Polri ajukan red notice DPO Wanaartha Life

Nurul mengungkapkan, adanya temuan transaksi terhadap beberapa saham secara internal yang dilakukan oleh Manfred dengan Wanaartha Life. Akibatnya Wanaartha Life merugi dengan nilai total transaksi sekitar Rp1,4 triliun terhadap saham Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS).

Manfred bahkan menggunakan namanya sendiri dan PT FCC untuk melakukan transaksi saham dengan Wanaartha Life. Salah satu saham dari 16 saham yang ditransaksikan tersebut memiliki kode BEKS dengan nilai total transaksi sekitar Rp1,4 triliun. 

Dalam transaksi saham BEKS yang terjadi antara Wanaartha Life dengan Manfred dan PT FCC tersebut mengakibatkan Wanaartha Life menderita kerugian senilai Rp196 miliar. Kerugian itu menjadi keuntungan baik Manfred maupun PT FCC.

Keuntungan para pemegang saham semakin terlihat dengan deviden yang diterima oleh PT FCC secara bertahap semakin banyak. Peningkatan itu mulai dari tahun 2012 seiring dengan bertambahnya pengurangan data polis yang dilakukan oleh Manfred dan lainnya. 

Pada akhir tahun 2019 premi yang seharusnya tertera pada laporan keuangan Wanaartha Life adalah sekitar Rp13 triliun dengan jumlah polis sekitar 28.000. Namun fakta yang tertuang pada laporan keuangan berada pada angka Rp3 triliun pada tahun 2019 dan Rp7,5 triliun pada tahun 2018. 

“Hal tersebut mengakibatkan deviden yang harus diberikan PT AJAW kepada PT FCC meningkat secara signifikan mencapai sekitar Rp450 miliar,” ujar Nurul.

Manfred, Evelina Larasati Fadil, Rezananta Fadil Pietruschka ditemukan menggunakan dana perusahaan untuk kepentingan pribadi seperti untuk entertainment, perjalanan, hotel dan lain-lain. Totalnya mencapai sekitar Rp200 miliar.

“Keuntungan yang dinikmati pemegang saham kurang lebih Rp850 miliar dan masih terus bertambah seiring dengan fakta-fakta yang terus ditelusuri,” ujar Nurul.

Sebelumnya, penyidik menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana penggelapan dan manipulasi jabatan WanaArtha Life. Penetapan tersangka tersebut dilakukan berdasarkan surat perintah penetapan tersangka tertanggal 1 Agustus 2022.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Wishnu Hermawan mengungkapkan, surat tersebut memang benar dikeluarkan.

“Sudah ada penetapan tersangkanya,” ujarnya saat dikonfirmasi Alinea.id, Selasa (2/8).

Satu tujuh tersangka yang ditetapkan adalah bos WanaArtha Life, yakni Presiden Direktur PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life) Yanes Yaneman Matulatuwa. Dia ditetapkan tersangka berdasarkan surat S.Tap/90/VIII/RES.1.24/2022/Dittipideksus, tanggal 1 Agustus 2022.

Menurut Wishnu, enam tersangka lainnya adalah Yosef Meni, Terry Khesuma, Rezanantha Pietruschka, Evelina Larasati Fadil, Manfred Armin Pietruschka, dan Daniel Halim. Seluruhnya akan menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dalam waktu dekat.

“Belum ditahan, akan diperiksa sebagai tersangka dulu,” ucapnya.

Wishnu menyatakan dalam kasus ini terlapor disangkakan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 mengenai penyampaian informasi tidak benar kepada pemegang polis, Pasal 76 terkait menggelapkan premi asuransi, dan Pasal 81 juncto Pasal 82 terkait Tindak Pidana Korporasi Asuransi.

Untuk diketahui, kasus ini berawal dari adanya tiga laporan yang masuk, yakni LP B/0476.VIII.2020/Bareskrim tanggal 5 Agustus 2020, LP B/0606/X/2020/Bareskrim tanggal 23 Oktober 2020, dan LP B/0108/II/2021/Bareskrim tanggal 16 Februari 2021. Lalu, perkara ini naik ke tahap penyidikan pada 17 Juni 2022. 


Artikel ini bersumber dari www.alinea.id.

Tinggalkan Balasan