tribun-nasional.com – Hasil survei Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan menunjukkan, pengemudi atau driver ojek online saat ini paling banyak bukan berasal dari tanpa pekerjaan (pengangguran).
Hasil survei menunjukkan dari 82,31 persen responden, sebanyak 34,3 persen pengemudi ojol pernah menjadi pegawai BUMN/Swasta.
Survei ini dilakukan Balitbang Kemenhub selama periode 13-20 September 2022 yang melibatkan 2.016 responden mitra ojol. Survei menggunakan media survei online dengan sampling kurang 5 persen di wilayah Jabodetabek.
“81,31 persen responden menjadikan driver ojol menjadi pekerjaan utama, 18,69 persen responden menjadikan ojol sebagai pekerja sampingan,” demikian hasil survei Balitbang Kemenhub dikutip dari Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno, Minggu (9/10/2022).
Hasil survei Kemenhub juga menunjukkan, dari 81,31 persen tersebut, 36,13 persen pengemudi ojol pernah menjadi wisatawan, sebanyak 16,09 persen pengemudi ojol berasal dari pengangguran.
“5,42 persen (pelajar/mahasiswa), ibu rumah tangga (0,82 persen), lainnya (17,24 persen),” demikian hasil survei Kemenhub.
Adapun saat ini jumlah pengemudi ojol yang sebelumnya pengangguran menurun dibandingkan tahun lalu.
Survei Kemenhub tahun lalu menunjukkan, 18 persen responden pengemudi ojol berasal dari pengangguran.
Kemudian, pengemudi ojol tahun lalu didominasi dari wiraswasta sebanyak 44 persen, pegawai BUMN/Swasta (31 persen), ibu rumah tangga (1 persen), pelajar/mahasiswa (6 persen).
Pendapatan driver ojol hampir sama dengan biaya operasional
Masih dalam hasil survei Balitbang Kemenhub, pendapatan pengemudi ojek online (ojol) per hari hampir sama dengan biaya operasionalnya.
“Pendapatan per hari pengemudi hampir sama dengan biaya operasionalnya. Terbanyak rata-rata pendapatan per hari Rp 50 ribu – Rp 100 ribu (50,10 persen) dan biaya operasional per hari terbanyak kisaran Rp 50 ribu – Rp 100 ribu (44,10 persen),” demikian hasil survei Balitbang Kemenhub.
Hasil survei juga menunjukkan, pengemudi ojol didominasi oleh pria (81 persen) dengan usia terbanyak 20-30 tahun (40,63 persen) serta lama bergabung menjadi pengemudi ojek online terbanyak kurang dari 1 tahun (39,38 persen).
“Status sebagai pekerjaan utama 54 persen dan sebagai pekerjaan sampingan 46 persen,” demikian hasil survei Balitbang Kemenhub.
Adapun pendapatan pengemudi ojol berkurang setelah diberlakukan tarif baru akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Sebelum pemberlakuan tarif baru banyaknya pesanan ojol sekitar 5-10 kali (46,88 persen) dan sesudah pemberlakuan tarif baru berkurang dari 5 kali (55,65 persen).
Hasil survei juga menunjukkan, 52,08 persen pengemudi ojol mengaku jarang mendapatkan bonus dari aplikator dan 37,40 persen menyatakan tak pernah mendapat bonus.
Sementara, 75,79 persen mengaku jarang mendapatkan tip dari penumpang.
“Dengan adanya pemberlakuan tarif baru, sebagian pengguna jasa ojek online
mengurangi penggunaan dan tak sedikit yang berpindah ke angkutan lain,” kata Djoko.
Djoko mengatakan, secara umum, hasil survei tersebut menunjukkan bahwa masyarakat belum memahami rincian biaya jasa (tarif) ojek online yang dikenakan.
Ia mengatakan, kenaikan tarif ojek online yang hampir bersamaan dengan kenaikan harga BBM cukup dirasakan oleh masyarakat.
“Namun, sebagian masyarakat memahami bahwa kenaikan tarif bertujuan untuk kesejahteraan pengemudi,” ujarnya.
Terakhir, Djoko mengatakan, beberapa masukan dari masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan para pengemudi ojek online di antaranya yaitu, mengenai penyesuaian tarif, pengadaan bonus/reward, peningkatan pelayanan, penurunan potongan aplikator, dan penurunan harga BBM.