tribun-nasional.com – Ketua Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Kabupaten Lumajang Guntur Nugroho membeberkan berbagai masalah dalam penjualan pupuk subsidi yang dikeluhkan oleh petani.
Dia menjelaskan, berdasarkan hasil penelusurannya mulai dari tahun 2022 yang lalu, tidak sedikit petani mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk subsidi. Misalnya petani Lumanjang, dari sejak pengajuan subsidi ke pemerintah, petani yang mendapatkan pupuk subisidi hanya 60-70 persen.
“Awal permasalahan di Kabupaten Lumajang, kami baru dapat 60-70 persen dari pengajuan melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Jadi mudah-mudahan Pupuk Indonesia bisa memberikan 100 persen agar tidak ada polemik lagi,” ujar Guntur dalam acara jumpa pers Ombudsman RI secara daring, Selasa (21/2/2023).
Kemudian, perihal aksi penjualan di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), Guntur menyebut hal itu disinyalir terjadi pada 99 persen kios di Kabupaten Lumajang. Parahnya lagi, dari permainan harga tersebut pembeliannya dibatasi.
Dia mencontohkan meminta kuota subsidi pupuk sebanyak 5 kuintal, namun yang diberikan hanya setengahnya. Sementara sisanya dijual kepada pihak lain yang masuk ke dalam RDKK.
“Kami temukan diseluruh kios sebanyak 99 persen di Lumajang itu menjual di atas HET, yang membuat mirisnya lagi adalah di samping kuotanya juga dibatasi oleh mereka,” ungkap Guntur.
Hal ini juga dibenarkan oleh Pengawas Praktisi Kedaulatan Pangan dan Penyuluh (PKPP) Indonesia, Mintarsih.
Dia mengatakan, beberapa petani di Kecamatan Dawuan Kabupaten Subang, Jawa Barat belum mendapatkan pupuk bersubsidi yang dijanjikan pemerintah. Padahal, Maret sudah memasuki masa panen.
“Ketersediaan pupuk sampai di kios, kami mohonkan jangan sampai saat musim tanam tiba. Sekarang ini ketersediaan pupuknya telat (untuk di beberapa daerah dekat Dauwan). Tapi Alhamdulillah untuk Balai Penyuluhan Pertanian Dauwan belum telat,” ujar Mintarsih.
Mintarsih juga mengeluhkan perihal kuota pupuk yang diberikan pemerintah. Menurutnya, kuota yang disalurkan untuk daerah Dawuan terbilang sedikit mengingat komoditas yang dihasilkan adalah komoditas utama hajat hidup orang banyak, yakni beras.
“Kami punya catatan minus untuk kuota pupuknya. Karena kami salah satu penghasil beras Subang, Karawang, jadi mohon juga Ombudsman RI lebih intens kepada kabupaten penghasil beras itu,” ungkap Mintarsih.
Merespons keluhan-keluhan tersebut, Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika mengaku, memang banyak petani yang enggan datang ke kios untuk mendapatkan pupuk subsidi, dan memilih pupuknya diantarkan. Hal itu menyebabkan ada tambahan ongkos kirim.
Namun, ia memastikan Ombudsman akan mengambil sikap jika penjualan di atas HET memang terjadi di daerah-daerah dan akan memperdalam temuan ini.
“Kami akan berkoordinasi dengan kantor Ombudsman Jawa Timur dan dari perwakilan kantor Jawa Timur akan menghubungi, jika memungkinkan kita adakan pertemuan rapat khusus,” kata dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.