Pentingnya Transformasi Digital bagi Perusahaan Keluarga agar Berumur Panjang 

Oleh: Apung Sumengkar, Managing Partner (CEO) Daya Qarsa

Apung Sumengkar

Berbicara dengan pemilik perusahaan keluarga dari berbagai industri di Indonesia memberikan gambaran kepada saya tentang tantangan dalam menjaga keberlangsungan bisnis antar generasi. Pandemi COVID-19 adalah salah satu tantangan yang dialami. Bahkan hasil survei saya dan tim menemukan sebanyak 47% responden menganggap COVID-19 sebagai kekhawatiran utama saat ini.

Kami menganalisa permasalahan yang dihadapi perusahaan keluarga dan menemukan empat tantangan utama yang dirasakan. Pertama adalah terjadi penurunan bisnis yang signifikan dan kesulitan dalam bertransformasi digital. Perusahaan keluarga sulit untuk mendapatkan pelanggan sehingga pendapatannya pun menurun. Akibatnya, kondisi keuangan perusahaan keluarga di masa pandemi pun tidak memungkinkan untuk melakukan transformasi digital.

Tantangan kedua yang kami temukan adalah memastikan kesejahteraan karyawan, baik secara fisik maupun mental selama pandemi. Pandemi COVID-19 tidak hanya memberi dampak kepada bisnis saja, tetapi juga individu di dalamnya. Beberapa contoh masalah kesehatan mental yang terjadi adalah perasaan terisolasi, distraksi dari keluarga, stress, dan khawatir tertular virus. Ditambah lagi dengan kurangnya tunjangan dan peralatan kesehatan yang disediakan untuk karyawan.

Pada akhirnya, pengelolaan perubahan oleh perusahaan yang kurang baik menyebabkan turunnya produktivitas akibat transisi kerja dari rumah atau kondisi pandemi yang memburuk.

Selain itu, perusahaan juga sulit membenahi budaya dan cara berpikir karyawan yang masih konvensional. Kurangnya cara berpikir inovatif dan agility membuat adaptabilitas karyawan di masa krisis rendah. Sedangkan dari sisi pemimpin, keluarga adalah pemegang kendali penuh terhadap keputusan dan pengelolaan perusahaan dan cenderung menolak pandangan dari luar.

Tantagan ketiga yang adalah perusahaan keluarga merasa kesulitan dalam perencanaan dan penerapan manajemen suksesi secara maksimal. Banyak senior yang tidak percaya dengan generasi setelahnya sehingga upaya manajemen suksesi belum maksimal. Ada juga generasi yang lebih muda yang tidak mau menjadi penerus.

Terakhir adalah tantangan dalam menerapkan sistem Tata Kelola Perusahaan secara profesional. Perusahaan keluarga masih belum bisa membagi tanggung jawab dan pekerjaan dengan jelas. Komunikasi belum terbentuk dengan jelas dan terstruktur. 

Jika tidak segera mencari solusi, perusahaan keluarga akan jauh dari memberikan kontribusi. Di Indonesia, 95% dari seluruh bisnis bisa dikategorikan sebagai perusahaan keluarga. Jumlahnya pun diprediksi akan bertumbuh tiga sampai empat kali dalam lima sampai tahun ke depan. Bahkan prediksi tersebut telah di atas rata-rata global. Tentu angka ini telah mendorong optimisme, karena kontribusi perusahaan keluarga terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan kapitalisasi pasar di Indonesia juga besar. Makanya kategori perusahaan keluarga ini sangat menjadi harapan di  Indonesia untuk merealisasikan potensi ekonomi tanah air.

Namun jika dilihat dari keberlangsungannya, sayangnya hanya 13% perusahaan keluarga di Indonesia yang mampu bertahan hingga generasi ketiga. Sebesar 70% bahkan tidak mampu bertahan hingga generasi kedua.

Digitalisasi adalah salah satu solusi terpenting untuk bertransformasi dan bertahan hingga generasi ke generasi. Misalnya, untuk meningkatkan pendapatan, perusahaan bisa mempertimbangkan saluran digital untuk menjangkau calon pelanggan. Saat ini, sudah banyak saluran digital yang bisa dipilih sesuai dengan budget.

Digitalisasi juga membuat perusahaan bisa menghemat biaya dan memanfaatkan waktu lebih efisien dalam melayani konsumen. Selain itu, sistem kerja dan infrastruktur yang digital juga akan mendukung karyawan untuk bekerja jarak jauh di masa pandemi.

