tribun-nasional.com – Jakarta, CNBC Indonesia – Harga minyak mentah dunia meroket belasan persen hanya dalam sepekan, bahkan diperkirakan masih akan terus menanjak. Hal ini tentunya akan berdampak pada beban biaya impor energi Indonesia, dan harga bahan bakar minyak (BBM) khususnya non-subsidi.
Seperti di ketahui, dalam asumsi ekonomi makro 2023, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) disepakati sebesar US$ 90/barel. Jika harga minyak mentah dunia terus menanjak dan kembali ke atas US$ 100, maka ICP juga bisa ikut terkerek, subsidi energi akan kembali membengkak.
Melansir data Refinitiv, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) sepanjang pekan lalu melesat 16,5% ke US$ 92,64/barel, dan Brent naik US$ 11,32% ke 97,92/barel.
Sementara pada perdagangan Senin (10/10/2022) pukul 6:10 WIB, keduanya turun tipis 0,25% dan 0,27% ke US$ 92,41/barel dan US% 97,66/barel.
Kenaikan harga minyak mentah tersebut dipicu langkah kartel Negara Pengekspor Minyak Mentah (OPEC) begitu juga Rusia dan beberapa lainnya yang disebut OPEC+ memangkas tingkat produksinya sebesar 2 juta barel per hari mulai November mendatang.
“Konsekuensi terbaru dari langkah OPEC adalah harga minyak mentah kemungkinan akan kembali ke atas US$ 100/barel,” kata Stephen Brennock, broker minyak mentah PVM, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (7/10/2022).
USB Global Wealth Management juga memproyeksikan harga minyak mentah akan kembali ke atas US$ 100/barel dalam beberapa kuartal ke depan.
Goldman Sachs juga menaikkan perkiraan rata-rata harga Brent 2022 menjadi US$104 per barel dari US$99 per barel dan perkiraan 2023 menjadi US$110 per barel dari $ US108 per barel.
Bank asal Amerika Serikat tersebut juga menaikkan perkiraan harga Brent kuartal keempat 2022 dan kuartal pertama 2023 masing-masing sebesar US$10 per barel menjadi US$110 dan US$115 per barel.
Langkah OPEC+ tersebut mendapat kecaman dari banyak pihak, termasuk Amerika Serikat.
Gedung Putih menyebut Presiden AS Joe Biden “kecewa dengan keputusan picik OPEC+ untuk memotong kuota produksi sementara ekonomi global menghadapi dampak negatif lanjutan dari invasi Rusia ke Ukraina.”
Dikatakan bahwa Biden telah mengarahkan Departemen Energi untuk melepaskan 10 juta barel lagi dari cadangan minyak strategis bulan depan.
“Mengingat tindakan hari ini (Rabu), Administrasi Biden juga akan berkonsultasi dengan Kongres tentang alat dan otoritas tambahan untuk mengurangi kendali OPEC atas harga energi,” kata Gedung Putih, sebagaimana dilansir CNBC International.
TIM RISET CNBC INDONESIA