue, campuran rokok bahkan obat-obatan.
Kayu manis tumbuh baik didaerah yang beriklim tropis basah. Iklim tropis basah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Beberapa jenis kayu manis dapat tumbuh pada ketinggian hingga 2.000 meter di atas permukaan laut (m dpl), namun C. burmanni akan berproduksi baik bila ditanam pada daerah dengan ketinggian 500 – 1.500 m dpl.
Oleh karena itu kayu manis sangat baik dikembangkan di daerah pegunungan, seperti Sumatera, Jawa, Sulawesi atau Papua.
Potensi kayu manis di Indonesia sebenarnya besar, dan permintaan pun sangat besar. Tetapi tidak banyak pengusaha yang tertarik berbisnis kayu manis, karena marginnya kecil.
“Bisnis kayu manis memang kecil untungnya, tidak seperti di pertambangan. Tapi kalau volumenya besar, kan besar juga,” kata mahasiswa program doktoral di George Washington University, Amerika ini.
Dengan adanya perusahaan pengolahan kayu manis, menurut Budi, mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kerinci yang bekerjasama.
Ia berharap tumbuh kesadaran yang merata antara pengusaha dan masyarakat, agar potensi kayu manis yang sangat besar ini bisa dikembangkan.
“Ayolah kita kembangkan sama-sama. Di Kerinci saja masih ada ratusan ribu hektar lahan yang belum tergarap. Kalau ada pengusaha yang ingin masuk, silahkan saja berhubungan dengan Inhutani dan masyarakat,” katanya.