Cara membangun kesuksesan perusahaan keluarga

Menurut saya, hal pertama yang dapat perusahaan keluarga lakukan adalah evaluasi dan menggunakan Family Business Diamond Model untuk dapat memahami aspek-aspek krusial dalam bisnis dan operasional yang dapat mempertahankan eksistensinya khususnya selama COVID-19. Model tersebut memiliki lima aspek untuk diperhatikan, mulai dari trust & values, manajemen keuangan, tata kelola, manajemen manusia, dan infrastruktur pendukung.

Membaca studi yang dilakukan oleh Watson Wyatt pada tahun 2002, perusahaan yang memiliki trust tinggi melampaui perusahaan yang memiliki trust rendah sebesar 286% dalam return kepada para pemilik saham. Sementara values membekali karyawan dengan sense of purpose yang akan mendorong motivasi di saat krisis melanda.

Untuk aspek keuangan, terdapat tiga langkah awal dalam model ini yang dapat dilakukan untuk membenahi kondisi finansial di tengah masa pandemi. Perusahaan harus mengatur arus kas, misalnya pengurangan jumlah karyawan, pengurangan biaya utilisasi, pengurangan biaya transportasi dan lainnya yang dilakukan agar perusahaan tidak kekurangan dana.

Selanjutnya, perusahaan juga harus mencari solusi pendapatan baru dengan berinovasi dan pivoting business model untuk menyesuaikan dengan keadaan yang ada. Perusahaan dapat membuat target untuk segmentasi pasar yang baru, misalnya dengan membuat produk atau layanan baru yang sesuai dengan kebutuhan di tengah pandemi, dan menggunakan saluran pemasaran yang baru untuk mengembangkan pemasaran.

Agar keuangan keluarga bisa terkelola dengan baik, perusahaan dapat melakukan manajemen aset dan investasi serta melakukan perencanaan keuangan. Dalam manajemen aset dan investasi, hal yang harus dilakukan adalah menganalisis, mengelola, dan mengembangkan aset dan portofolio dan investasi di masa pandemi. Sedangkan perencanaan keuangan dilakukan dengan memetakan kebutuhan kelanjutan pengelolaan baik untuk bisnis maupun setiap anggota keluarga.

Pada aspek manajemen karyawan, perusahaan perlu lakukan pendefinisian ulang terhadap pengelolaan manusia di dalam bisnis untuk mengetahui fokus dan tujuan baru. Peraturan yang jelas, fleksibel, dan dapat diimplementasikan menjadi hal penting yang harus diutamakan agar dapat membantu mengurangi stress, meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri, dan meningkatkan retention karyawan.

Setelah memiliki peraturan pandemi yang jelas, peraturan ini dapat diimplementasikan ke dalam praktik-praktik HR yang dapat menyentuh aspek personal. Baik peraturan dan praktik HR yang sudah dibuat juga sebaiknya diawasi oleh seorang pemimpin yang mampu memimpin perubahan di tengah masa sulit ini. Pemimpin harus dapat tenang, percaya diri, memiliki visi dan misi yang jelas, memiliki kepedulian terhadap karyawannya, dan juga konsisten.

Aspek terakhir yang perlu diperhatikan perusahaan keluarga adalah perlunya menyiapkan infrastruktur sesuai dengan keadaan yang sedang berlangsung sehingga kegiatan bisnis keluarga dapat terus berjalan.  Software, hardware, dan network yang baik serta menciptakan sistem yang adaptif terhadap keadaan pandemi ini. Selain infrastruktur digital tadi, infrastruktur COVID juga penting untuk disiapkan untuk memonitor kesehatan karyawan terutama bagi karyawan yang perlu melakukan kontak fisik.

Kami menemukan setidaknya ada peningkatan lebih dari 20 juta konsumen yang beralih ke digital selama tahun 2020 sampai 2021. Hal ini membuat perusahaan keluarga juga perlu menyiapkan infrastruktur digital mulai dari layanan digital, menggunakan teknologi Internet of Things, sampai layanan pembayaran digital agar dapat berinteraksi dengan konsumennya.

Besar harapan kami perusahaan keluarga dapat beradaptasi dan menggunakan solusi digital untuk mengatasi tantangan yang dihadapi agar berhasil mendorong bisnis dan bisa bertahan hingga generasi-generasi berikutnya.


Artikel ini bersumber dari swa.co.id.

Tinggalkan Balasan